Jakarta, MINA – Smoke-Free Jakarta mendorong lebih jauh pelarangan iklan rokok secara total karena mempengaruhi perilaku merokok pada masyarakat, khususnya remaja.
Koordinator Smoke Free Jakarta Dollaris Riauaty Suhadi menilai larangan iklan dan promosi rokok adalah strategi yang sangat efektif sebagai solusi lintas sektor dalam menghadapi epidemi tembakau yang tanpa disadari bahaya ini mengancam keberlanjutan generasi muda bangsa.
“Pelarangan iklan rokok ini adalah solusi yang paling efektif dan murah, tidak memerlukan biaya negara yang besar,” kata Riauaty dalam konferensi pers yang digelar Smoke-Free Jakarta bertema “Satu Langkah Maju: Gubernur DKI Jakarta Menyerukan Perlindungan Total Warga Jakarta dari Dampak Merokok” pada Kamis (17/6).
Data penelitian Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) pada tahun 2018 menyebutkan, lima jenis media (televisi, radio, billboard, poster, internet) memiliki hubungan yang signifikan dengan status perokok pada anak dan remaja.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
Lebih lanjut, anak dan remaja yang terpapar reklame rokok melalui poster, radio, billboard, dan internet memiliki peluang 1,5 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan yang tidak. Sebanyak 74,2% anak dan remaja terpapar plang toko yang menjual rokok.
“Dengan tidak memasang reklame rokok di dalam dan di luar ruang termasuk memajang kemasan/bungkus rokok di tempat penjualan, ini berarti kita semua memberikan kontribusi terhadap pencegahan anak dan remaja menjadi perokok pemula,” pungkas Riauaty.
Selain pelarangan total iklan rokok, Riauaty mengatakan solusi lintas sektor yang perlu didorong lebih jauh mulai dari penerapan Kawasan Dilarang Merokok dan perluasan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok sebesar 90%.
Rokok masih menjadi ancaman masa depan generasi muda di Indonesia. Berdasarkan hasil Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, sebanyak 56 persen pelajar melihat orang merokok di sekolah ataupun di luar sekolah dan 60,6 persen pelajar tidak dicegah ketika membeli rokok.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
Data dari Kementerian Kesehatan (Riset Dasar Kesehatan) menunjukkan jumlah perokok usia 10-19 tahun pada tahun 2015 adalah 7,2% dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 9,1%.
Alih-alih menurunkan angka tersebut pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi yang menargetkan 5,4%, jumlah perokok anak dan remaja malah semakin naik. (L/R1/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan