Smoke-Free Jakarta Dorong Pelarangan Total Iklan Rokok

Koordinator Smoke Free Jakarta Dollaris Riauaty Suhadi.(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – mendorong lebih jauh secara total karena mempengaruhi perilaku merokok pada masyarakat, khususnya remaja.

Koordinator Smoke Free Jakarta Dollaris Riauaty Suhadi menilai larangan iklan dan promosi rokok adalah strategi yang sangat efektif sebagai solusi lintas sektor dalam menghadapi epidemi tembakau yang tanpa disadari bahaya ini mengancam keberlanjutan generasi muda bangsa.

“Pelarangan ini adalah solusi yang paling efektif dan murah, tidak memerlukan biaya negara yang besar,” kata Riauaty dalam konferensi pers yang digelar Smoke-Free Jakarta bertema “Satu Langkah Maju: Gubernur DKI Jakarta Menyerukan Perlindungan Total Warga Jakarta dari Dampak Merokok” pada Kamis (17/6).

Baca Juga:  Hasil Drawing Perempat Final Thomas Cup dan Uber Cup 2024 

Data penelitian Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC IAKMI) pada tahun 2018 menyebutkan, lima jenis media (televisi, radio, billboard, poster, internet) memiliki hubungan yang signifikan dengan status perokok pada anak dan remaja.

Lebih lanjut, anak dan remaja yang terpapar reklame rokok melalui poster, radio, billboard, dan internet memiliki peluang 1,5 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan yang tidak. Sebanyak 74,2% anak dan remaja terpapar plang toko yang menjual rokok.

“Dengan tidak memasang reklame rokok di dalam dan di luar ruang termasuk memajang kemasan/bungkus rokok di tempat penjualan, ini berarti kita semua memberikan kontribusi terhadap pencegahan anak dan remaja menjadi perokok pemula,” pungkas Riauaty.

Baca Juga:  Hardiknas 2024, Ketum ICMI Berpesan Agar Masyarakat Terus Belajar

Selain pelarangan total iklan rokok, Riauaty mengatakan solusi lintas sektor yang perlu didorong lebih jauh mulai dari penerapan Kawasan Dilarang Merokok dan perluasan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok sebesar 90%.

Rokok masih menjadi ancaman masa depan generasi muda di Indonesia. Berdasarkan hasil Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, sebanyak 56 persen pelajar melihat orang merokok di sekolah ataupun di luar sekolah dan 60,6 persen pelajar tidak dicegah ketika membeli rokok.

Data dari Kementerian Kesehatan (Riset Dasar Kesehatan) menunjukkan jumlah perokok usia 10-19 tahun pada tahun 2015 adalah 7,2% dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 9,1%.

Alih-alih menurunkan angka tersebut pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi yang menargetkan 5,4%, jumlah perokok anak dan remaja malah semakin naik. (L/R1/RI-1)

Baca Juga:  Takluk dari Irak 2-1, Indonesia Gagal Rebut Juara 3 Piala Asia U-23 di Qatar

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.