Jakarta, MINA – Pemerintah Republik Islam Iran menegaskan bahwa masa berlaku Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2231, yang menjadi dasar hukum perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), telah berakhir pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Dengan berakhirnya resolusi tersebut, seluruh pembatasan terhadap program nuklir Iran dinyatakan tidak lagi berlaku.
Kedutaan Besar Republik Islam Iran dalam pernyataan resminya di Jakarta diterima MINA, Selasa (21/10), menyebutkan bahwa isu program nuklir Iran seharusnya dihapus dari agenda Dewan Keamanan PBB di bawah kategori “Non-Proliferasi,” dan mulai saat ini diperlakukan sama dengan program nuklir negara-negara lain yang menandatangani Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) tanpa senjata nuklir.
“Tujuan utama dari dimasukkannya isu nuklir Iran ke agenda Dewan Keamanan adalah untuk memastikan sifat damai dari program nuklir Republik Islam Iran. Tujuan tersebut kini telah tercapai secara menyeluruh,” demikian pernyataan resmi Kedutaan Besar Iran di Indonesia.
Baca Juga: Tegas pada Koruptor, Xi Jinping Pecat Dua Jenderal dan Tujuh Pejabat Militer
Iran menegaskan, tidak pernah ada laporan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) yang menunjukkan penyimpangan dari komitmen damai program nuklirnya.
Sebaliknya, Iran menuduh tiga negara Eropa, yakni Inggris, Prancis, dan Jerman, serta Amerika Serikat melakukan tekanan politik terhadap IAEA untuk menuduh Iran melanggar kewajiban pengawasan.
Kedutaan menyebut tindakan sepihak Amerika Serikat pada 2018 untuk keluar dari JCPOA, serta kegagalan tiga negara Eropa memenuhi kewajiban pencabutan sanksi, merupakan bentuk pelanggaran hukum internasional yang merusak kredibilitas diplomasi multilateral.
Dalam pernyataan tersebut, Iran juga menolak langkah tiga negara Eropa yang mencoba menggunakan Dispute Resolution Mechanism (DRM) JCPOA untuk menghidupkan kembali resolusi Dewan Keamanan yang telah dibatalkan.
Baca Juga: Presiden Kolombia Tuding AS Langgar Kedaulatan Wilayah Lautnya
Iran menyebut tindakan itu “tidak memiliki dasar hukum dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan berakhirnya Resolusi 2231.”
Kedutaan menambahkan bahwa enam anggota Dewan Keamanan, termasuk dua anggota tetap, Rusia dan Tiongkok, tidak mendukung langkah tersebut, serta menegaskan bahwa Sekretariat PBB tidak memiliki kewenangan untuk mengaktifkan kembali resolusi yang telah berakhir tanpa keputusan Dewan Keamanan.
“Langkah konfrontatif Jerman, Inggris, dan Prancis tidak memiliki kekuatan hukum. Semua negara anggota PBB, termasuk Indonesia, diharapkan tidak memberikan pengakuan terhadap klaim tersebut,” tegas Kedutaan.
Dalam bagian lain, Iran mengecam keras tindakan militer Amerika Serikat dan Israel yang disebut telah menyerang fasilitas nuklir Iran yang berada di bawah pengawasan IAEA.
Baca Juga: 86 WNI Ditangkap Polisi Kamboja Usai Selamatkan Diri dari Sindikat Online Scam
Iran menilai serangan-serangan tersebut melanggar hukum internasional dan prinsip diplomasi.
Kedutaan menyebut serangan itu menyebabkan ribuan korban jiwa dan kerusakan luas, termasuk terhadap infrastruktur nuklir damai Iran, serta mengganggu kesepakatan kerja sama dengan IAEA yang dikenal sebagai Cairo MoU.
Dukungan Negara Non-Blok dan Seruan Iran
Iran menyampaikan apresiasi kepada negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (NAM), termasuk Indonesia, yang dalam Konferensi Menteri Pertengahan ke-19 di Kampala, Uganda, menegaskan bahwa Resolusi 2231 telah berakhir sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Penghargaan juga disampaikan kepada negara-negara anggota Group of Friends in Defense of the Charter of the United Nations di New York yang menyatakan sikap serupa.
Baca Juga: Badai Tropis Fengshen Terjang Filipina, 8 Tewas dan Ribuan Mengungsi
“Republik Islam Iran menegaskan komitmennya terhadap diplomasi dan hak yang tidak dapat dicabut untuk menggunakan energi nuklir bagi tujuan damai,” tulis Kedutaan dalam penutup pernyataannya.
Resolusi 2231 disahkan pada Juli 2015 untuk mendukung kesepakatan JCPOA antara Iran dan enam kekuatan dunia — Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Tiongkok — yang bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Namun sejak penarikan diri Amerika Serikat dari kesepakatan pada 2018, hubungan diplomatik memburuk dan program nuklir Iran kembali menjadi sumber ketegangan antara Teheran dan Barat.
Berakhirnya Resolusi 2231 kini membuka babak baru dalam diplomasi nuklir internasional, di tengah meningkatnya ketegangan regional dan situasi keamanan global yang dinamis.[]
Baca Juga: Trump: Kelanjutan Gencatan Senjata di Gaza Tergantung Perkembangan Lapangan dan Situasi Politik
Mi’ran News Agency (MINA)