Salamah bin al-Akwa’ Pahlawan Pasukan Pejalan Kaki

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

SALAMAH adalah salah seorang pemanah bangsa Arab terkemuka. Ia juga salah satu tokoh sahabat pemberani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan. Ketika ia menganut  Islam, dirinya diserahkan secara benar dan sepenuh hati, hingga ditempalah oleh syariat agama mulia itu.

Salamah bin al-Akwa’ termasuk dalam deretan tokoh Bai’atur Ridwan. Pada tahun 6 H Rasulullah SAW bersama para shahabat berangkat dari Madinah dengan maksud hendak berziarah ke Ka’bah, tetapi dihalangi oleh orang-orang Quraisy, maka Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada mereka bahwa tujuan kunjungannya hanyalah untuk berziarah dan sekali-kali bukan untuk berperang.

Sementara menunggu kembalinya Utsman, tersiar berita bahwa ia telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Rasulullah lalu duduk di bawah naungan sebatang pohon menerima bai’at sehidup semati dari shahabatnya seorang demi seorang. Berceritalah Salamah, “Aku mengangkat bai’at kepada Rasulullah di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lalu aku mundur dari tempat itu. Tatkala mereka tidak berapa banyak lagi, Rasulullah bertanya, “Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut bai’at…!”

“Aku telah bai’at, wahai Rasulullah!” ujarku.

“Ulanglah kembali!” titah Nabi. Maka kuucapkanlah bai’at itu kembali.”

Salaman telah memenuhi isi bai’at itu sebaik-baiknya. Bahkan sebelum diikrarkannya, yakni semenjak ia mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maksud bai’at itu telah dilaksanakan!

Kata Salamah, “Aku berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali, dan bersama Zaid bin Haritsah sebanyak Sembilan kali.”

Pahlawan multi bakat

Selain terkenal sebagai pejuang pejalan kaki yang mahir, Salamah juga terkenal dalam memanah serta melemparkan tombak dan lembing. Siasat yang dijalankannya serupa dengan perang gerilya, yang kita jumpai sekarang ini. Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur ke belakang. Tetapi bila mereka kembali atau berhenti untuk beristirahat, maka diserangnya mereka tanpa ampun.

Dengan siasat seperti ini ia mampu seorang diri menghalau tentara yang menyerang dari luar kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan al-Fizari dalam suatu peperangan yang disebut perang Dzi Qarad. Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lalu memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi membawa bala bantuan yang terdiri dari shahabat-shahabatnya.

Pada hari itulah Rasulullah menyatakan kepada para shahabatnya, “Tokoh pasukan jalan kaki kita yang terbaik ialah Salamah bin al-Akwa’!”

Tidak pernah Salamah berhati kesal dan merasa kecewa kecuali ketika syahid saudaranya yang bernama ‘Amir bin al­Akwa’ di perang Khaibar.

Ketika itu ‘Amir mengucapkan pantun dengan suara keras di hadapan tentara Islam, katanya, “Kalau tidak karena-Mu tidaklah kami kan dapat hidayah Tidak akan shalat dan tidak pula akan berzakat

Maka turunkanlah ketetapan ke dalam hati kami dan dalam berperang nanti, teguhkanlah kaki-kaki kami”.

Dalam peperangan itu ‘Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Tetapi rupanya pedang yang digenggamnya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghujam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya.

Beberapa orang Islam berkata, “Kasihan ‘Amir! Ia terhalang mendapatkan mati syahid!”

Maka pada waktu itu, hanya sekali itulah, tidak lebih Salamah merasa amat kecewa sekali. Ia menyangka sebagai sangkaan shahabat-shahabatnya bahwa saudaranya ‘Amir itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.

Namun, Rasul yang pengasih itu, segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang kepadanya bertanya, “Wahai Rasulullah, betulkah pahala ‘Amir itu gugur?’

Maka jawab Rasulullah SAW, “Ia gugur bagai pejuang bahkan mendapat dua macam pahala fan sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga!”

Jawaban Nabi SAW itu sangat melegakan hati Salamah.

Dermawan

Kedermawanan Salamah cukup terkenal, tetapi ada hal yang luar biasa. Hingga ia akan mengabulkan permintaan orang termasuk jiwanya apabila permintaan itu atas nama Allah.

Hal ini rupanya diketahui oleh orang-orang. Maka jika seseorang ingin tuntutannya berhasil, ia akan mengatakan ke padanya, “Kuminta pada anda atas nama Allah!” Mengenai ini Salamah pernah berkata, “Jika bukan atas nama Allah, atas nama siapa lagi kita akan memberi?”

Sewaktu Utsman r.a. dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah telah menyulut Kaum Muslimin, ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini berjuang bahu-mernbahu dengan saudara seagamanya, tak sudi berperang menghadapi saudara seagamanya.

Benar. Seorang tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasulullah tentang keahliannya dalam memerangi orang-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya ia menggunakan keahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang Mukmin. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat menuju Rabdzah, yaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat hijrah dan pemukiman barunya.

Maka di Rabdzah inilah Salamah melanjutkan sisa hidupnya. Pada suatu hari di tahun 74 H, hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah. Maka berangkatlah ia untuk memenuhi kerinduannya itu. la tinggal di Madinah satu dua hari dan pada hari ketiga ia pun wafat. Terima kasih wahai mujahid. Darimu kami belajar betapa kesuksesan akhirat itu harus diraih dengan segala penderitaan dunia.(A/RS3/P2)

(Sumber: Buku 60 Karakteristik Sahabat Rasulullah SAW)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.