Ketua NU Papua: Semboyan Toleransi Papua, Satu Tungku Tiga Bantu

Ketua Nahdatul Ulama (NU) Provinsi Papua, Dr. H. Toni Wanggai (kanan). (Foto: Rina Asrina/MINA)

Jakarta, 24 Ramadhan 1438/ 19 Juni 2017 – Ketua Nahdatul Ulama (NU) Provinsi Papua, Dr. H. Toni Wanggai mengatakan, toleransi beragama yang diterapkan di Papua sejak turun temurun bisa diterapkan di Islam minoritas maupun mayoritas.

“Semboyan yang kami miliki di Papua untuk sebuah toleransi adalah Satu Tungku Tiga Batu,” kata Toni kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta, Ahad (18/6).

Toni menjelaskan, istilah tungku merujuk pada kebersamaan, toleransi yang ditopang di bawahnya tiga batu sebagai simbol tiga agama yang mayoritas di sana, yaitu Islam, Katolik dan Kristen.

Baca Juga:  Tolak Fans Rasis, PSSI: Timnas Indonesia Pulang dengan Kepala Tegak

“Sama seperti jika kita memasak, tungku harus ditopang tiga batu yang fungsinya untuk menyokong tungku agar tidak guling atau tumpah,” katanya.

Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Yapis Jayapura itu mengatakan bahwa semboyan itu juga secara umum juga menunjukkan sinergi yang harmonis antara tiga elemen yaitu yaitu adat, agama, dan pemerintah dalam pembangunan masyarakat.

“Tiga elemen itu bersinergi untuk mengelola perbedaan agar tidak menimbulkan perpecahan di masyarakat yang saling menjunjung tinggi kebebasan beragama,” katanya.

Semangat itu masih terus dipelihara dan menyebar, tidak hanya di Fakfak, tapi juga di pesisir Papua Barat lainnya, seperti Sorong, hingga Kaimana.

Rujukan Toleransi Beragama

Semboyan Satu Tungku Tiga Batu menjadi semangat toleransi beragama di Papua, tidak hanya menjadi teori tapi praktek, sehingga Papua menjadi rujukan kerukunan beragama.

Baca Juga:  Wisuda Santri Dayah Insan Qurani Aceh, 50 Orang Khatam 30 Juz

Toni yang juga salah satu anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua faktor besar Papua bisa menjaga dan mempertahankan toleransi adalah komunikasi yang terjalin dengan baik antar umat beragama.

“Terbukti bahwa puluhan tahun di Papua jarang sekali ada konflik, adapun yang pernah terjadi di Tolikara dan Manokwari itu hanya miss komunikasi saja,” jelasnya.

Dia menambahkan, ada hikmah dari kasus yang ada di Tolikara yang bisa diambil pelajaran yaitu menjalin hubungan komunikasi dengan baik kepada semua elemen masyarakat dari semua agama.

“Setelah dilakukan diskusi antar tokoh agama, alhamdulillah sekarang masjid yang terbakar sudah terbangun kembali dan lebih bagus dari sebelumnya,” tambahnya. (L/P3/R10/RI-1)

Baca Juga:  Jamaah Haji Indonesia Mulai Berangkat Ahad 12 Mei

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Rudi Hendrik