Perintis Ponpes Al-Fatah Al-Muhajirun, Ustaz KH. Damiri Thalib Wafat

Al-, Lampung Selatan, MINA – Assabiqunal Awwalun Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Ustaz KH. M Damiri bin Thalib, 80 tahun, tutup usia, Sabtu (14/8) pukul 20.15 WIB.

Allahuyarham Ustaz. Damiri lahir di Sinar Banten, Talang Padang, 23 November 1941. Beliau akan dishalatkan di Masjid An-Nubuwwah, Komp. Ponpes Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah Al-Muhajirun, Lampung Selatan esok hari, Ahad (15/8).

Desember 1974, Ustaz Damiri hijrah (pindah) dari kediamannya di Talangpadang, Tanggamus ke Dusun Al-Muhajirun Lampung Selatan yang saat itu masih belum tertata seperti saat ini. Bersama dengan beberapa teman-teman seperjuangannya, Ustaz Ansor, Ustaz Saifudin, Ustaz Muchdir, dan yang lainnya, mereka menata dan mengurus administrasi pembukaan kampung yang saat ini dikenal sebagai Kampung Islam Internasional Al-Muhajirun.

Sahabat seperjuangan Ustaz Damiri, Muchdir Alimin saat diwawancarai MINA mengatakan, dirinya mengaku belum menemukan sosok pengganti seperti beliau yang merupakan seorang Da’i yang sangat gigih, tegas dan istiqomah.

“Dakwah beliau cukup mudah dipahami oleh masyarakat, alim dan gigih. Untuk urusan administrasi beliau cukup telaten, ketegasannya cukup baik, tidak jauh seperti Ustaz Saifudin,” katanya.

“Saat itu, sewaktu memperjuangkan Muhajirun, beliau Allahuyarham pernah telinganya ditendang oleh oknum aparat, itulah kenapa kemudian beliau menggunakan alat bantu untuk mendengar,” jelas Muchdir.

Ustaz Damiri, lanjutnya, termasuk yang awal mengurus tentang masalah hak kepemilikan lahan tanah Muhajirun, sampai kepada peraturan-peraturan di Kampung Muhajirun yang sampai sekarang bisa terus berjalan.

“Bersama-sama kami merancang rambu-rambu untuk Kampung Muhajirun, tentu visinya tidak lepas dari Al-Qur’an dan Sunnah, tata tertib yang seperti mudah dibuat, tetapi sulit dilaksanakan. Salah satu sisi kecilnya adalah peraturan masuk kampung Muhajirun untuk tidak merokok dan harus berbusana muslim,” katanya.

“Maka syukur tidak hanya sekedar memanfaatkan hasil, tetapi juga tentang bagaimana menghormati orangtua, menghormati pendahulunya, apalagi hari ini, tidak cukup berjuang di Jamaah hanya dengan ilmu saja, tapi juga perlu ruhul jihadnya,” lanjutnya.

Selain beliau sebagai salah satu pembuka Kampung Al-Muhajirun, pada tahun 1976 beliau juga termasuk yang ikut mengembangan Ponpok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah yang saat itu beliau adalah Amir Tarbiyahnya sampai pada tahun 80-an yang kemudian dilanjutkan oleh Ustaz Abul Hidayat Saerodjie.

Sementara, salah seorang murid Ustaz Damiri, Heri Budianto mengungkapkan, Allahuyarham merupakan sosok yang sangat visioner, mengargai disiplin ilmu dan gemar berdiskusi membedah berbagai masalah keumatan.

“Ketika itu, antara tahun 1993-1994 mengajak diskusi tentang Masterplan, sesuatu yang sangat langka dipikiran seorang Kyai yang berlatar belakang Din. Beliau menyodorkan ke kami tentang Markaz yang akan dibebaskan di mana Ikhwan-ikhwan Lampung akan Hijrah. yaitu Oku Sumsel dengan luas 300 hektare. Setelah dibentuk Tim dengan arahan dan diskusi cukup rumit dengan Almarhum selesai juga,” ujar Heri.

“Jujur itulah perdana kami membuat masterplan yang real yang selama ini hanya kami dapat teori dari bangku kuliah,” ungkapnya, “Semoga seluruh amal sholehnya diterima oleh Allah dan dimasukkan ke syurga bersama orang-orang sholeh lainnya. Kami menjadi saksi banyak amal jariyah yang telah Beliau tinggalkan,” lanjutnya. (L/R12/B03/P1)

Mi’raj News Agency (MINA).

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.