Rajin Shadaqah Tanda Haji Mabrur 

20150123_081933
. (Afta/MINA)

Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat

Jutaan duta-duta Allah tiap bulan hajji Dzulhijjah menunaikan rukun Islam kelima yakni ibadah haji ke Baitullah. Para hujjaj melaksanakan segala ketentuan pelaksanaan haji berdasarkan manasik yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berdasar sabdanya,

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

Artinya: “Ambillah dariku tatacara haji kalian dalam berhaji. (H.R. Muslim, Ahmad, Baihaqi, An-Nasai. Abu Dawud dari Jabir).

Seperti halnya ibadah-ibadah lain, syariat haji pun memiliki berbagai hikmah yang terkandung di dalam setiap rukun-rukunnya. Ritual-ritual sarat makna yang dilakukan sebagai kesempurnaan ibadah haji, seperti memakai kain ihram, mengucapkan talbiyah, melakukan thawaf mengitari Ka’bah, sa’i dari Shafa ke Marwah,  wukuq di Arafah, dan lempar jumrah, mengandung makna tak terhingga  bagi para hujjaj.

Kalimat talbiyah yang diucapkan serentak merupakan lambang kekuatan dalam kebersamaan. Sikap dan pendirian yang tegas dalam perkara memurnikan tauhidullah seraya mengingkari seluruh thaghut (sesembahan selain Allah).

Tercermin dalam kalimat talbiyah,

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ

Artinya: “Ya Allah, kusambut panggilan-Mu, kusambut panggilan-Mu. Ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan segala kekuasaan itu adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.

Berpakaian Ihram yang sama putih tak berjahit, menandakan bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara orang kaya dan papa, antara pejabat dan rakyat. Semua manusia memiliki derajat yang sama di hadapan Allah, kecuali takwanya.

Sebagaimana firman-Nya:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ۬ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبً۬ا وَقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوٓاْ‌ۚ إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13).

Gerakan thawaf adalah miniatur kepatuhan setiap hamba untuk mengabdi secara totalitas kepada Sang Khalik. Sa’i sebanyak tujuh kali Shofa-Marwah melambangkan usaha dan jihad dalam meraih kesucian (shafa) dan pemeliharaan diri (muru’ah). Seperti dahulu Hajar ibunda Ismail tatkala bolak-balik tujuh kali mencari air (zam zam) antara Shofa dan Marwah. Sehingga atas perjuangan seorang ibu itulah, Allah berkehendak mengabadikannya lewat sa’i yang diikuti oleh jutaan orang sepanjang tahun sampai hari Kiamat.

Lempar jumrah, pertanda penumpasan terhadap ajakan setan dalam segala bentuk kezaliman, penjajahan, dan penindasan antarsesama. Musuh-musuh Islam tidak dapat dikalahkan hanya dengan satu atau dua orang berpecah-belah. Tetapi hanya dapat ditaklukkan dengan cara hidup berjamaah, bersatu pada dalam kepemimpinan yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).

Puncaknya, wuquf di Arofah, merupakan perenungan keberadaan posisi seorang hamba di hadapan Al-Khaliq. Dengan wuquf diharapkan setiap muslim mampu mengetahui (arofa) dan memperoleh kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan.

Mereka yang melaksanakan ibadah haji berdasarkan syariat yang ditentukan oleh Alah dan Rasul-Nya, serta memaknai hakikat yang terkandung di dalamnya, berhak mendapatkan gelar “Haji Mabrur”.

Al-hajjul mabrur, dalam Fathul Bari disebut dengan haji yang ikhlas lillah, tidak ada riya.

Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:

وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِ‌ۚ…..

Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadat haji dan umrah karena Allah…..”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 196).

Sementara di dalam At-Tarhib wat Targhib disebut dengan haji yang tidak tercampur dengan dosa dan maksiat.

Haji Mabrur

Adapun tanda-tanda haji mabrur, terlihat sesudah kembali ke tanah air masing-masing, dengan adanya peningkatan aktivitas ibadah dan amal shalih. Bukan pada gelar “H” (Haji)  yang dipajang di depan namanya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain menandaskan di dalam sabdanya:

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلاَمِ

Artinya: “Tanda (haji mabrur) yaitu suka memberi makanan (shadaqah) dan selalu berbicara yang sejuk di hati”. (H.R. Ahmad, Thabrani, dan Khuzaimah dari Jabir).

Di dalam Surat Al-Baqarah disebutkan tentang akhlak jamaah haji yang mabrur yakni tidak boleh rafats, tidak boleh berbuat fasik dan tidak boleh berbantah-bantahan.

ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٌ۬ مَّعۡلُومَـٰتٌ۬‌ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلۡحَجِّ‌ۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُ‌ۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰ‌ۚ وَٱتَّقُونِ يَـٰٓأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ

Artinya: “[Musim] haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal’. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 197).

Maka sesungguhnya yang lebih berat bukan pada pergi hajinya, tetapi justru pada memelihara kemabruran haji sesudahnya, baik dalam konteks fardiyah (individual), dan terlebih dalam ijtima’iyah (sosial kemasyarakatan) atau sering disebut dengan kesalihan sosial.

Dituntut pengembangan potensi akhlakul karimah para hujjaj dalam memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kualitas tatanan masyarakat sekitarnya dan senantiasa berperan aktif dalam turut serta mengarahkan masyarakat kepada al-haq. Wallahu a’lam. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)