Paris, 4 Jumadil Akhir 1437/13 Maret 2016 (MINA) – Ribuan warga Perancis berkumpul di Paris untuk mengutuk perlanjutan hukum darurat yang mereka gambarkan sebagai “kudeta” pemerintah.
Protes Sabtu (12/3) di ibukota Perancis itu menarik demonstran dari beragam kalangan, termasuk pekerja migran yang tidak berdokumen.
Mereka mengemukakan kekhawatirannya dan menyatakan bahwa langkah-langkah darurat itu tidak perlu.
Presiden Francois Hollande awalnya menyatakan keadaan darurat pada 13 November 2015, setelah terjadi pembunuhan terhadap 130 orang oleh kelompok Islamic State (ISIS/Daesh) dalam serangan di Paris.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Pihak berwenang telah melakukan sekitar 3.400 penggerebekan di masjid, rumah, dan lokasi bisnis dengan menempatkan 300 orang dalam tahanan rumah.
Pada Februari 2016, Pemerintah Perancis memperpanjang keadaan darurat dan mengatakan, ancaman kekerasan teroris masih sangat tinggi.
Sejumlah pengunjuk rasa pada Sabtu mengatakan, pemerintah tidak adil dengan hanya menargetkan Muslim dan menggunakan dalih mencegah serangan baru.
Pemimpin Partai Kiri Eric Coquerel mengutuk penetapan keadaan darurat, karena menurutnya tidak berpengaruh pada terorisme dan mengancam kebebasan sipil.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Keadaan darurat tidak bisa menjadi permanen, karena secara efektif berarti warga menyerahkan hak-hak mereka,” kata Coquerel kepada Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA). (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza