Mendidik Anak dalam Islam

mnddik anak dlm islamOleh Etha Rachmah, Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lampung

Setelah masuk pada gerbang pernikahan, setiap suami isteri pasti akan mendambakan kehadiran seorang . Namun, bagaimana bila sudah memiliki anak? Bagaimana dengan pergaulan saat ini? Sering kali, permasalahan dalam pergaulan anak muncul, sehingga bila pergaulan anak diluar pengawasan orangtuanya, tidak bisa dipungkiri anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas.

Dalam permasalahan ini, banyak sekali orangtua yang bingung bagaimana cara menjaga anaknya agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara untuk anak agar terhindar dari pergaulan bebas antara lain sebagai berikut.

Pertama, Menanamkan Rasa Malu pada Anak

اَلْـحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَ َاْلإِيْمَانُ فِـي الْـجَنَّةِ ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْـجَفَاءِ وَالْـجَفَاءُ فِـي النَّارِ

Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka.” [HR. Ahmad (II/501), at-Tirmidzi (no. 2009), Ibnu Hibbân (no. 1929-Mawârid), al-Hâkim (I/52-53) dari Abû Hurairah ra. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 495) dan Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3199).]”.

Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Biasakan pula anak untuk selalu menutup auratnya.

Kedua, Menanamkan Jiwa Maskulinitas pada Anak Laki-laki dan Jiwa Feminitas pada Anak Perempuan

Berikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai dengan fitrahnya. Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).

Ketiga, Memisahkan Tempat Tidur Anak

Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Dengan pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.

Keempat, Mengenalkan Waktu Berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu) Sekaligus Tidak Dibolehkan Menyingkap Aurat di Hadapan Anak-anak yang Sudah Mumayyiz (Sudah Dewasa)

Karena Ta’ala telah memerintahkan kaum mukminin untuk mereka yang belum balig di dalam keluarga agar izin terlebih dahulu sebelum masuk kamar (orang tua) dalam tiga waktu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum salat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah salat Isya,. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nur: 58).

Inilah ketiga waktu yang Allah perintahkan agar kita memerintahkan anak-anak kecil untuk izin terlebih dahulu padanya. Dan itu merupakan waktu-waktu seorang berpakaian seadanya.

Al-Allamah Ibnu Asyur rahimahullah berkata dalam tafsirnya At-Tahrir wat Tanwir “Ini merupakan waktu-waktu anggota keluarga menanggalkan pakaian mereka (yaitu berpakaian seadanya), maka buruk sekali jika anak-anak melihat aurat mereka. Pemandangan tersebut akan terus terekam di benak sang anak, karena hal itu bukan perkara biasa yang dia lihat.

Disamping itu, hendaknya sang anak dididik untuk menutup aurat agar menjadi akhlak dan kebiasaan mereka apabila sudah besar.” Demikianlah adab terhadap anak-anak, hendaknya mereka dicegah agar tidak melihat aurat, karena hal tersebut akan menyebabkan kerusakan saat sudah besar.

Al-Allamah Ibn Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya. Beliau menyebutkan beberapa pelajaran dari ayat tersebut, “Di antaranya, bahwa anak kecil yang berusia belum balig tidak boleh diberi kesempatan melihat aurat, diapun tidak boleh memperlihatkan auratnya. Karena Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan sesuatu kecuali karena perkara yang tidak dibolehkan.” Hal ini berlaku terhadap anak kecil yang sudah mumayyiz (telah mengenal aurat).

Abu Bakar Al-Jashshash berkata dalam kitabnya Ahkamul Quran, 3/464-465), “Allah Ta’ala memerintahkan anak kecil yang telah mengetahui aurat wanita untuk meminta izin terlebih dahulu pada waktu-waktu yang tiga ini, berdasarkan firmannya, ” hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu.” Yang dimaksud adalah anak yang telah mengetahui perkara ini.

Adapun yang tidak diperintahkan izin terlebih dahulu, lebih kecil dari itu.”Terhadap anak kecil yang belum dapat membedakan, tidak mengapa seseorang tidak menutup auratnya darinya. Ibnu Qudamah berkata dalam kitab Al-Mughni, 7/76, “Adapun terhadap anak yang masih kecil dan belum mumayyiz, tidak diwajibkan menutup aurat darinya.”

Al-Allamah Zakaria Al-Anshari berkata dalam kitab Syarhul Bahjah, 4/98, “Seorang anak yang belum mampu menceritakan apa yang dia lihat, dibolehkan membuka aurat di hadapannya.” Ini merupakan pembatasan yang tepat, dibolehkan membuka aurat di depan anak kecil yang belum mampu menceritakan apa yang dia lihat, seperti anak berusia setahun atau setahun setengah dan tidak boleh membuka aurat di depan anak yang sudah dapat menceritakan apa yang dia lihat, seperti anak usia tiga tahun. Perlu diperhatikan bahwa anak-anak satu sama lain berbeda-beda, sebagian anak ada yang mendahului anak sebayanya dalam berpikir dan berbicara, sebagiannya lagi lebih lambat dari yang lainnya.

imagesKelima, Mendidik Menjaga Kebersihan Alat Kelamin

اَلنَّظَافَةٌ مِنَ اﻻِيْمَانِ٠﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍحمد﴾

Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Ahmad)

Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.

Keenam, Mengenalkan Mahramnya

Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (Qs. An Nisa’: 22-24)

Dengan memahami kedudukan perempuan yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam mendidik anak.

Ketujuh, Mendidik Anak agar Selalu Menjaga Pandangan Mata

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Qs. An-Nur: 30)

Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.

Kedelapan, Mendidik Anak agar Tidak Melakukan Khalwat

من ثالثهما الشيطان كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يخلون بامرأة ليست معها ذو محرم منها فإن

Artinya: “Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaknya tidak berkhalwat (berduan tanpa muhrim) dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiga adalah setan.” (HR. Ahmad dalam kitab Musnad hadits no. 14692)

Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahramnya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak berkhalwat.

Kesembilan, Mendidik Etika Berhias

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs. Al-A‘raaf, 7: 31).

Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan yang dilakukan secara berlebihan, sehingga menimbulkan godaan bagi lawan jenisnya. Dalam Islam kita dilarang untuk berhias sehingga dapat menggoda atau mengundang hawa nafsu lawan jenis kita. Maka kita perlu mengajarkan pada anak etika dalam berhias.

Kesepuluh, Ihtilâm dan Haid

Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia baligh (dewasa). Adapun haid adalah yang biasa alami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekedar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.

Demikianlah cara mendidik yang Islam ajarkan, jangan sampai anak kita semua terjerumus kedalam pergaulan bebas, Naudzubillahi mindzalik.(T/eth/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.