Jakarta, 20 Ramadhan 1438/15 Juni 2017 (MINA) – Mata pelajaran agama merupakan bagian dari penguatan pendidikan karakter.
Pada penerapan lima hari waktu sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menempuh pola kerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Agama untuk menyiapkan seperangkat petunjuk teknis (Juknis).
Demikian hal itu mengemuka saat jumpa pers mengenai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (14/6).
“Mata pelajaran agama merupakan penguatan pendidikan karakter, pada pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah berbasis keagamaan baik muslim maupun non muslim akan ditempuh dengan pola kerja sama Kemendikbud dengan Dirjen Pendidikan Agama Kemenag,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, di Jakarta, Rabu (14/6).
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Hamid menegaskan, kerja sama tersebut akan tertuang di dalam seperangkat juknis “Juknisnya akan disiapkan untuk mengatur pelaksanaan ekstrakurikuler selama lima hari sekolah di sekolah berbasis agama,” ujar Hamid.
Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter Arie Budiman menjelaskan, terdapat lima nilai utama karakter prioritas Penguatan Pendidikan Karakter yang diterapkan lima hari sekolah, meliputi religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas.
Melalui lima hari sekolah, fokus pembinaan karakter berlangsung bukan semata pada mata pelajaran konvensional, tapi juga mencakup kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
“Fokusnya dalam pembinaan karakter delapan jam sekolah itu bukan mata pelajaran konvensional saja tapi ada kegiatan pelajaran kokurikuler dan ekstrakurikuler yang diperkuat,” jelas Arie.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah mengatur sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama religiusitas atau keagamaan.
Pada sisi lain, pemerhati bidang pendidikan Doni Koesoema mengungkapkan dimensi pelajaran agama agar menfokuskan pada hubungan antara diri pribadi, Tuhan dan sesama, alam sekitar. “Sudah saatnya, sekolah mengajarkan pendidikan agama tidak hanya sekedar mengajarkan berdasarkan pengelompokkan agama, perlu menekankan ajaran agama yang mementingkan kepentingan umum,” jelasnya.
Dia mencontohkan, para siswa dapat diberi kesempatan untuk saling menceritakan konsep berbagi menurut agama masing-masing. Kemudian, anak-anak tersebut dapat saling membantu dengan teman yang beragama berbeda.
“Saat bulan puasa, anak-anak yang beragama nonmuslim dapat saling membantu teman yang sedang puasa dengan memberikan takjil, ataupun saling memberikan bingkisan kepada teman yang sedang merayakan Hari Raya Natal atau Hari Raya Keagamaan lainnya,” ujarnya.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Sehingga, dengan pengembangan diri ini, Doni menambahkan penguatan pendidikan karakter diterapkan dengan format yang bisa disatukan dengan keragaman agama lain, yaitu bagaimana saling bahu membahu dan menghargai kearifan lokal. (T/R05/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia