Jakarta, 27 Safar 1437/9 Desember 2015 (MINA) – Pengamat ekonomi dari Universitas YARSI Dr. Nurul Huda menjelaskan, diyat merupakan kewajiban yang harus ditanggung bagi TKI sehingga tidak ada kontek dilematis.
Nurul menyatakan, maka diperlukan peran negara ketika terjadi kasus TKI, hal ini sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam menangani kasus TKI.
Dia sepakat jika penanganan TKI di luar negeri harus dilakukan proses pendampingan. “Persoalannya, ketika tahap proses pengiriman TKI, no list yang dimiliki TKI sangat terbatas,” katanya dalam seminar “Diyat: Dilema Negara Melindungi WNI” di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (8/12).
“Pembayaran diyat dilakukan pelaku kepada keluarga korban yang bersifat kontraktual,” kata Nurul dan mengungkapkan kekhawatirannya apabila pemerintah RI terus melakukan pembayaran uang diyat.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Jika itu terjadi, akan terbentuk persepsi bahwa pemerintah mampu membayar seberapa pun nilai diyat yang diminta oleh keluarga korban. Akibatnya, terbuka celah bagi keluarga korban yang berniat untuk mengkomersilkan uang diyat.
“Kondisi ini tentu tidak baik. Pemerintah RI akan diperas secara terselubung oleh keluarga korban. Persepsi ini mulai terbentuk, lantaran pemerintah RI pernah membayarkan uang diyat bagi TKW Darsem,” katanya.
Nurul pun mengungkapkan, mulai saat itu, hidup Darsem berubah 180 derajat dan hidup gemerlap dan berlimpah harta.
“Oleh karena itu tidak seharusnya pemerintah melakukan pembayaran uang diyat,” tegasnya. (L/P002/P001)
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)