Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, M.A.
Dinar dan Dirham dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Di dalam Al-Quran surah Ali Imran [3]: 75 Allah berfirman:
وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِن تَأْمَنْهُ بِقِنطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُم مَّنْ إِن تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَّا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الْأُمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (ال عمران [٣]: ٧٥)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
“Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepada-nya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Q.S. Ali Imran [3]: 75)
Q.S. Yusuf [12]: 20
وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (يوسف [١٢]: ٢٠
“Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.” (Q.S. Yusuf [12]: 20)
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Sementara di dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam, Nabi bersabda dalam beberapa riwayat:
H.R. Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib
عَنْ عَلِيٍّ a قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ b: إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ –وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ– فَفِيْهَا خَمْسَة دَرَاهِمَ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْئٌ حَتَّى يَكُوْنَ لَكَ عِشْرُوْنَ دِيْنَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ، فَفِيْهَا نِصْفُ دِيْنَارٍ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذٰلِكَ، وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ (رواه أبو داود وهو حسن)
“Dari Ali a bahwasanya Rasulullah b bersabda: “Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati setahun, maka zakatnya 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun, maka zakatnya ½ dinar. Jika lebih dari itu, maka zakatnya menurut perhitungannya. Harta tidak wajib dikeluarkan zakat kecuali telah melewati setahun.” (H.R. Abu Dawud, hadits hasan)
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
H.R. Abu Dawud & An-Nasa’i dari Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ a قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ b: ((تَصَدَّقُوْا)) فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، عِنْدِي دِيْنَارٌ؟ قَالَ: ((تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ)) (رواه أبو داود والنسائى)
Dari Abu Hurairah bersabda: “Bersedekahlah.” Lalu seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar? Beliau bersabda: “Bersedekahlah pada dirimu sendiri.” (H.R. Abu Dawud dan An-Nasa’i, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim)
Muttafaq Alaihi dari Aisyah
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
عَنْ عَائِشَةَ j قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ b: لَا تُقَطَّعُ يَدُ سَارِقٍ إِلَّا فِي رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا (متفق عليه)
Dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak boleh dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih.” (Muttafaq Alaih)
Muttafaq Alaih dari Ibnu Umar
عَنِ ابْنِ عُمَرَ c أَنَّ النَّبِيَّ b قَطَعَ فِي مَجَنَّ ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ (متفق عليه)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
“Dari Ibnu Umar bahwa Nabi pernah memotong (tangan pencuri) karena mengambil sebuah perisai seharga tiga dirham.” (Muttafaq Alaih)
H.R. Bukhari dari Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ aقَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ b: تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيْفَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ (أخرجه البخاري)
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Celakalah hamba-hamba dinar, dirham, dan kain beludru. Jika diberi ia rela dan jika tidak diberi ia tidak rela.” (H.R. Bukhari)
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Secara umum dinar adalah koin emas seberat 22 karat dengan berat 4,25 gram dan dirham adalah koin perak murni dengan berat 2,975 gram.
Sejarah Dinar dan Dirham Sebagai Alat Tukar
Dinar yang menjadi nilai tukar uang umat Islam pada masa lalu memiliki nilai intrinsik berupa emas. Para ahli sejarah pun mencatat adanya alat tukar tersebut membuat nilainya stabil dengan alat tukar lainnya.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Tidak ada istilah atau fenomena inflasi dan deflasi pada masa tersebut. Pada saat ini pun, nilai seekor kambing masih sama dengan ketika masa Rasulullah b, yakni berkisar 1 dinar atau Rp 2,2 juta.
Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation, seorang ulama bernama Abu Hamid al-Ghazali telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, fungsi uang adalah sebagai alat untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai wajar dari pertukaran tersebut.
Uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Apabila fungsi dari uang itu sendiri telah berubah dari esensi dasarnya, akan mengakibatkan terjadinya inflasi dan deflasi.
Kendati demikian, emas pada awalnya memang bukanlah alat tukar dari bangsa Arab. Transaksi ekonomi bangsa Arab sebelum mengenal dan menggunakan emas adalah barter. Emas, dalam konteks ini dinar dan dirham, merupakan mata uang miliki bangsa Romawi dan Persia.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Kata dinar sendiri berasal dari bahasa Romawi, yakni denarius, sedangkan dirham berasal dari bahasa Persia, yakni drachma. Beredarnya dirham dan dinar di Jazirah Arab dibawa oleh para pedagang Arab yang berdagang di Syam (di bawah pengaruh Romawi) dan Yaman (di bawah pengaruh Persia). Sebelumnya, bangsa Arab berdagang secara barter dan tidak pernah memproduksi mata uang sendiri.
Akhirnya, bangsa Arab pun mengadopsi dinar dan dirham sebagai sistem mata uang mereka. Hal ini berlangsung hingga zaman Nabi Muhammad b. Ketika itu, Nabi Muhammad b, selain menetapkan dirham dan dinar sabagi alat tukar yang sah dalam perniagaan, juga menstandarkan tiga jenis dirham yang beredar kala itu menjadi satu jenis dirham, yakni dirham 14 qirat.
Dalam proses penimbangan bobot dinar dan dirham sendiri, Nabi Muhammad b dibantu oleh seorang sahabatnya, yakni Arqam bin Abi Arqam Dia adalah seorang ahli tempa emas dan perak pada masa itu. Pada masa Umar bin Khatab a, ia menegaskan perihal timbangan atau bobot berat emas dan perak, yakni tujuh dinar bobot atau nilainya setara dengan 10 dirham. Selain itu, Umar a pun memerintahkan agar dirham dan dinar pada masa itu diberi tulisan hamdalah dan Muhammad Rasulullah.
Adapun dinar pertama milik pemerintahan Islam baru lahir ketika masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Tepatnya, sekitar 50 tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad Adapun bobot atau berat dinar Abdul Malik bin Marwan mengacu pada solidus, yakni mata uang Romawi Byzantium yang lazim beredar saat itu. Ia tidak membuatnya berdasarkan standar mitsqol (ukuran) yang biasa digunakan pada zaman Nabi Muhammad.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Selanjutnya, ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Persia (Irak, Iran, Bahrain, dan Transoxania) dan kekaisaran Romawi (Syam, Mesir, dan Andalusia), menyebabkan perputaran mata uang ini meningkat. Bahkan, pada masa pemerintahan Imam Ali, dinar dan dirham merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan. Hal tersebut karena dinar dan dirham memang dinilai memiliki nilai yang tetap. Oleh sebab itu, tidak terjadi masalah atau kendala dalam proses perputaran uang tersebut.
Karena nilainya tetap, dinar dan dirham, selain digunakan untuk melakukan transaksi jual-beli, dipakai pula untuk menunaikan zakat. Imam Hanafi, misalnya, pernah berkata, “Bahwa ukuran nisab zakat yang disepakati ulama, bagi emas adalah 20 mitsqal dan telah mencapai satu haul (satu tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham.”
Imam Asy-Syafii dalam Kitab Al-Umm juga pernah berujar, “Rabi meriwayatkan bahwasannya Imam Asy-Syafii berkata, tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) bahwasannya dalam zakat emas itu adalah 20 mitsqal (dinar).”
Kendati memiliki kelebihan, yakni nilainya yang selalu tetap atau tidak berubah serta dapat pula digunakan untuk menunaikan zakat, pemanfaatan emas dan perak sebagai mata uang telah ditinggalkan. Padahal, sejarah Islam telah membuktikan bahwa mata uang emas dan perak dapat menghindarkan masyarakat dari bencana ekonomi, seperti inflasi dan deflasi.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Imam Al Ghazali pernah berkata, “Di antara nikmat Allah l adalah penciptaan dinar dan dirham dan dengan keduanya tegaklah dunia. Keduanya adalah batu yang tiada manfaat dalam jenisnya, tapi manusia sangat membutuhkan kepada keduanya.”
Hukum Menggunakan Dinar dan Dirham Sebagai Alat Tukar
Semua ayat di atas tidak memerintahkan penerapan dinar, karena bentuk kalimatnya adalah khabariyah (berita) dan juga tidak menjelaskan bahwa hanya uang dinar emas dan dirham perak yang sah dan halal digunakan umat Islam dalam melakukan berbagai aktivitas ekonomi. Ayat-ayat di atas hanya menjelaskan fungsi emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai alat penyimpan nilai (store of value), alat penukar (medium of exchange), dan alat pengukur nilai (standard of measurement).
Merujuk pada ayat-ayat di atas, mayoritas para fuqaha (Ahli hukum Islam) tidak mengharamkan mata uang selain Dinar dan Dirham, seperti fulus, Dolar, Euro, Rupiah atau berbagai jenis uang hampa (fiat money) lainnya dapat digunakan sebagai mata uang negara asal saja tidak terkontaminasi dengan unsur-unsur spekulasi, riba, gharar, dan gambling. Walaupun demikian, para ulama lebih menggalakkan agar umat Islam menggunakan Dinar dan Dirham, dan secara bertahap meninggalkan Dolar dan berbagai jenis mata uang hampa lainnya, kerana dinar dan dirham memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi.
Meskipun, dalam Al-Quran, tidak terdapat perintah secara eksplisit penerapan dinar, namun sunnah Rasulullah b secara nyata mengakui mata uang dinar dirham dan menjadikanya sebagai alat pembayaran keagamaan, seperti zakat, diyat, dan ukuran-ukuran hukuman dalam jinayat. Dengan demikian, jika dipandang dari ilmu hadits, maka pengakuan Rasulullah b akan dinar dan dirham, dapat dipandang sebagai sunnah taqririyah.
Praktek penerapan dinar dalam Islam di masa Rasulullah b terlihat pada uraian berikut:
Islam mewajibkan zakat pada emas dan perak dan menetapkan pula adanya nishab tertentu berdasarkan standar emas. Rasulullah b ber-sabda, “Pada setiap 20 dinar zakatnya adalah setengah dinar”. Artinya nisbah zakat dinar (emas) adalah 20 dinar (atau 85 gr emas), dan zakatnya sebesar 2,5 persen (1/40). Rasulullah, juga bersabda, “Pada setiap 200 dirham zakatnya adalah 5 dirham”. Artinya nishab zakat dirham (perak) adalah 200 dirham (atau 595 gr perak), dan zakatnya adalah 2,5 persen (1/40).
Islam mewajibkan pembayaran diyat (denda) dengan emas dan perak serta menentukan ukuran tertentu untuk masing-masingnya. Diyat berupa emas besarnya 1000 dinar, sedangkan diyat berupa perak besarnya 12.000 dirham. Diriwayatkan dari Ibn Abbas a bahwa pernah ada seseorang dari kabilah Bani Ady terbunuh. Nabi, kemudian menetapkan bahwa diyatnya adalah sebesar 12.000 dirham (H.R. Ashab As-Sunan).
Diriwayatkan pula dari Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr ibn Hasm. Ia menerimanya dari bapaknya dan bapaknya menerimanya dari kakeknya. Disebutkan bahwa Rasulullah, pernah menulis surat kepada penduduk Yaman. Dalam surat itu Rasulullah b bersabda, “Dalam jiwa seorang mukmin (yang terbunuh) ada diyat 100 ekor unta… dan bagi yang mempunyai dinar (diyatnya 1000 dinar)” (H.R. An-Nasa’i)
Mengapa mata uang emas menjadi pilihan? Hal ini dikarenakan, emas sebagai mata uang memiliki sejumlah keunggulan-keunggulan jika dibandingkan dengan uang fiat. Berikut adalah keunggulan mata uang emas:
Mata uang emas memiliki nilai nominal yang sama dengan nilai intrinsiknya.
Tidak seperti pencetakan dinar yang di back-up 100% oleh emas, pemerintah kapan saja dapat mencetak uang hampa karena tidak perlu di back up oleh emas. Artinya, masalah utama uang hampa (fiat money) adalah tidak adanya nilai intrinsik (harga yang dikandung uang tersebut). Bank Sentral yang pertama kali mengeluarkan uang hampa itu dapat memungut keuntungan luar biasa. Keuntungan ini diperoleh dari perbedaan ongkos pencetakan dan nilai legal uang. Perbedaan ini dalam istilah keuangan disebut “seigniorage”. Uang hampa ini diperkenalkan dalam sebuah ekonomi sebagai hutang atau pinjaman. Kemu-dian bank-bank komersial memungut keuntungan melalui penciptaan deposit berganda (multiple deposit creation) dengan meminjamkan kepada masyarakat. Sistem uang fiat dan penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement) bank ternyata telah memudahkan penggandaan uang dilakukan. Sebagai contoh, jika jumlah cadangan yang disyaratkan dimiliki setiap bank adalah 10%, dengan jumlah deposit Rp.1.000, bank akan dapat menggandakan jumlah deposit menjadi Rp.10.000. Proses penggandaan uang ini akan menimbulkan inflasi.
Nilai Mata Uang Emas Lebih Stabil
Kestabilan dinar akan mengeliminir upaya-upaya spekulasi di pasar Valas. Penggunaan dinar emas diyakini akan menutup semua gerak para spekulan untuk meraup keuntungan di pasar Valas melalui aktivitas arbitraging. Fluktuasi Dolar juga akan menentukan keuntu-ngan/kerugian para pemegang Dolar. Hal ini dialami para konglomerat Arab Muslim yang mendepositokan uangnya di bank-bank di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya yang telah mengalami keru-gian luar biasa ketika terjadi tragedy pemboman gedung World Trade Centre (WTC), 11 September 2001 di New York. Tragedi “11 September 2001” itu telah menyebabkan Dolar terdepresiasi luar biasa sehingga menyebabkan para konglomerat Arab mengalami kerugian bermilyar-milyar Dolar. Hal ini akan berbeda dengan menyimpan uang dalam bentuk Dinar emas yang tidak pernah berfluktuasi.
Nilai dinar emas adalah tetap dan tidak menimbulkan inflasi
Sejak mulai digunakan hingga saat ini, Dinar (sekitar Rp.400,250) masih bisa digunakan untuk membeli barang-barang dengan kuantitas dan kualitas yang sama yang dapat dibeli ketika dinar digunakan tempo dulu.
Nilai dinar emas juga tidak pernah mengikuti hukum ekonomi sebagaimana digambarkan oleh kurva penawaran dan permintaan (supply and demand curve).
Selama kurun 1988-1997, dunia mengalami pasokan emas sebanyak rata-rata 319 ton per tahun, tetapi harganya tetap relatif stabil. Malah, pada kurun 1994-1997, saat dunia mengalami defisit emas sebesar 384% harganya justru turun 14%. Realita ini persis seperti diakui oleh Alan Greenspan, dalam bukunya yang berjudul: Gold and Economic Freedom sebagai berikut: “in absence of the gold standard, there is no way to protect savings from confiscation trough inflation” (tanpa kehadiran uang standar emas, tidak ada cara untuk memproteksi penyu-sutan tabungan akibat inflasi).
Emas Terbukti Kebal dari Segala Krisis Ekonomi.
Ketika krisis Peso Meksiko, 1995, nilai emas disana naik 107% dalam waktu tiga bulan, ketika krisis Rupiah pada 1997, nilai emas di Indonesia melonjak 375% dalam kurun waktu tujuh bulan, dan ketika krisis Rubel di Rusia, 1998, nilai emas di Rusia naik 307% dalam waktu delapan bulan. Secara umum, meskipun harga emas dalam Dolar AS turun sekitar 30 % sejak 1990, rata-rata harga emas di dunia justru naik sebesar 20%.
Penggunaan Dinar akan mengurangi ketergantungan keuangan (financial dependency) para penggunanya terhadap Dolar akibat mismanajemen modal.
Ini dapat dilihat dari dunia perdagangan Internasional. Negara yang memiliki pembayaran defisit (mayoritas dunia Muslim) berarti jumlah dana dalam negeri lebih banyak mengalir ke luar negara ketimbang dana asing yang masuk ke dalam negara. Dalam kata lain, jumlah impor jauh lebih besar dari jumlah ekspor. Hal ini akan menyebabkan terjadinya capital flight yang tinggi menyebabkan devisa akan turun, kalupun tidak minus. Bila ini terjadi, maka untuk menutupi defisit budget negara harus didanai dengan hutang luar negeri. Keterpaksaan berhutang akan memerangkapkan negara penghutang terhadap keharusan untuk memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan negara donor (pemberi hutang), yang sifatnya sangat mencekik leher negara penghutang. Tahun ini Indonesia harus membayar bunga utang lebih Rp70 triliun plus cicilan utang lebih Rp. 60 triliun total sekitar Rp140 triliun. (Vincent Wijaya, Waspada).
Hal ini akan terus meningkat sesuai dengan kenaikan suku bunga. Keharusan menggunakan Dolar ketika membayar hutang akan menyebabkan nilai uang negara penghutang semakin rendah. Konsekuensinya, Negara penghutang berada pada pihak yang dirugikan karena harus membayar hutang dalam jumlah yang lebih banyak disbandingkan dengan hutang sesungguhnya. Ini semata-mata karena karena ketidakstabilan (appresiasi) nilai Dolar. Lain halnya, jika berhutang dengan Dinar maka sampai kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun, nilai Dinar tidak pernah berubah.
Selain alasan di atas, superioritas Dinar telah terbukti ketika AS menggunakan uang standar emas pada tahun 1879. Pada saat itu, tingkat inflasi di negara Super Power itu menurun drastis menyamai tingkat inflasi ketika uang standar standar emas digunakan pada tahun 1861. Penyebab utama krisis ekonomi yang berulangkali menerpa dunia karena pengadopsian sistem keuangan global yang menggunakan fiat money, bukan Dinar Emas.
Kembali kepada isu model penerapan uang emas, Malaysia sebagai pelopor diberlakukannya kembali sistem uang emas dalam transaksi internacional menegaskan bahwa negara itu tidak akan mengganti sistem mata uangnya yaitu ringgit dan sen dengan mata uang emas. Malaysia berusaha mengembalikan sistem Britten Woods yang pernah berlaku. Penggunaan mata uang emas untuk perdagangan internasio-nal selain akan menyebabkan efisiensi, maka kestabilan nilai emas sebagai alat tukar akan dapat meningkatkan nilai ekspor.
Ini sejalan dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Esquivel dan Larrain (2002) dalam paper diskusi kelompok G-24, dinyatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang berfluktuasi berdampak negatif terhadap laju ekspor negara-negara berkembang. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar dari mata uang akan menurunkan ekspor negara-negara berkembang rata-rata sebesar 2 persen. Volatilitas nilai tukar juga memiliki pengaruh negatif pada investasi asing langsung di beberapa negara. Selain itu, volatilitas menimbulkan uncertainty dan selanjutnya meningkatkan additional cost dalam perdagangan (Hamidi, 2006).
Keuntungan Penggunaan Dinar dan Dirham dalam Perdagangan Internasional
Penggunaan dinar dalam perdagangan internasional terutama dalam per-dagangan bilateral akan memberikan berbagai keuntungan (Meera, 2004: 95-98), di antaranya:
Mengurangi dan menghapus resiko nilai tukar. Resiko yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar akan mempengaruhi aktivitas ekonomi dunia terutama perdagangan internasional. Kehadiran uang dinar akan meng-hapus setiap resiko yang ditimbulkan dari nilai tukar karena dinar adalah mata uang yang stabil dan menguntungkan bagi setiap negara yang melakukan perdagangan, walaupun harga nilai emas berfluktuasi, tetapi tingkat perubahannya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat fluktuasi uang kertas saat ini.
Penggunaan dinar akan mengurangi terjadinya spekulasi, manipulasi dan arbitrasi terhadap mata uang nasional. Ketika tiga negara seperti Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam melakukan perdagangan maka akan ada tiga jenis mata uang. Tetapi dengan menjadikan dinar sebagai mata uang tunggal dalam perdagangan, maka tidak akan ada spekulasi atau arbitrasi yang terjadi dalam perdagangan tersebut. Pada prakteknya, situasi ekonomi dan politik sebuah negara akan mempengaruhi nilai tukar mata uangnya dan akan berengaruh pada pasar dan aktivitas ekonomi, tetapi dengan dinar sebagai mat uang global, hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan karena dinar bukan milik suatu negara tertentu.
Penggunaan dinar akan mengurangi biaya transaksi perdagangan (tran-saction cost) dan meningkatkan perdagangan. Jumlah uang dinar yang sedikit akan bisa menutupi transaksi dalam jumlah besar serta memberi-kan peluang kepada negara yang tidak memiliki cadangan devisa yang cukup sekalipun.
Penggunaan uang dinar dalam perdagangan akan meningkatkan perdaga-ngan yang pada akhirnya akan meningkatkan kerjasama antar negara peserta. Disamping itu, penggunaan dinar akan mempengaruhi kondisi mata uang domestik yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem moneter nasional.
Penggunan uang dinar dalam perdagangan internasional akan mengurangi sovereignty (kekuasaan). Dengan sistem perdagangan uang fiat (uang kertas) saat ini telah memberikan peluang dan ruang kepada negara-negara maju untuk menguasai perekonomian dunia dan memperlebar jurang antara negara kaya dengan negara miskin. Penggunaan dinar akan mengurangi ketergantungan negara berkembang dan miskin terhadap perekonomian negara maju, mengingat sebagian besar sumber daya alam di dunia ini berada di negara-negara berkembang.
Argument Rasional Ilmiah Penggunaan Dinar dan Dirham
Al-Ghazali membolehkan menggunakan uang fiat dengan persyaratan ketat seperti kewajiban menjaga kestabilan nilainya oleh pemerintah, dan Ibnu Khaldun menambahkannya untuk mendasarkan nilai uang fiat tersebut pada cadangan emas. Artinya mengajukan proposisi bahwa dinar adalah mata uang paling layak digunakan tidak sekedar berdasarkan romantisme sejarah Islam ataupun landasan ideologis semata.
Penggunaan dinar mestinya dilandasi argumen kelayakan yang berdasar nilai-nilai positif seperti stabil (stable) dan tahan lama (durable). Alasan dasar stabilitas merupakan unsur terpenting dari sebuah mata uang karena dapat melindungi nilai asset dari spekulasi dan hilangnya nilai likuiditas akibat volatilitas nilai tukar (Anwar 2002 )
Daya beli uang yang tidak berfluktuasi mencerminkan kekuatan dari sebuah alat tukar. Stabilitas mata uang dapat terpenuhi jika nilai nominal = intrinsik. Selain itu uang juga harus bersifat tahan lama sehingga tidak mudah rusak.
Selain stable dan durable, dari pemikiran beberapa Islamic Scholar dari mulai Ibnu Taimiyah, Ibnu Maskawih, sampai pemikir ekonomi kontem-porer, beberapa syarat tambahan agar sesuatu layak dipakai sebagai uang yaitu: Portable, uang harus praktis dan dapat digunakan dalam transaksi dimanapun; Divisible, uang dapat dipecah/digunakan dari transaksi kecil sampai besar.
Untuk transaksi kecil dapat menggunakan campuran emas dan logam lain dengan menyatakan nisbah secara transparan untuk mencegah bad money drives out good money ataupun lewat penggunaan kartu debit seiring dengan perkembangan teknologi terkini; dan terakhir syarat mata uang ialah desirable., menarik artinya sesuatu dapat dianggap uang jika dikehendaki semua orang karena barangnya menarik bagi banyak orang, tidak hanya karena fiat/perintah semata.
Merujuk kepada semua syarat-syarat mata uang di atas, maka kriteria semacam ini hanya mungkin bila mata uang terbuat dari sesuatu yang berharga dan nilainya stabil yaitu emas. Kalaupun digunakan media lain, katakan uang kertas, maka uang kertas tersebut harus didasari oleh nilai emas (atau perak).
Maslahat Penggunaan Dinar dan Dirham
Menggunakan mata uang dinar merupakan suatu keniscayaan, karena penggunaan dinar akan menciptakan keadilan ekonomi dan mengandung banyak kemaslahatan. Berikut ini disimpulkan kemaslahatan mata uang dinar tersebut:
Penerapan dinar secara luas akan ikut mengurangi inflasi yang selama ini terus membayangi ekonomi berbagai negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu kemudhratan ekonomi yang harus ditekan. Inflasi adalah fenomena yang signifikan meningkatkan kemiskinan masyarakat.
Penerapan dinar juga akan mewujudkan stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga ekonomi negara tidak terombang-ambing dan tidak mengalami volatilitas. Hasil penelitian Esquivel and Larrain (2002) menunjukkan bahwa volatilitas sangat berpengaruh terhadap penuru-nan export dan investasi.
Maslahat penerapan dinar dan dirham juga akan mengurangi secara signifikan tindakan spekulatif. Kalaupun emas dijadikan sebagai barang perdagangan, namun ketiadaan margin dari transaksinya membuat spekulan tidak mau melakukannya. Hal ini karena adanya keseimbangan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal yang terdapat pada dinar.
Penerapan dinar menjadi kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional, sekaligus mem-peringan beban ekonomi masyarakat.
Penerapan dinar secara fantastik praktis akan mengurangi ketergan-tungan terhadap dolar AS. Dampak positifnya bagi penciptaan stabili-tas moneter adalah akan semakin kecilnya kemungkinan negara-negara pengguna dinar setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager –yang sejauh ini terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri dan mengganggu kemaslaha-tan rakyat banyak di suatu negara. Mengecilnya ketergantungan terha-dap dolar AS akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit perlindungan kebangsaaan terhadap kepentingan nasional yang seharusnya menjadi bentuk baru nasionalisme saat ini. (Agus Wahid 2004).
Penerapan dinar dan dirham sebagai mata uang akan menyulitkan masyarakat untuk melakukan tindakan pemalsuan uang. Hal ini sangat berbeda dengan mata uang kertas yang relatif sangat mudah dipalsu-kan.
Dalam konteks keindonesiaan, penerapan dinar di Indonesia, menyela-matkan destruksi rupiah yang senantiasa terjadi. Dengan demikian penerapan dinar adalah wujud nyata kecintaan kepada kemaslahatan bangsa.
Berdasarkan kajian ilmiah dan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa mata uang dinar adalah mata uang terbaik. Dengan kemampuannya menjaga nilainya sendiri maka Dinar Emas mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang dapat meredam terjadinya spekulasi, manipulasi dan menekan inflasi secara signifikan, sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen stabilitas moneter yang ampuh.
Prinsip-Prinsip Syariat Islam
Syariat Islam mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
Tidak Memberatkan
Hal ini berarti bahwa syari’ah Islam tidak membebani manusia dengan kewajiban di luar kemampuannya, sehingga tidak berat untuk dilaksanakan. Firman Allah k antara lain :
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S. Al Hajj [22]: 78)
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 185)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggu-pannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (Q.S. Al Baqarah [2]: 286)
Ayat-ayat yang bersifat umum tersebut telah dijadikan pokok dan dasar syariat. Berdasarkan ayat-ayat yang demikian itu, diadakan rukhshah, yakni aturan-aturan yang meringankan agar jangan menempatkan orang Islam dalam keadaan yang sulit dan berat. Antara lain dalan Al Quran disebutkan:
Keringanan berbuka puasa bagi orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan :
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya .” (Q.S. Al Baqarah [2]: 184).
Keringanan bertayamum bagi orang yang tidak boleh menggunakan air :
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memper-oleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak member-sihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al Maidah [5]: 6).
Keringanan membolehkan memakan bangkai atau makanan lain-nya apabila dalam keadaan terpaksa :
“Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 173).
Menyedikitkan Beban
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al Maidah [5]: 101).
Kandungan ayat tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak disebutkan dalam syari’at Islam tidak perlu dipertikaikan bagaimana ketentuan hukumnya, hal itu merupakan rahmat Allah k untuk tidak memperbanyak beban kepada umat manusia.
Sabda Rasulullah:
وَقَدْ سُئِلَ عَنِ الْحَجِّ افِى كُلِّ عَامٍ؟ فَقَالَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوْ جَبَتْ ذَرُوْنِيْ مَا تَركْتُمْ فَاِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةٍ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ اَنْبِيَائِهِمْ (الحديث
“Rasulullah telah ditanya tentang haji: Apakah haji itu harus dilakukan setiap tahun ? Rasulullah b menjawab : Jika aku katakan ya, pasti akan menjadi wajib, maka biarkanlah apa yang aku tidak kerjakan bagimu, karena hancurnya orang-orang umat sebelum kamu karena banyaknya pertanyaan mereka dan perbedaan pendapat mereka terhadap Nabi mereka.” (Al Hadits).
Berangsur-Angsur dalam Menetapkan Hukum
Pada awal ajaran Islam diturunkan, Allah k belum menetapkan hukum secara tegas dan terperinci, karena bangsa Arab pada waktu itu telah menggunakan adat kebiasaan mereka sebagai peraturan dalam kehidupan. Pada saat itu adat mereka ada yang baik dan dapat diteruskan, tetapi ada pula yang membahayakan dan tidak layak untuk diteruskan. Oleh karena itu syari’ah secara berangsur-angsur menetapkan hukum agar tidak mengejutkan bangsa yang baru mengenalnya, sehingga perubahan itu tidak terlalu dirasakan yang akhirnya sampai pada ketentuan hukum syari’ah yang tegas.
Tahapan-tahapan dalam menetapkan syari’ah Islam menempuh cara sebagai berikut:
Berdiam diri, yakni tidak menetapkan hukum kepada sesuatu, karena buat sementara masih perlu diperkenankan, yang kemudian akan diharamkan. Cara ini dilakukan antara lain dalam masalah warisan. Islam tidak segera membatalkan hukum warisan jahiliyah, tetapi akhirnya diganti dengan hukum warisan Islam dan sekaligus membatalkan hukum warisan Jahiliyah tersebut.
Mengemukakan permasalahan secara mujmal, yakni dikemukakan secara terperinci. Hal ini dapat dilihat antara lain dalam hukum peperangan, Firman Allah: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Q.S. Al Hajj [22]: 39)
Mengharamkan sesuatu secara berangsur-angsur, sebagaimana ditemui dalam cara mengharamkan khamar (arak). Rasulullah pernah ditanya tentang khamar dan maisir (Judi), yang sudah menjadi kebiasaan dikalangan masyarakat Arab waktu itu. Firman Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkah-kan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al Baqarah: 219).
Dengan ayat tersebut, syari’ah belum menetapkan arak dan judi haram, tetapi dengan menyebut dosanya lebih besar, ada kesan melarangnya.
Baru pada tahap berikutnya Allah mengharamkannya dengan perintah untuk meninggalkannya. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al Maidah [5]: 90).
Memperhatikan Kemaslahatan Manusia dalam Menetapkan Hukum
Allah dalam menetapkan hukum selalu mempertimbangkan kemaslahatan hidup umat manusia. Oleh karena itu dalam proses penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga aspek:
Hukum ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum tersebut.
Hukum ditetapkan hanya menurut kadar kebutuhan masyarakat.
Hukum hanya ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang berhak menetapkan hukum.
Keadilan yang Merata
Menurut syariat Islam kedudukan semua orang adalah sama dihada-pan Allah k, yang membedakan adalah tingkatan taqwa mereka. Oleh karena itu orang yang kaya dengan orang yang miskin sama dihadapan Allah k dalam hal pengadilannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah k dalam Q.S. Al Maidah [5]: 8:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerja-kan.” (Q.S. Al Maidah [5]: 8)
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّابِ
(A/R8/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)