PERTEMUAN RAJA PASUKAN GAJAH DAN PENJAGA KA’BAH

Ilustrasi pasukan gajah
Ilustrasi pasukan gajah

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Raja Abrahah dan tentaranya dari Habasyah (Yaman), tiba di suatu daerah bernama Khats’am. Kedatangan mereka mendapat perlawanan dari tokoh daerah tersebut yang bernama Nufail bin Habib yang bersama kaumnya melakukan perlawanan, namun dengan mudah di kalahkan oleh tentara Abrahah.

Nufail bin Habib ditawan oleh tentara Abrahah. Pada mulanya Abrahah akan membunuhnya, tetapi kemudian Nufail bin Habib di maafkan dengan syarat harus bersedia menjadi penunjuk jalan menuju kota .

Sebelum menyerang Ka’bah di Makkah, Abrahah dari Yaman mengutus Al-Aswad bin Maqsud disertai pasukan berkudanya untuk menyerang Makkah. Kekayaan Makkah milik orang-orang Quraisy dan selain orang-orang Quraisy diserahkan kepadanya, termasuk dua ratus ekor unta milik Abdul Muththalib.

Abdul Muththalib adalah pemimpin dan tokoh orang-orang Quraisy. Karena kejadian tersebut, orang-orang Quraisy, Kinanah, Hudzail, dan semua pihak yang berada di tanah suci ingin memerangi Abrahah. Namun mereka tidak sanggup.

Setelah serangan, Abrahah kemudian mengutus Hanathah Al-Himyari ke Makkah untuk menemui pemimpin Makkah dengan membawa berpesan: “Tanyakan siapa pemimpin dan tokoh negeri ini, kemudian katakan kepada pemimpin tersebut, bahwa sesungguhnya raja (Abrahah) berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya kami datang ke tempat kalian tidak dengan maksud memerangi kalian. Kami datang untuk menghancurkan rumah ini (Ka’bah). Jika kalian tidak menghalang-halangi kami dengan mengumumkan perang melawan kami, kami tidak butuh darah kalian. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bermaksud memerangiku, maka bawa dia kepadaku.”

Tiba di Makkah, Hanathah menanyakan siapa pemimpin orang-orang Quraisy, kemudian dikatakan kepadanya, bahwa pemimpin orang-orang Quraisy adalah Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai.

Kemudian Hanathah menemui Abdul Muththalib dan menjelaskan kepadanya apa yang diperintahkan Abrahah.

Abdul Muththalib berkata kepada Hanathah, “Demi Allah, kami tidak ada maksud untuk memerangimu, karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Rumah ini (Ka’bah) adalah Rumah Allah yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim Alaihis-Salam—atau seperti yang dikatakan Abdul Muththalib. Jika Allah melindunginya, itu karena Ka’bah adalah Rumah-Nya dan rumah suci-Nya. Jika Allah tidak melindunginya, demi Allah, kami tidak mempunyai kekuatan untuk melindunginya. ”

Hanathah berkata kepada Abdul Muththalib, “Mari ikut aku, karena aku diperintahkan pulang membawamu.”

Dengan didampingi sebagian anak-anaknya, Abdul Muththalib pergi bersama Hanathah.

Tiba di barak Abrahah, Abdul Muththalib menanyakan seorang bernama Dzu Nafr, karena ia sahabatnya.

Ketika berjumpa dengan Dzu Nafr di penahanannya, Abdul Muththalib berkata kepada Dzu Nafr, “Wahai Dzu Nafr, apakah engkau mempunyai kekuatan untuk mengatasi musibah yang menimpa kami?”

Dzu Nafr berkata, “Apalah artinya kekuatan tawanan raja? Ia menunggu kapan dibunuh, pagi hari atau sore hari? Aku tidak mempunyai kekuatan sedikit pun untuk mengatasi musibah yang menimpamu. Namun Unais, pengendali unta adalah sahabat karibku. Aku akan datang kepadanya kemudian aku perintahkan dia untuk berbuat baik kepadamu, menjelaskan kepadanya bahwa hakmu amat besar, dan memintanya mempertemukanmu dengan Raja Abrahah, kemudian engkau berkata kepadanya apa saja yang engkau inginkan, serta membelamu dengan baik di sisinya, jika ia mampu melakukannya.”

Abdul Muththalib berkata, “Itu sudah cukup bagiku.”

Kemudian Dzu Nafr menemui Unais, dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya Abdul Muththalib adalah pemimpin orang-orang Quraisy, dan pemilik rombongan dagang Makkah. Ia memberi makan orang-orang di dataran rendah, dan binatang buas di puncak gunung. Sungguh, Raja Abrahah telah mengambil dua ratus ekor untanya. Oleh karena itu, mintakan izin untuknya agar ia bisa bertemu dengan Raja Abrahah, dan berilah pembelaan kepadanya sesuai dengan kemampuanmu!”

Unais berkata, “Itu akan aku kerjakan.”

Kemudian Unais berbicara kepada Abrahah. Ia berkata kepadanya, “Paduka Raja, sesungguhnya pemimpin Quraisy sedang berada di pintumu untuk meminta izin bertemu denganmu. Ia pemilik rombongan dagang Makkah, memberi makan orang-orang di dataran rendah, dan binatang buas di puncak gunung. Izinkan dia masuk agar ia bisa mengutarakan maksudnya kepadamu!”

Abrahah pun mengizinkan Abdul Muththalib masuk kepadanya.

 

Baitullah mempunyai Tuhan yang memeliharanya

Ka'bah pada tahun 1953.
Ka’bah pada tahun 1953.

lbnu lshaq berkata: Abdul Muththalib adalah orang yang paling tampan, dan paling agung. Ketika Abrahah melihatnya, ia memuliakannya, mengagungkannya, dan menghormatinya dengan tidak menyuruhnya duduk di bawahnya. Abrahah tidak suka dilihat orang-orang Habasyah mendudukkan orang lain di atas singgasananya. Oleh karena itu, ia turun dari singgasananya, kemudian duduk di atas permadaninya dan mendudukkan Abdul Muththalib di sebelahnya.

Abrahah berkata kepada penerjemahnya, “Katakan kepadanya (Abdul Muththalib), ‘Apa keperluanmu?’.”

Penerjemah Abrahah menjelaskan ucapan Abrahah kepada Abdul Muththalib, kemudian Abdul Muththalib berkata, “Keperluanku ialah hendaknya Raja Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta yang dirampasnya dariku.”

Usai diterjemahkan, Abrahah berkata, “Sesungguhnya aku kagum kepadamu ketika aku melihatmu, kemudian aku tidak mau berbicara banyak kepadamu ketika engkau berkata kepadaku. Apakah engkau membicarakan dua ratus ekor unta yang aku rampas darimu dan engkau meninggalkan rumah (Ka’bah) yang tiada lain adalah agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk menghancurkannya dan engkau sedikit pun tidak menyinggungnya?”

Abdul Muththalib berkata kepada Abrahah, “Sesungguhnya aku adalah pemilik unta, dan rumah tersebut mempunyai Pemilik yang akan melindunginya.”

Abrahah berkata, “Ia tidak layak menghalang-halangiku.”

Abdul Muththalib berkata, “Itu terserah antara engkau dengan-Nya.”

Menurut pendapat sebagian ulama, ketika Abdul Muththalib menemui Abrahah bersama dengan utusan Hanathah, Abdul Muththalib ditemani Ya’mur bin Nufatsah pemimpin Bani Bakr, dan Khuwailid bin Watsilah Al-Hudzali pemimpin Hudzail.  Keduanya menawarkan siap memberikan sepertiga kekayaan Makkah kepada Abrahah dengan konpensasi Abrahah pulang ke negerinya dan tidak menghancurkan Baitullah.

Abrahah menolak tawaran keduanya. Kemudian Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta kepada Abdul Muththalib yang telah dirampasnya.

Doa para penjaga Ka’bah

Usai ketiganya bertemu dengan Abrahah, Abdul Muththalib menemui orang-orang Quraisy dan menjelaskan permasalahan yang sesungguhnya. la perintahkan mereka keluar dari Makkah, dan berlindung diri di puncak gunung, dan syi’ib (jalan di antara dua gunung), karena khawatir mendapatkan gangguan dari pasukan Abrahah.

Setelah itu, Abdul Muththalib mengambil rantai pintu Ka’bah dan berdoa dengan beberapa orang Quraisy kepada Allah dan meminta pertolongan-Nya atas Abrahah dan pasukannya.

Abdul Muththalib dalam do’anya berkata sambil memegang rantai Ka’bah,

Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba telah melindungi pelananya
Maka linndungilah Rumah-Mu
Ya Tuhan, salib mereka tidak akan mengalahkan-Mu besok pagi
Karena hanya Engkaulah Yang Mahakuat
Jika Engkau membiarkan mereka dan kiblat kami
Maka itu karena sesuatu yang telah Engkau inginkan sebelumnya

Ibnu Hisyam berkata, “Itulah perkataan yang dikatakan Abdul Muththalib.”

Ibnu lshaq berkata bahwa Ikrimah bin Amir bin Hasyim berkata,

Ya Allah, hinakan Al-Aswad bin Mas’ud
Orang yang telah merampas dan memotong unta betina yang banyak air susunya dalam keadaan terikat
Ia menahannya di antara Gunung Hira’ dan Gunung Kabir; serta padang pasir
Padahal biasanya unta-unta tersebut bebas pergi ke mana ia suka
Kemuadian ia menyatukan unta-unta tersebut kepada orang-orang Sudan
Ya Tuhan, gagalkan rencananya, karena Engkau Maha Terpuji

Ibnu Hisyam berkata, “ltulah ucapan yang benar yang diucapkan Ikrimah.”

Ibnu Ishaq berkata, “Setelah berdoa, Abdul Muththalib melepaskan rantai pintu Ka’bah, lalu bersama dengan beberapa orang-orang Quraisy, ia pergi ke puncak gunung untuk berlindung di dalamnya dan menunggu apa yang akan diperbuat Abrahah terhadap Makkah jika ia telah memasukinya.”

Kisah Gajah Mahmud, pemimpin para gajah

Esok harinya, Abrahah bersiap-siap untuk memasuki Makkah. la menyiapkan gajah-gajahnya, dan memobilisasi pasukannya. Abrahah menaiki gajah terbesar yang bernama Mahmud. la membulatkan tekatnya untuk menghancurkan Ka’bah, kemudian pulang ke Yaman.

Ketika Abrahah dan pasukannya telah mengarahkan gajahnya masing-masing ke Makkah, tiba-tiba Nufail bin Habib Al-Khats’ami datang, kemudian berdiri di samping gajah Abrahah, Mahmud, dan membisikkan kepadanya, “Duduklah wahai Mahmud, atau pulanglah dengan damai ke tempatmu semula, karena sesungguhnya engkau sekarang berada di tanah haram!”

Nufail bin Habib melepaskan telinga Gajah Mahmud dan gajah itu pun duduk. Setelah itu, Nufail bin Habib pergi dan naik ke gunung. Pasukan Abrahah memukul Gajah Mahmud agar berdiri, namun ia menolak berdiri. Mereka memukul Gajah Mahmud dengan mencucuk lambungnya agar berdiri, namun ia tetap menolak berdiri. Mereka memasukkan mihjan (tongkat yang berkeluk kepalanya) ke bawah perutnya dan mengiris perutnya agar berdiri, namun gajah Mahmud tetap menolak berdiri.

Mereka menghadapkan gajah Mahmud ke arah Yaman, ternyata ia langsung berdiri dan berlari. Mereka menghadapkan lagi Gajah Mahmud ke arah Syam, ternyata berdiri dan berlari. Mereka menghadapkan Gajah Mahmud ke arah timur, ia pun berdiri dan lari seperti sebelumnya. Mereka menghadapkannya ke Makkah, namun ia menolak berdiri.

Hukuman Allah kepada Abrahah

Kemudian Allah Ta’ala mengirim pasukannya berupa burung-burung kepada pasukan Abrahah, seperti burung layang-layang dan burung balsan (sejenis burung Hung) dari arah laut. Setiap burung membawa tiga batu; satu batu di paruhnya, dan dua batu di kedua kakinya. Batu-batu tersebut mirip kacang dan adas.

Jika batu tersebut mengenai salah seorang dari pasukan Abrahah, ia pasti tewas, namun tidak semuanya dari mereka terkena batu tersebut. Mereka lari kocar-kacir, berebutan mencari jalan yang telah dilaluinya, dan mencari-cari Nufail agar ia menunjukkan jalan ke arah Yaman. (T/P001/R11)

Sumber: Kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0