URGENSI REFORMASI PENDIDIKAN DI MYANMAR

Photo : Press Tv Warga Muslimin Rongyiha
Photo : Press Tv Warga Muslimin Rongyiha

Oleh:Ishak  Mia Sohel

Minoritas Muslim hingga detik ini terus menghadapi pengucilan yang disebabkan oleh kebijakan diskriminatif dan sistem sekolah yang terpisah. Mereka perlu sebuah reformasi sekolah Islam (madrasah).

Sebuah artikel ditulis dengan sangat menarik oleh rekan Ishak Mia Sohel, seorang analis independen dan tinggal di Dhaka, Bangladesh. Dia sebelumnya bekerja di Tampere Institut Riset Perdamaian (TAPRI), Finlandia. Dia mengomentari urgensi reformasi pendidikan di Myanmar yang harus digangani oleh semua pihak.

Myanmar adalah negara mayoritas Buddha, dan Muslim diperkirakan hanya mencapai 5% dari total populasi. Sebagian besar Muslim berasal dari keturunan India, Cina dan Bangladesh dan telah menetap di Myanmar selama berabad-abad. Bahkan, mereka telah membuat kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara dengan melibatkan diri dalam usaha kecil dan menengah.

Namun, komunitas Muslim masih tertinggal dalam akses pendidikan utama di negara ini. Sebagian karena kebijakan diskriminatif negara terhadap etnis minoritas dalam mengakses hak-hak dasar, yang menyebabkan penurunan substansial status mereka di masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat dipengaruhi oleh diskriminasi, di mana umat Islam sering menghadapi pembatasan hak mereka atas pendidikan.

Terutama setelah militer mengambil alih kekuasaan, relatif sulit bagi anak-anak Muslim untuk terdaftar di sekolah yang dikelola negara, karena banyak hambatan tersembunyi untuk mereka masuk.  Hukum kewarganegaraan 1982 berperan penting dalam mengatur, menyangkal hak kebangsaan Myanmar terhadap masyarakat dan pendaftaran pendidikan menengah bagi mereka. Pembatasan ini menyebabkan mereka tidak dapat mendaftarkan diri ke sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah di luar pendidikan dasar.

Sementara itu, Muslim sendiri dikritik karena tidak bekerja sama dengan pemerintah untuk menyekolahkan anak mereka ke pendidikan formal yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah yang dikelola negara, terutama yang diakui secara hukum bagi warga negara Myanmar. Kebanyakan orang tua Muslim masih tidak memilih untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah umum di mana kurikulum pengajaran tidak berafiliasi dengan agama atau keyakinan tertentu, kecuali Buddhisme.

Para orang tua khawatir pendidikan sekuler yang diberikan oleh sekolah yang kelola negara akan mengikis keyakinan dan nilai-nilai moral Islam anak-anak mereka. Selain itu, deskriminasi dan ketakutan mengancam mereka yang telah membuka madrasah.

Saat ini, pendidikan bagi anak-anak Muslim di Myanmar sebagian besar disediakan oleh madrasah. Di Yangon dan kota-kota besar lainnya, anak-anak Muslim yang kaya dengan jumlah terbatas mengambil inisiatif melakukan privat bahasa Inggris, tetapi untuk pendidikan sebagian besar hanya memiliki satu alternatif yaitu madrasah.

Pendidikan madrasah

Masjid Panthay, salah satu masjid yang dilindungi pemerintah (Wikipedia)
Masjid Panthay, salah satu masjid yang dilindungi pemerintah (Wikipedia)

Di seluruh Myanmar, saat ini  ada ratusan madrasah yang beroperasi dengan dukungan sumbangan dalam dan luar negeri. Namun jumlahnya  sulit untuk diketahui. Sebuah survei lembaga keagamaan yang dilakukan pada 1997 oleh pemerintah militer menemukan bahwa ada 759 madrasah, atau sekolah Islam, di Myanmar.

Semua sekolah tersebut dirancang khusus untuk siswa laki-laki, dan hanya sedikit sekali memberikan peluang pendidikan kepada perempuan. Sementara madrasah di negara-negara tetangga seperti Bangladesh, Thailand dan Malaysia memberikan anak perempuan dengan akses pendidikan lebih luas. Tokoh agama di Myanmar mencegah pendidikan anak perempuan Muslim.

Masalah penting adalah tidak ada badan pengawas khusus untuk mengawasi pendidikan madrasah. Bahkan tidak ada satu pun panduan pembelajaran yang tersedia di madrasah untuk dapat mengajar siswa.  Selama ini proses belajar mengajar ditentukan oleh hasil pemikiran ulama atau guru, dan bahkan kadang-kadang mereka meminta ide kepada para siswa. Bahkan, sebagian besar madrasah Myanmar menggunakan buku teks yang mirip dengan yang digunakan di madrasah India dan Pakistan yang telah mendapat sertifikasi dan diakui.

Kurikulum pengajaran umum dalam madrasah didasarkan pada bidang Hafidz Quran, Tafsir, Syariah, Hadis, hukum dan sejarah Islam. Sebagian besar buku yang diajarkan dalam kurikulum ini sangat tua dan ditulis pada abad ke-13 dan ke-14. Mereka tidak banyak mempelajari ilmu pengetahuan, matematika, bahasa Inggris, geografi, ekonomi, dan sejarah modern, yang sangat dibutuhkan untuk mengetahui banyak hal guna memperoleh kesempatan kerja.

Dengan pengetahuan yang benar-benar terbatas pada agama, prospek lulusan madrasah yang ingin menjadi dokter, insinyur atau profesional lainnya menjadi suram. Seringkali, mereka merasa sangat sulit untuk masuk kerja. Satu-satunya pilihan yang tersisa bagi mereka adalah menetap di sebuah masjid lokal, menjadi imam atau guru di madrasah. Hal ini terus memperburuk masa depan mereka untuk mewujudkan Muslim profesionalisme dalam dunia kerja.

Pendidikan madrasah yang tidak memenuhi kebutuhan siswa dalam 20 abad pertama, baru-baru ini mendapat kecaman tajam dari masyarakat Muslim sendiri. Para pemimpin Muslim di Myanmar menyerukan revisi mendesak terhadap sistem pendidikan madrasah. Mereka mendesak reformasi dalam kurikulum pengajaran dan silabus dengan menyesuaikan kebutuhan modern. Namun, tugas reformasi sangat menantang karena banyak administrasi madrasah tidak ingin mengubah kurikulum agama mereka.

Langkah-langkah untuk program reformasi

Apa yang dibutuhkan? Pertama dan terutama, adalah membentuk pemerintah yang fokus melakukan kontrol atas semua madrasah atau setidaknya dalam suatu wilayah tertentu seperti Yangon, Mandalay, atau Rakhaine. Otoritas memiliki tanggung jawab mengambil peran utama dalam upaya reformasi silabus madrasah, tetapi awalnya tidak mesti menargetkan semua madrasah. Jalan meuju reformasi itu dapat dimulai dengan memilih 10 sampai 15 madrasah meskipun program percontohan.

Hal itu dapat dilakukan dengan membentuk tim ahli yang terdiri dari akademisi dan profesional di bidang yang relevan yang akan merevisi kurikulum yang ada, dan mengintegrasikan konten yang sesuai berkaitan dengan budaya, masyarakat, jenis kelamin, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan bidang lain yang relevan.

Menyusun dan konsultasi kepada para pemimpin Muslim, Imam dan perwakilan dari LSM lokal untuk menguji pelaksanaan kurikulum baru dan mencari umpan balik dari mereka yang kemudian diterapkan.

Memberikan pelatihan peningkatan kapasitas bagi guru madrasah untuk menjadi terbiasa dengan kurikulum yang direvisi dan metode mengajar. Ada juga kebutuhan untuk merekrut guru dari komunitas agama lain agar memiliki beragam budaya. Hal ini akan menarik siswa madrasah terhadap pendidikan di luar komunitas Muslim.

Meningkatkan infrastruktur pendidikan dan fasilitas fisik di madrasah yang ditargetkan termasuk ruang kelas tambahan, perpustakaan, ruang umum bagi siswa perempuan, ruang lab/komputer dengan akses internet.

Mengatur serangkaian dialog dengan otoritas pendidikan yang relevan seperti departemen pendidikan tinggi atau kantor pemerintah lainnya yang berkaitan dengan sistem pendidikan di Myanmar sehingga mereka menjadi sistematis bergerak di bidang pendidikan madrasah.

Mengatur pertukaran kunjungan regional untuk kepala madrasah dan guru ke Malaysia dan Indonesia yang akan memberikan mereka kesempatan untuk menemukan cara-cara baru, memikirkan, mengamati modernisasi sistem pendidikan madrasah di kedua negara mayoritas Muslim tersebut.

Mengatur kegiatan ekstra kurikuler bagi siswa madrasah seperti kunjungan ke tempat-tempat menarik di Myanmar yang akan membantu mereka untuk mendapatkan kesadaran dan pengamatan tempat-tempat bersejarah, museum ilmu pengetahuan, alam, budaya dan warisan dll.

Melibatkan orang tua dalam proses reformasi untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang perubahan yang diperlukan dalam sistem pendidikan madrasah.

Jika proyek percontohan terbukti sukses, kurikulum bisa diperluas secara bertahap bagi madrasah lain setelah melewati evaluasi dan tunduk pada perubahan. Namun, reformasi tersebut akan membutuhkan modal besar modal yang tidak mampu disediakan masyarakat Muslim Myanmar. Organisasi-organisasi internasional seperti Bank Pembangunan Islam (IDB), Bank Pembangunan Asia (ADB), atau United Nations (UN) dapat membantu mewujudkan program ini, dengan memasukkan agenda reformasi madrasah sebagai bagian dari bantuan pembangunan kepada Myanmar.

Hal ini akan membantu membentuk generasi pemimpin di komunitas Muslim, terutama saat ini, ketika Myanmar sedang mengalami transisi demokrasi dan juga menghadapi ancaman intoleransi komunal yang sedang berlangsung di sana. (T/P004/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Admin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0