Sudan Selatan Dukung Solusi Dalam Negeri, Selesaikan Perselisihan Politik

Juba, MINA – Presiden Salva Kiir menyambut baik seruan solusi dalam negeri untuk menyelesaikan perselisihan dalam politik dan militer.

Proposal seruan datang dari Perwakilan Tinggi Kenya untuk Pembangunan Infrastruktur di Afrika, Raila Odinga dalam peresmian Jembatan Kebebasan, proyek senilai $91 juta yang didanai badan bantuan Jepang (JUCA).

“Saran yang dia (Odinga) berikan kepada kami harus ditanggapi dengan serius untuk perdamaian. Ketika dia berjabat tangan dengan Presiden Uhuru (Kenyatta), perbedaan yang ada di antara mereka menghilang. Kenya sekarang dalam damai,” kata Kiir. Sudan Tribune melaporkan, Ahad (22/5).

Kiir mengatakan desakan pembangunan infrastruktur di negaranya mendorong pemerintahannya mengundang mantan Perdana Menteri Kenya untuk meresmikan peluncuran resmi jembatan tersebut.

“Keinginan untuk pembangunan infrastruktur inilah yang membuat kami senang bersama Yang Mulia Raila Odinga hari ini. Dia di sini dalam kapasitasnya sebagai Perwakilan Tinggi untuk Pembangunan Infrastruktur di Afrika”, ujarnya.

Sementara itu, Raila Odinga mendesak para pemimpin Sudan belajar bagaimana berbicara, saling memaafkan dan bekerja menuju masa depan yang lebih baik bagi negara dan rakyatnya.

Dia mengatakan, Sudan Selatan harus merancang solusi intenal untuk masalahnya sendiri.

Dia menyebutkan, kekerasan pernah melanda negaranya, pasca-pemilu 2007. Namun masalah itu diselesaikan secara damai oleh para pemimpin politik negara itu demi perdamaian dan stabilitas.

“Kami memiliki masalah, dan tidak ada negara di Afrika yang tidak memiliki masalah,” lanjutnya.

“Saya ingin kalian berbicara sebagai saudara dan melepaskan senjata ke barak dan kalian harus melindungi warga sipil. Jika kalian melakukan ini, tidak ada yang dapat menghentikan kami di wilayah Afrika Timur ini untuk mencapai integrasi yang tepat dan mewujudkan impian para pendiri negara ini”, tegasnya.

Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada 2011, tetapi mengalami kekerasan pada 2013.

Para pemimpin menandatangani perjanjian damai pada 2015 untuk mengakhiri konflik. Namun kekerasan berlanjut pada 2016, menempatkan negara itu di jalur anarki.

Kesepakatan itu direvitalisasi pada 2018, yang memungkinkan para pemimpin berpartisipasi dalam pemerintahan koalisi. (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.