UU Sisnas Iptek Titik Cerah Perbaikan Ekosistem Riset

Jakarta, MINA – Pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi () diharapkan menjadi titik cerah perbaikan ekosistem penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu penetahuan dan teknologi di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Penguatan dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (), dalam siaran tertulis yang diterima MINA, Kamis (26/9).

Menurutnya sekitar 58 persen inovasi yang digunakan di negeri ini merupakan inovasi dari luar, bukan karya anak bangsa sendiri. Peneliti dan Perekayasa memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menghasilkan invensi dan inovasi yang harus didukung oleh yang baik.

“Kita sampai saat ini belum bisa menyebutkan nation brand apa yang dimiliki Indonesia. Korea memiliki Samsung, China memiliki Huawei. Indonesia tahun 90-an sudah hampir memiliki nation brand yaitu pesawat N-250, namun diporak-porandakan oleh satu kekuatan yang tidak ingin Indonesia maju. Setiap kita ingin maju, selalu ada pihak atau dapat dikatakan mafia yang memiliki tujuan berbeda. Kita harus bangkit,” ujarnya.

Ia melanjutkan, Indonesia harus memiliki grand desain pemajuan Iptek nasional. Sebelum UU Sisnas Iptek dibentuk, telah lahir Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Riset Nasional dan juga Peraturan Menteri tentang Prioritas Riset Nasional.

“UU Sisnas Iptek merupakan induk dari Peraturan Presiden tersebut yang diharapkan dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan Iptek di Indonesia,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ada beberapa substansi penting yang terdapat dalam UU Sisnas Iptek, diantaranya pembuatan kebijakan harus berdasarkan ilmu pengetahuan, pelindungan terhadap peneliti, dana abadi riset, insentif pengurangan pajak bagi badan usaha yang melakukan penelitian, kewajiban izin bagi peneliti asing yang melakukan penelitian di Indonesia, dan pelindungan biodiversitas yang dimiliki Indonesia.

“Saya ingin menekankan bahwa bagi peneliti asing yang tidak melakukan izin akan diberikan sanksi secara berjenjang, mulai dari blacklist, sampai dengan sanksi pidana. Artinya tidak langsung dikenakan sanksi pidana. Isu yang beredar di luar negeri sudah kemana-mana, padahal berbeda dengan yang tercantum dalam undang-undang,” tambahnya.

Satu lagi hal yang sangat penting untuk diketahui, yaitu terkait pelindungan terhadap biodiversitas yang dimiliki Indonesia. Selama ini tidak sedikit yang membawa sampel/biodiversitas kita keluar tanpa melalui Material Transfer Agreement (MTA).

“Kedepan jangan sekali-kali membawa sampel yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena UU ini memuat sanksi pidana bagi siapapun juga yang melanggar hal tersebut,” tambahnya. (R/R10/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.