New Delhi, 24 Dzulhijjah 1436/8 Oktober 2015 (MINA) – Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mengklaim akan memimpin negaranya jika partai politiknya memenangkan pemilu 8 November nanti.
Pernyataan itu muncul di tengah isyu pelarangan baginya untuk menduduki kursi kepresidenan karena anak-anaknya berstatus warga negara asing, mengikuti kewarganegaraan mendiang ayah mereka.
“Jika NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi) memenangkan pemilu dan kami membentuk pemerintahan, saya akan menjadi pemimpin pemerintahan yang baik atau bukan saya presiden. Mengapa tidak?” kata pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu kepada India Today TV, Rabu (7/10). Demikian Anadolu yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Sebuah klausul dalam militer telah merancang konstitusi melarang siapa pun menjabat sebagai presiden, jika memiliki kerabat asing. Secara luas mendiang suami Suu Kyi adalah warga Inggris dan dia memiliki dua anak laki-laki berkewarganegaraan Inggris.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Namun pemilihan umum Myanmar memiliki kekhasan, tidak ada calon presiden resmi, dan masyarakat belum bisa tahu persis siapa yang akan tampil bersaing untuk kursi kepresidenan sebelum hasil pemilu parlemen diketahui.
NLD sebelumnya tidak mengumumkan siapa yang akan dipilih sebagai presiden jika memenangkan cukup kursi, dan partai penguasa Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan juga sulit ditebak.
Dalam wawancara tersebut, Suu Kyi peraih Penghargaan Nobel Perdamaian 1991 itu, muncul untuk menjadi tantangan langsung terhadap militer yang kuat di negara itu.
Ini adalah pertama kalinya NLD setuju untuk mengikuti pemilihan umum sejak tahun 1990, ketika mereka menang telak namun tidak diizinkan untuk membentuk pemerintah.
“Konstitusi harus dirubah untuk memungkinkan otoritas sipil memiliki kewenangan demokratis yang diperlukan atas angkatan bersenjata,” kata Suu Kyi.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Dalam pemilu yang akan datang ini, NLD perlu memenangkan 67 persen kursi untuk meraih kekuasaan, sementara 25 persen kursi dinominasikan oleh tentara.
“Saya yakin mereka tidak akan menyukainya. Saya tidak berharap mereka seperti itu . Tapi saya yakin ada banyak anggota tentara ingin apa yang terbaik bagi negara. Jika kita bisa sepakat satu sama lain tentang apa yang terbaik bagi negara, maka kita bisa mengaturnya,” ujarnya.
Pemerintah reformis yang berkuasa sekarang, yang dibentuk mantan junta militer pada tahun 2011, telah berjanji melaksanakan pemilu yang bebas dan adil.
Namun janji itu dinodai dengan adanya pencabutan hak ratusan ribu Muslim Rohingya, minoritas yang banyak difitnah di Myanmar.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Pada pemilu 1990 dan 2010, Muslim Rohingya diizinkan untuk memilih, namun kali ini mereka dikecualikan seiring meningkatnya gelombang nasionalisme Buddha yang anti Muslim.
Kandidat Muslim yang mencalonkan diri juga telah dikeluarkan dari daftar pencalonan. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon