Wabah Sebagai Ujian Bagi Orang Beriman

Oleh : Mustofa Kamal, Pendakwah Medsos

Dalam kehidupan dunia ini orang-orang yang beriman tidak akan luput dari ujian dari Allah Subhana wata’ala. Dalam menghadapi ujian tersebut orang-orang yang beriman tentu harus meningkatkan rasa kesabaran.

Ujian yang datang dari Allah tersebut tentunya bervariasi tidak hanya satu jenis ujian. Terkadang Allah memberikan ujian dengan rasa takut, takut terhadap bencana atau yang melanda atau diuji dengan rasa lapar karena krisis ekonomi dan sebagainya.

Allah telah mengisyaratkan secara garis besar ujian tersebut dalam firman-Nya :

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍۢ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] : 155).

Begitulah, orang-orang beriman terkadang diuji dengan kesenangan dan terkadang dengan kesedihan. Ketika diuji dengan kesenangan, hendaklah meningkatkan rasa syukur, dan ketika diuji dengan kesedihan atau penderitaan maka hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Allah meminta pertolongan dan perlindungan-Nya.

Maka, secara global ujian itu terbagi dua, yaitu ujian berupa kesenangan dan kesedihan. Sebagaimana Allah firmankan :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Artinya: “Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (QS Al-Anbiya [21]: 35).

Adakalanya ujian itu dengan musibah dan adakalanya dengan nikmat, agar Allah dapat melihat siapakah yang bersyukur dan siapakah yang ingkar, siapakah yang bersabar serta siapakah yang berputus asa.

Kadang diuji dengan kesengsaraan, kadang dengan kemakmuran, sehat dan sakit, kaya dan miskin, halal dan haram, taat dan durhaka, serta petunjuk dan kesesatan.

Ujian Kesenangan

Ketika mendapat rezki yang banyak misal kariernya naik, perusahannya maju, bisnisnya lancar, hasil pertanianya bagus. Atau ketika mendapatkan pendamping hidup yang cantik, dikaruniai anak-anak yang banyak.

Semua di atas termasuk ujian kesenangan, maka bersyukurlah kepada Allah dengan cara meningkatkan kualitas keimanan, ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Jangan sebaliknya justru berperilaku sombong dan tidak mau bersyukur. Bersyukur dengan cara meningkatkan kualitas keimanan, ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah.

Ujian Kesedihan

Kesedihan adalah sesuatu yang tidak diharapkan oleh setiap manusia dan secara naluri orang-orang yang berimanpun memiliki rasa sedih, tapi kesedihan itu tidaklah harus berlarut-larut. Ketika menghadapi ujian berupa kesedihan, maka hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Begitu juga, setiap manusia pasti memiliki naluri takut, begitupun orang-orang beriman juga memiliki rasa takut. Namun bagi orang-orang beriman, rasa takut yang paling utama adalah takut kepada Sang Khaliq atau Yang Maha pencipta yakni Allah.

Demikian juga, ketika Allah menurunkan wabah pada suatu negeri, dan wabah itu berbahaya bersifat menular serta mematikan. Maka sikap orang-orang yang beriman adalah menghadapinya dengan kesabaran dan bertawakal. Atau ada lagi ujian berupa bencana alam misalnya banjir, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, kekeringan atau kemarau panjang, termasuk ujian berupa peperangan.

Maka orang-orang beriman itu menghadapi semua dengan kesabaran, dan dapat mengambil hikmahnya serta tetap berprasangka baik kepada Allah.

Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ * وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

Artinya: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“ (QS Al-Fajr : 15-16).

Dengan adanya kesenangan dan kesedihan dari Allah itu, sebagai orang beriman hendaknya tetap terus koreksi diri dan berhusnudzan kepada Allah.

Semua itu, ujian bagi orang-orang beriman pada dasarnya adalah ujian keimanan, seperti firman-Nya :

{الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (4) }

Artinya: “Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)mengatakan, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (QS Al-Ankabut : 1-4).

Karena itu, semua ujian itu adalah wujud kasih sayang Allah. Semoga kita selalu mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah. Aamiin. (A/Mus/RS2).

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.