Tantangan Trump di Timur Tengah

Donald – yang baru saja dilantik sebagai presiden Amerika Serikat Terpilih –  agaknya berhasil menghidari kebijakan besar luar negerinya yang pertama.

Pengumuman oleh penjabat juru bicara Departemen Luar Negari Amerika Serikat, Mark Toner menyebutkan, Dubes AS  untuk Kazakhstan akan menghadiri pembicaraan/perundingan damai yang diprakarsai Rusia di Astana, yang akan dimulai Senin (30/1), tampaknya mengurangi tekanan terhadap pemerintahan Trump.

Apakah karena kebetulan atau dengan maksud tertentu, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pembicaraan damai tersebut dimulai tiga hari setelah pelantikan Trump dan Putin baru pekan lalu mengundang seorang wakil AS dalam kapasitas seorang observer.

Oleh karena pemerintahan baru Trump masih jauh dari lengkap dan belum  mulai berjalan, pengumuman Toner memberi Trump kesempatan untuk bernafas karena Putin tampaknya menyusun sebuah agenda  Suriah yang dirancang untuk menempatkan AS dan Trump sementara di belakang.

Kremlin mengatakan, pihaknya ingin pembicaraan itu membantu menciptakan suatu gencatan senjata, namun dengan mengecilnya peran AS dalam proses ini, Putin mengambil komando dalam menyusun syarat-syarat dari hasil pembicaraan yang ingin dicapai.

Keputusan tentang siapa yang diundang untuk ikut serta dalam pembicaraan damai itu menimbulkan keprihatinan akan masa depan Suriah yang sebelumnya sudah disuarakan oleh PBB – akan sangat dikendalikan oleh AS.

Tetapi dalam pembicaraan damai yang akan digelar di Astana ini, Rusia mengambil peran utama. Negara itu menjadi sponsor pembicaraan damai dan memutuskan siapa saja yang akan hadir. Hanya beberapa hari sebelum para peserta tiba di Astana, AS menerima uandangan – sebagai seorang observer.

Walaupun ini merupakan kemunduran besar bagi AS dari upaya-upaya damai sebelumnya di Jenewa, Swiss, tetapi pembicaraan damai kali ini harus mempertimbangkan fakta bahwa usaha-usaha damai terdahulu tidak mendatangkan hasil yang diharapkan.

Pembicaraan damai di Jenewa mengharuskan peserta berada dalam suatu transisi dari kontak berjauhan – para pihak melakukan sidang di ruang-ruang terpisah – menjadi pertemuan di mana para pelaku utama saling berhadapan di Astana. Perundingan seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Dalam pertemuan sebelumnya, peserta dibatasi hanya satu kelompok oposisi dan satu pemerintah. Di Astana, ruangan tampaknya ditata untuk peserta yang lebih banyak. Beberapa kelompok oposisi dan pemberontak di Suriah sudah menyatakan akan hadir, demikian pula pemerintah Suriah dan penjamin perdamaian Rusia, Iran dan Turki.

Suriah tantangan terbesar Trump?

Dengan Putin menjadi kekuatan besar sebagai perantara Suriah dan peran AS hanya kecil saja, tantangan bagi Trump akan meningkat dari peran minimal yang ditinggalkan Obama dalam menjamin kepentingan besar AS di Suriah dan .

Nick Robertson, editor diplomatik internasional CNN menulis dalam analisanya, baik Trump maupun Putin menghendaki Negara Islam Suriah/ISIS lenyap. Tetapi itu mungkin hanya  keinginan bersama saja.

Sekutu besar Rusia di Suriah adalah Iran: Mereka mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang dianggap Obama berada dalam pengaruhnya dan yang menurut Trump cukup buruk.

Memisahkan Iran dan Rusia dalam urusan Suriah mungkin merupakan tantangan kebijakan luar negeri  Trump yang paling fundamental. Tetapi membelah atom mungkin lebih mudah ketimbang memisahkan poros Putin, Assad dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Mengutip ucapannya – suatu ketidak-sukaan terhadap Iran, daya tarik pada Putin, kebencian terhadap Assad dan ISIS – dilemma Trump menjadi jelas.

Mendukung Putin di Suriah juga berarti mennyokong Iran, sesuatu yang haram bagi banyak orang Republik, yang beberapa diantaranya masih murka karena kesepakatan nuklir Obama dengan teokrasi.

Menyokong Shi’ah juga merupakan penghinaan bagi beberapa sekutu AS di Timur Tengah, yang sebagian besar adalah Muslim Sunni.

Di Timur Tengah saat ini, ada perang dingin yang sedang membara antara penduduk Sunni dan Shiah. Banyak orang Sunni khawatir bahwa invasi Bush ke Irak dan pengaruh Iran di negeri itu akan sangat tinggi sepanjang waktu.

Pengaruh Iran yang terus berkembang juga menjadi suatu keprihatinan keamanan serius bagi sekutu AS paling penting di kawasan itu: Israel.

Menjadi lebih rumit

ISIS dan al Qaeda telah berkembang dengan pesat berkat perang saudara di Suriah. Tanpa suatu solusi politik – dan itu berarti mengganti Assad – kedua kelompok ektrim itu mungkin akan pernah bisa dibasmi.

Oleh karena Assad adalah kunci hubungan ke Hezbollah, bahkan kalaupun Putin ingin melenyapkan pemimpin Suriah, dia harus menghadapi tekanan dari Teheran. Kenapa pula Putin mengambil risiko ini pada saat tangan Trump demikian lemah?

Trump juga harus muncul ke meja perundingan jika sekutu AS, jika Turki mulai tampak akan beralih kepada Putin. Turki makin marah kepada AS karena negara Paman Sam itu telah mendukung kelompok Kurdi untuk melawan Assad and ISIS di Suriah.

Kesepakatan apa yang ingin diperoleh lagi Putin di Suriah? Sederhana saja, tetapi mungkin di luar jangkauan yang bisa diberikan Trump: pengakuan kekuasaan raja Putin di Suriah, penghapusan sanksi-sanksi atas serangannya terhadap Crimea dan serbuan ke Ukraina serta mundurnya NATO dari perbatasan Rusia.

Itu adalah tuntutan yang berat, tetapi untuk mendorongnya ke arah kesepakatan dengan mengabaikan sekutu-sekutu di Timur Tengah akan serupa dengan kebimbangan Obama tentang persenjataan kimia, ketika dia menjanjikan pembalasan dendam jika Suriah menyebarkan senjata-senjata seperti itu, tapi kemudian tidak ditepati. Putin akan menang dan pengaruh AS di kawasan itu akan hancur. (RS1/P!)

Sumber: CNN News
Miraj Islamic News Agency/MINA

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.