Mohamed Khalil mengingat kekacauan yang terjadi saat ratusan mayat hasil kekejaman teroris terbesar di Mesir mulai tiba di rumah sakit di kota Beir Al-Abd.
Khalil seperti banyak warga lainnya, bergegas pergi ke rumah sakit untuk mendonorkan darahnya dan menawarkan bantuan setelah terjadinya pembantaian di Masjid Al-Rawda, Beir Al-Abd, Sinai Utara.
Jumat, 24 November 2017, ketika jamaah Masjid Al-Rawda sedang mendengarkan khotbah selama dua menit, tiba-tiba terjadi dua ledakan bom. Setelah itu, sekitar 30 pria bertopeng dan bersenjata api mengepung masjid dan menembaki para jamaah tanpa kenal ampun.
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
Lebih 305 jamaah tewas dan 129 terluka dalam serangan teror terburuk dalam sejarah Mesir moderen itu. Menurut saksi, para penyerang membawa bendera kelompok Islamic State (ISIS). Hingga kini belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab.
“Tidak ada ambulans yang cukup untuk membawa semua mayat,” kata Khalil kepada Middle East Eye pada hari Ahad, dua hari setelah serangan. “Kami harus membawa beberapa dari mereka ke dalam mobil. Kami terkejut dengan betapa hebatnya pengeboman tersebut.”
Sebuah video yang diambil di rumah sakit menunjukkan deretan mayat yang tertata di bawah sinar matahari siang. Sedikitnya 27 anak-anak turut terbunuh.
Sedikit yang Khalil bisa dilakukan. Mereka yang masih hidup segera dipindahkan ke Ismaliyya dan Kairo. Warga Beir Al-Abd dibiarkan mengubur orang-orang yang telah meninggal.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Orang-orang yang tahu bagaimana membantu orang-orang yang terluka segera melakukan pertolongan pertama dan sisanya membantu memindahkan korban tewas.
Kurangnya ambulans membuat warga menggunakan mobil pribadinya membawa mayat untuk dimakamkan.
Kuburan massal dibuat untuk korban di Desa Madar yang sangat dekat dengan Masjid Al-Rawda. Menurut Khalil, ada 309 mayat yang dimakamkan di Desa Madar, 18 mayat lainnya dimakamkan di tempat lain di Beir Al-Abd.
Tak lama di hari itu pula, Pemerintah Mesir melancarkan serangan udara terhadap target yang diduga bertanggung jawab. Serangan udara menghancurkan kendaraan yang katanya digunakan oleh penyerang dalam pembantaian tersebut.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Presiden Abdel Fattah Al-Sisi menjanjikan sebuah respon “kekuatan brutal”. Pada hari Sabtu, 25 November, ia menegaskan bahwa tentara dan polisi akan membalas dendam dan mengembalikan keamanan dan stabilitas dalam waktu singkat.
Adanya bendera ISIS yang dibawa oleh para penyerang, membuat pemerintah menuding kelompok itu yang bertanggung jawab. Terlebih ISIS menganggap penganut sufi yang menjadi bagian dari jamaah Masjid Rawda adalah sesat.
Namun, ISIS yang biasanya cepat mengklaim bertanggung jawab bila usai melakukan serangan, tidak mengumumkan keterlibatannya dalam serangan terhadap Shalat Jumat tersebut.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Warga Beir Al-Abd Berubah Total
Gereja-gereja di seluruh Mesir pun mengungkapkan belasungkawa dan rasa solidaritasnya. Mereka mengadakan doa untuk para korban.
Di Gaza, Palestina yang bertetanggaan dengan Sinai, banyak orang mendonorkan darahnya.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Di media sosial, banyak teman korban berkabung dan berbagi foto para almarhum.
Namun, apa pun balas dendam yang ingin dilakukan, apa pun penyebabnya, dan apa pun yang terjadi di masjid, warga Beir Al-Abd telah berubah selamanya. Semua korban adalah lelaki dari keluarga warga Beir Al-Abd. Sekarang banyak keluarga tanpa pencari nafkah, putra, ayah dan kakek mereka.
Ada keluarga yang terkenal bernama Al-Duwiri, hampir semua pria dari keluarga itu terbunuh.
Kejutan dan kerugian yang diberikan oleh para teroris itu terlalu berat bagi banyak orang.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
“Orang-orang dalam keadaan kalah total. Desa kami telah kehilangan jiwanya,” kata Khalil.
Serangan itu telah membuat sejumlah warga memilih pergi meninggalkan Sinai Utara karena takut akan adanya serangan lain.
“Orang-orang Sinai merasa mereka tidak memiliki siapa pun untuk melindungi mereka. Mereka merasa harus terbunuh setiap saat, kapan pun, kapan pun saat mereka sedang beribadah,” tambah Khalil. (A/RI-1/P1)
Sumber: Middle East Eye
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Mi’raj News Agency (MINA)