Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Tentu tidak serta merta jika Ulama Al-Azhar Mesir pada awal Juli 2016 kemarin sampai mengeluarkan fatwa berupa kecaman terhadap permainan ponsel Pokemon GO yang kini marak digemari anak-anak dan remaja Muslim.
Kepala Deputi Lembaga Islam Al-Azhar, Syaikh Abbas Shuman, mengecam permainan itu dan mengatakan sebagai “mania berbahaya”. Bahkan menurutnya, permainan itu sebanding dengan “memabukkan”.
“Game ini membuat orang terlihat seperti pemabuk di jalanan, sementara mata mereka terpaku pada layar ponsel ke lokasi Pokemon dengan harapan ia dapat menangkap itu,” kata Syaikh Shuman seperti dirilis www.rt.com.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Permainan Pokemon Go diluncurkan bulan Juli atau lebaran ini untuk perangkat iPhone dan Android, menyusul Facebook dan Snapchat untuk orang-orang yang menghabiskan waktunya dalam game.
Permainan juga telah mendorong keamanan data dan masalah keamanan pribadi di tempat lain.
Menurut catatan Pos Kota edisi 15 Juli 2016, permainan Pokemon GO yang langsung populer setelah dirilis beberapa waktu lalu. Permainan yang dikembangkan oleh perusahaan Niantic memanfaatkan teknologi augmented reality ini mengajak penggunanya berjalan di sekeliling lingkungan tempat tinggalnya untuk mencari dan menangkap karakter kartun virtual dengan telepon pintarnya.
Menurut data, di Amerika Serikat telah terjadi beberapa perampokan dan tabrakan kendaraan yang disebabkan karena pengguna terlalu asyik dengan permainannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Sedangkan di Tiongkok mulai berkembang teori konspirasi bahwa permainan ini dimanfaatkan oleh Jepang dan Amerika Serikat untuk mencari tahu lokasi pangkalan militer Tiongkok berdasarkan bisa tidaknya pengguna menangkap karakter Pokemon.
Nintendo yang membuat karakter Pokemon bekerjasama dengan Google, perusahaan Amerika Serikat yang memberikan peta bagi pemain, menempatkan Pokemon-Pokemon langka di tempat yang belum pernah dikunjungi pemain. Bila tidak ada pemain yang bisa menangkapnya, bisa disimpulkan wilayah tersebut merupakan wilayah terlarang bagi warga sipil dan diduga kuat zona militer.
“Kemudian, saat perang terjadi, Jepang dan Amerika Serikat dengan mudah mengarahkan peluru kendali mereka. Dan Tiongkok akan hancur gara-gara invasi permainan buatan Jepang-Amerika Serikat tersebut,” demikian postingan yang beredar di media sosial Weibo.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lu Kang mengatakan bahwa pihaknya memang belum mengetahui adanya laporan tentang kemungkinan permainan tersebut bisa menimbulkan ancaman keamanan nasional. Sebab di Tiongkok sendiri layanan Google diblokir.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Namun yang jelas, ulama Al-Azhar berpikir permainan itu telah menyebabkan gangguan pada pekerjaan dan kegiatan ibadah keagamaan.
Fatwa serupa sebelumnya juga disampaikan ulama Arab Saudi pada bulan Maret 2016 lalu.
“Kartun Jepang telah mengganggu pikiran anak-anak, dan lebih mempromosikan zionisme dan perjudian”, fatwa Saudi, menurut ABC News.
Pokemon = Pocket Monster
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Berawal dari kreativitas Satoshi Tajiri seorang insinyur pengembang video game asal Jepang pada tahun 1995.
Ia menemukan game Pokemon, yang kemudian menjadi salah satu waralaba media yang dimiliki oleh perusahaan permainan video Nintendo, yan sukses dalam game serial Mario.
Kata pokemon itu sendiri dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari dua kata : yaitu kata (poke) yang merupakan singkatan dari kata (pocket), artinya ; kantong/saku. Dan kata (mon) yang merupakan singkatan dari kata (monster), artinya ; monster. Jadi artinya ialah monster saku. Maksudnya merupakan ungkapan betapa kecilnya monster-monster ini hingga dapat terwadahi oleh saku.
Di permainan Pokemon ada nama-nama tokoh, dan yang termasyhur adalah Pikachu. Dalam bahasa Jepang Pika artinya bersinar, dan Chu artinya suara tikus. Ada juga tokoh Charmander yang menunjukkan makna kadal api. Demikian menurut Atase Kebudayaan Jepang di Yordania, Kuji Taharo, tahun 2001.
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
Media Al-Manhaj mengutip pernyataan juru bicara produsen kartun Pokemon, mengingkari kalau perusahaannya menggunakan syiar-syiar keagamaan dalam produk-produknya.
Media Ad-Dustur Jordania juga menyebutkan pernyataan beberapa Doktor ahli bahasa Suryani di Universitas Yarmuk, bahwa kalimat Pokemon, Pikachu dan nama-nama lain dalam kartun itu, tidak ada kaitannya dengan bahasa Suryani. Bahkan nama-nama itu asing bagi bahasa Suryani. Begitu pula anggapan bahwasanya menggunakan bahasa Ibrani.
Di media Jurnal Muslim disebutkan Pokemon sendiri mengandung arti “Aku Yahudi”, diambil dari bahasa Syriac, atau bahasa Suryani. Tokoh utama di dalamnya bernama Pikachu, yang katanya artinya adalah “Jadilah Yahudi”. Ada juga tokoh Charmander yang diartikan dengan “Tuhan itu lemah”.
Adapun inti dari permainan ini adalah mengajak penggunanya fokus menangkap semua spesies Pokemon yang ada di sebuah region tempat pengguna berada. Lalu, pengguna yang sudah mulai tertarik pun dituntut untuk mengembangkan spesies Pokemon agar menjadi kuat dan kemudian bisa menang melawan penantang yang lain. Hingga kecanduan untuk melawan pelatih terkuat pihak lawan.
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Jadilah Pokemon memang bagai “Monster in My Pocket” atau “Pocket Monster”, yang dibawa ke mana-mana oleh anak-anak dan generasi muda kita.
Tujuan permainan ini adalah memacu pengguna meraih keuntungan dengan mengumpulkan kartu sebanyak mungkin. Sementara itu, kartu-kartu yang berisi monster-monster yang memiliki kemampuan lebih dan berbahaya dijual dengan harga lebih mahal. Anak-anak pun tentu senang beradu dan berlomba mendapatkannya.
Anak yang menang adalah yang di anggap dapat mengalahkan kartu lawannya. Maka ia berhak mendapatkan kartu-kartu lawannya, atau lawan harus menebusnya dengan uang. Ini unsur perjudian yang memungkinkan anak terlibat di dalamnya. Maka jangan heran apa yang diminta anak-anak sekarang? Beli pulsa, beli kartu, beli chip.
Permainan seperti ini tidak akan ada habis-habisnya, sebab akan selalu diciptakan pembaharuan dan pengembangan tokoh-tokoh monster yang baru dan selalu diciptakan lahan-lahan adu permainan yang baru pula, secara besar-besaran.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Menurut catatan Aktualita, saat ini pengguna game melalui perangkat mobile tengah digandrungi generasi anak-anak dan remaja di dunia, dengan bermain Pokemon Go. Game ini dirilis awal di Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Jepang. Nintendo Pokemon GO juga direncanakan akan dirilis segera di lebih dari 200 kota di dunia.
Game ini berkembang pesat mendunia setelah The Pokémon Company Jepang menyadari bahwa permainan itu tidak akan sukses bila tanpa bantuan rekan dari luar Jepang. Akhirnya menciptakan anak perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat, The Pokémon Company International.
Adapun di Indonesia, pengguna android dan iOs saat ini kebanyakan men-download dari website pihak ketiga.
Dengan aplikasi Pokemon, pengguna dipaksa melototin hp-nya untuk menangkap ‘monster-monster’ yang berkeliaran bertebaran seolah di dunia nyata melalui kamera yang tersambungkan dengan layanan lokasi internet Google Maps tentunya.
Baca Juga: Palestina Memanggilmu, Mari Bersatu Hapuskan Penjajahan
Untuk menangkap monster ini diperlukan sejenis bola bernama Pokeballs yang didapatkan dari Pokesrops dengan membelinya menggunakan aplikasi koin. Koin-koin ini biasanya ada di jalanan, taman, rumah bahkan di tempat-tempat ibadah.
Begitu mewabahnya permainan ini yang menyerbu kalangan generasi anak-anak game di kawasan Asia, Afrika hingga ke Timur Tengah. Pihak berwenang di negara-negara Timur Tengah pada hari Jumat (15/7/2016) lalu pun memperingatkan bahaya keamanan aplikasi permainan smartphone baru Pokemon GO tersebut.
Kementerian Dalam Negeri Kuwait, seperi disebutkan media setempat Venture Beat mengatakan, pengguna diharuskan menahan diri untuk menunjuk kamera ponsel saat Pikachu bermunculan di depan istana Emir Kuwait, masjid, fasilitas minyak atau pangkalan militer.
“Bahaya dalam menangani permainan ini adalah bahwa hal itu dapat melibatkan daerah pengguna pemotretan terdekat dengan ponsel yang mentransfer gambar ke pihak ketiga,” Wakil Kementerian Suleiman al-Fahd.
Baca Juga: Korupsi, Virus Mematikan yang Hancurkan Masyarakat, Ini Pandangan Islam dan Dalilnya!
Pengguna generasi anak-anak kini telah menjadi kecanduan Pokemon, yang menjadikan mereka berjalan-jalan dalam pencarian “monster saku” yang ditumpangkan pada layar ponsel melalui kamera.
Bahkan, makhluk berwarna-warni itu telah terlihat di tempat-tempat khusus seperti piramida Mesir dan Masjid Al-Aqsha Palestina.
Sementara itu, Otoritas Regulator Telekomunikasi Uni Emirat Arab mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya masih menunggu peluncuran resmi game di negara itu dan menghindari dari “pelanggaran privasi pengguna.”
“Penjahat bisa saja menyebarkan perangkat lunak berbahaya yang menyamar dalam aplikasi ini. Aplikasi menggunakan teknologi ini dapat merusak sistem operasi ponsel atau memata-matai pemiliknya,” kata pernyataan itu.
Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir
Permainan ini pernah dilarang masuk ke Irak pada era Presiden Sadam Husein tahun 2000-an, karena dikhawatirkan dampak negatifnya bagi generasi dan lingkungan.
Aplikasi ini mengingatkan aksi-aksi massa atas nama lebel pro-demokrasi “Arab Spring” tahun 2011, yang telah menggunakan ponsel melalui aplikasi media sosial yang digunakan secara luas oleh kaum muda di wilayah tersebut, untuk menunjukkan kemarahan mereka guna menjatuhkan pemerintahan setempat.
Merusak Aqidah
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu-Salman dalam artikel Pokemon, Hakikat dan Daya Rusaknya menyebut di antara bahaya permainan inia adalah dapat merusak Aqidah generasi muda Muslim.
Ini terbentuk dari bentuk mengada-adakan makhluk hidup khayali yang fiktif dengan kemampuan luar biasa dan ajaib, yang dapat meracuni akal bersih anak-anak. Bahkan di sana terdapat propaganda bagi adanya hal-hal luar biasa yang menyamai bahkan dianggap melenihi mu’jizat para Nabi.
Ini akan membuat seorang anak mempercayai kekuatan ajaib tersebut dan memberikan pembelaan terhadap adanya kekuataan itu. Semua ini jelas termasuk perusakan terhadap aqidah anak-anak yang masih fitrah dan lurus.
Di sana juga terdapat unsur tantangan terhadap kekuasaan Al-Khaliq dan ingin menyaingi ketentuan Allah. Ini semua jelas bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang shahih dan bertentangan dengan manhaj pendidikan yang lurus.
Lainnya adalah penyebaran kebohongan terang-terangan kepada anak.
Itu terjadi melalui penayangan benda-benda dan makhluk-makhluk fiktif yang mempunyai kemampuan ajaib, tetapi yang sesungguhnya tidak ada. Ini akan mendorong dan memotivasi anak-anak untuk mempercayai hal-hal semacam itu. Dan itu jelas merupakan kebohongan terang-terangan serta merupakan perusakan terhadap akal dan imajinasi anak-anak.
Pada dasarnya mainan anak-anak, bahwa anak-anak itu sendirilah yang menentukan dan mengendalikan mainannya. Namun hal itu tidak terjadi pada Pokemon. Bahkan sebaliknyalah yang terjadi. Sebab dalam Pokemon, justru Pokemonlah yang menentukan, mengendalikan dan mengarahkan anak-anak.
Yang juga mengkhawatirkan dan lebih berbahaya lagi ialah bahwa mainan-mainan, selamanya menunjukkan sesuatu kultur. Pokemon juga menawarkan suatu kultur, yaitu kultur atau budaya khayalan yang menyapu bersih anak-anak di seluruh dunia.
Ia adalah kultur yang jauh dari fitrah anak-anak bukan muslim, dan jauh dari aqidah serta kultur anak-anak Muslim. Jadi ia adalah suatu bentuk miniatur budaya, sebab dengan merajalelanya kartun-kartun Pokemon ke seluruh dunia, akan menjadikan anak-anak berfikir dengan satu pola fikir yang sama dan akan bermain dengan bentuk mainan yang sama. Seakan-akan pokemon tengah menyiapkan anak-anak kemudian membinanya menuju perilaku-perilaku dan nilai-nilai yang sama.
Ini merupakan suatu bentuk eksperimen mania yang mengabaikan banyak hal lain. Sehingga akan terlihat bahwa kartun-kartun Pokemon itu dapat mengikat anak-anak dan menbuat mereka terlepas dari pengendalian orang tua. Pada gilirannya menghapuskan dinding pembatas antara pokemon dengan anak-anak. Dan jadilah akhirnya kartun-kartun ini mengendalikan mereka.
Penanaman secara perlahan dan mengasyikkan teori evolutif monster-monster kecil yang memiliki kemampuan ajaib ini dengan sendirinya. Ini sejalan dengan teori Darwin yang kufur dan bathil, yang menyatakan adanya perkembangan dan peningkatan makhluk dengan sendirinya, serta meniadakan keterlibatan Al-Khaliq dalam perkembangan itu.
Dan ini sangat sejalan dengan program zionis internasional yang terus berusaha merusak ruh generasi muda Muslim ada khususnya dan anak-anak dunia pada umumnya.
Sementara mereka terus memperkuat generasinya, dan generasi di luar mereka akan semakin lemah tak berdaya.
Jaga Generasi
Ini tentu menjadi tanggung jawab setiap Mukmin, wabil khusus para orang tua terhadap diri dan keluarganya, anak-anaknya. Pokemon baru satu contoh saja dari sekian puluh, ratusan bahkan mungkin ribuan aneka permainan melalaikan lainnya, yang akan merusak mental, imajinasi, kreativitas, akhlaq dan aqidah anak-anak Muslim.
Patut direnungkan peringatan Allah di dalam Al-Quran, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim [61]: 6).
Waliyul Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Jabodetabek, Ustadz Sakuri,SH mengingatkan agar kaum Muslimin melarang ahli keluarga, anak-anak dan cucu-cucu orang beriman mengaplikasikan game Pokemon dan sejenisya yang jelas-jelas sangat merusak aqidah dan dapat menyeret ke jurang api neraka. (T/P4/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)