Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Apakah manusia itu me-ngira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs. Al Ankabuut: 2).
Ayat di atas menginformasikan kepada setiap muslim bahwa ada di antara manusia yang mengaku telah beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Padahal, mereka belum dikatakan beriman jika belum menerima ujian-ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala .
Ujian adalah sunnatullah dari Allah untuk memisahkan orang-orang munafik dari barisan orang-orang beriman, memisahkan antara loyang dengan emas. Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keraguraguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah).” (HR. Athabrani).
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Ujian adalah tarbiyah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk meningkatkan derajat hamba-Nya, sebagai wujud kasih sayang-Nya. Nabi bersabda, “Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu.” (HR. Athabrani).
Ujian hidup yang menimpa seorang Muslim itu ada tingkatan-tingkatannya. Seperti yang ditanyakan sahabat Saad bin Abi Waqqash kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam , “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?”
Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa.” (HR. Al Bukhari).
Dalam menghadapi ujian, seorang mu’min harus selalu berprasangka baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Seperti dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam , “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum, Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah.” (HR. Attirmidzi).
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghibur orang-orang beriman dalam menghadapi ujian seperti dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs. 3: 139).
Ujian hidup tak bisa dihindari. Sebab ujian ada-lah jalan yang harus dilalui seorang muslim untuk mencapai ridha dan kasih saying Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Bagi seorang Muslim, jika ia mendapat ujian dari Allah berupa himpitan hidup, maka ia akan bersabar.
Sebaliknya jika ujian hidup yang diterima itu berupa kenikmatan, maka ia akan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Semoga betapapun berat ujian hidup yang kita hadapi, namun kita tetap diberi kekuatan oleh Allah untuk bersabar. Wallahua’lam.(R02/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina