Jakarta, (MINA) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta semua pihak dalam menyikapi persoalan Ahmadiyah untuk berpedoman pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008.
“Kementerian Agama merasa substansi SKB tiga menteri ini sekarang mulai dilupakan sehingga perlu dilakukan sosialisasi secara intensif,” katanya di Jakarta, Kamis (8/6).
Ia menambahkan, Kemenag akan mensosialisasikan SKB tiga menteri itu kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Jemaat Ahmadiyah, serta masyarakat luas.
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Lukman menjelaskan, SKB pada hakikatnya adalah amanah dari Undang-Undang No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang mengikat semua warga bangsa.
Dalam siaran pers yang dirilis Kemenag, Pasal 1 UU PNPS mengatur bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Sementara Pasal 2 UU PNPS menegaskan (1) Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. (2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/ aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Menag mengimbau semua pihak untuk tidak main hakim sendiri dalam mengatasi persoalan Ahmadiyah. Menurutnya, persoalan silang sengketa dan perbedaan antar suadara sebangsa harus diselesaikan dengan lebih mengedepankan musyawarah.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
“Jika musyawarah tidak ada titik temu, tempuh jalur hukum, tidak main hakim sendiri apalagi dengan menggunakan cara kekerasan dan pemaksaan,” tegasnya.
Kisruh Ahmadiyah sendiri kembali terjadi. Pemkot Depok kembali menyegel lokasi pusat kegiatan Ahmadiyah di Depok pada Ahad, 4 Juni 2017. Penyegelan ini merupakan kali ketujuh yang dilakukan sejak 2011-2017. Pemkot Depok mengatakan penyegelan dilakukan untuk melindungi keselamatan jemaah Ahmadiyah. Sementara jemaah Ahmadiyah menilai penyegelan yang dilakukan Pemkot Depok tidak sah dan cacat hukum.
Ia menilai semestinya hal itu bisa dihindari sejauh tidak ada alasan yang betul-betul bisa dibuktikan bahwa Jemaah Ahmadiyah melanggar SKB. Dalam pandangan Menag, jika tidak ada bukti kuat bahwa masjid Ahmadiyah itu digunakan sebagai tempat menyebarluaskan faham bahwa ada Nabi setelah Muhammad, maka tidak cukup alasan untuk menutup tempat ibadah.
SKB tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat ini mengatur enam point pokok, yaitu:
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
Pertama, memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Kedua, memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat, memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Kelima, warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam, memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. (L/R08/B05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah