Kafr Qasim, MINA – Ribuan warga Palestina di Israel pada Jumat (29/10) memperingati 65 tahun pembantaian Kafr Qasim. Mereka berkumpul di Martyrs’ Memorial untuk mengheningkan cipta bagi para korban.
Pada 29 Oktober 1956, pasukan Israel membunuh 49 warga Palestina yang tidak bersenjata, termasuk wanita dan anak-anak, di Kafr Qasim, sebuah desa Arab di Israel utara, Anadolu Agency melaporkan.
Para warga melalukan pawai dengan membawa bendera Palestina, spanduk hitam, dan foto-foto mereka yang meninggal dalam pembantaian itu.
Pawai tersebut dihadiri oleh para pemimpin dan perwakilan Arab di parlemen unikameral Israel, Knesset, serta kepala dewan lokal Arab.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahannya Sendiri
Beberapa spanduk bertuliskan: “Peringatan 65 tahun pembantaian Kafr Qasim,” “Kami tidak akan berdamai,” dan “Kami tidak akan memaafkan.”
Pada Rabu (27/10), Knesset, badan legislatif unikameral Israel, menolak rancangan undang-undang yang secara resmi mengakui tanggung jawab penuh Israel atas pembantaian tersebut.
Berbicara pada rapat umum, Walikota Kafr Qasim Adel Badir mengatakan pembantaian “mengerikan” harus menyatukan semua orang Arab di Israel.
“Kami masih menghadapi tantangan tetapi kami akan terus menaruh harapan di hati kami untuk hari esok ketika kami akan menikmati keamanan, kebebasan dan perdamaian,” tambahnya.
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang
Muhammad Baraka, kepala Komite Tindak Lanjut Tinggi untuk Warga Arab Israel, badan perwakilan tertinggi masyarakat Arab di Israel, mengatakan dia berbicara dengan Presiden Israel Isaac Herzog sebelum kunjungannya ke Kafr Qasim dan mendesaknya untuk mengakui tanggung jawab atas pembantaian.
“Saya berharap dia akan berdiri di sini dan mengumumkan bahwa Israel menerima tanggung jawab atas pembantaian itu,” kata walikota.
“Pembantaian ini bukanlah cacat dalam proyek Zionis, melainkan pada intinya. Apa yang tidak diselesaikan dalam Nakba tahun 1948 terhadap rakyat Palestina, mereka ingin menyelesaikannya di wilayah ini pada tahun 1956,” tambahnya.
Menurut walikot, pembantaian itu bertujuan untuk mengusir warga Palestina yang tersisa dari tanah air mereka.
Baca Juga: Front Demokrasi Serukan Persatuan di Tepi Barat Palestina
Pada saat pembantaian, Israel, bersama dengan Inggris dan Prancis, sedang bersiap untuk melancarkan serangan ke Mesir untuk mendapatkan kembali kendali barat Terusan Suez.
Khawatir kemungkinan konflik dengan Yordania, tentara Israel memutuskan untuk memberlakukan jam malam di desa tanpa memberi tahu penduduk setempat, membuka jalan bagi pembunuhan.
Polisi perbatasan yang terlibat dalam penembakan diadili, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara mulai dari 8 hingga 17 tahun. Namun, semua dibebaskan dua tahun setelah pembantaian, sementara komandan brigade diperintahkan untuk membayar denda satu piaster. (T/RE1/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Abu Ubaidah: Tentara Penjajah Sengaja Bombardir Lokasi Sandera di Gaza