Al-Sabaeen Square, tempat yang populer bagi warga sipil untuk berkumpul, telah berubah menjadi puing-puing hitam pada Ahad pagi, 5 November 2017.
Sekitar pukul 01.40 Ahad dini hari, serangan udara yang dipimpin Arab Saudi menghantam lokasi wisata tersebut, membuat banyak orang Yaman merasa terguncang bersama langit yang menghitam.
Sejak pemberontakan Houthi tahun 2011 di Yaman, Al-Sabaeen Square telah menjadi tempat berkumpulnya para pendukung Kongres Rakyat Umum (GPC) dari seluruh negeri. Mantan Presiden Abdullah Saleh pernah menyampaikan beberapa pidato politiknya di sana. Pidato yang terakhir ia lakukan pada 24 Agustus 2017.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Ahlam Amri, seorang lulusan SMA yang tinggal di Sanaa mengatakan, serangan terhadap Al-Sabaeen “tidak dapat dibenarkan, salah dan biadab.”
“Al-Sabaeen Square adalah ikon republik dan demokrasi Yaman. Memang benar bahwa serangan udara menghancurkan tempat ikon ini, tapi tidak akan memaksa orang Yaman untuk menyerah,” kata Amri.
Osama Yahia, seorang penduduk lokal di Sanaa, mengatakan bahwa Yaman telah kehilangan infrastrukturnya sejak perang pada bulan Maret 2015. Pengeboman terhadap Al-Sabaeen Square adalah contoh terbaru.
“Tempat pawai parade bersejarah ini bukan milik kaum Houthi atau partai politik lainnya, melainkan milik semua orang Yaman,” kata Yahia. “Menghancurkannya tidak hanya merugikan kaum Houthi, ini telah menyakiti perasaan jutaan orang Yaman.”
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Serangan udara di Sanaa telah meningkat dalam beberapa pekan di akhir Oktober. Pesawat tempur koalisi pimpinan Arab Saudi terus melayang-layang di daerah yang dikuasai Houthi.
Eskalasi ini terjadi setelah rudal balistik Houthi ditembakkan ke ibu kota Arab Saudi pada 4 November 2017.
Sabtu, awal pagi, pemerintah pemberontak yang bermarkas di Sanaa mengatakan, tentaranya menembakkan rudal balistik Burkan H2 ke Bandara Internasional Raja Khalid. Serangan mengejutkan itu membuat Riyadh tercengang. Maka sejak saat itu, Saudi meluncurkan serangkaian serangan udara terhadap banyak lokasi, salah satunya menghancurkan Al-Sabaeen Square.
Bukan kerugian yang pertama dan yang terakhir
Noura Al-Jarwi, seorang aktivis politik dan anggota Kongres Rakyat Umum (GPC), mengatakan dalam sebuah unggahan status di Facebook, pengeboman terhadap Al-Sabaeen Square bukanlah kerugian pertama yang diderita rakyat Yaman.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
“Setelah tiga tahun perang, pengepungan, penghancuran dan ribuan martir dan luka-luka, kerugian ini bukan apa-apa. Orang-orang Saudi akan menanggung harga yang telah mereka hancurkan di Yaman,” katanya kepada wartawan The New Arab.
Warga di Sanaa juga sangat marah karena pemerintah Yaman yang diakui secara internasional telah membiarkan serangan itu terjadi.
Sharif Naji, seorang warga Sanaa, mengatakan bahwa dia pergi untuk melihat reruntuhan pada hari Ahad. Ia merasa sangat sedih.
“Serangan udara telah menargetkan rumah sakit, sekolah, pemakaman, aula pernikahan dan sekarang tempat pawai berdiri. Bagaimana orang Yaman bisa mempercayai apa yang disebut pemerintah yang sah?” tanya Naji.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“Ketika saya melihat ke tempat yang hangus itu, saya tidak dapat menyembunyikan kesedihan saya, saya ingat ribuan orang yang dulu datang ke sana untuk melakukan demonstrasi atau memperingati perang yang telah menghancurkan keindahan negara kami,” kata Naji.
Namun, ada pula orang Yaman lainnya yang bereaksi tak acuh terhadap serangan itu.
Ali Aqlan, seorang sopir bus yang bekerja di Sanaa, mengatakan bahwa penghancuran tersebut tidak membuatnya “sedih.”
“Politisi dan pemimpin di Yaman harus merasa sedih dan menyesal karena mereka telah membawa penyakit ini ke negara ini, saat mereka melanjutkan pertempuran mereka demi kekuasaan,” kata Aqlan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Yaman terjun ke dalam perang saudara ketika kelompok Houthi dan sekutunya menggulingkan pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi pada awal 2015. Perang berlarut lebih buruk setelah Saudi memimpin koalisinya melakukan intervensi militer di Yaman.
Satu rudal tapi konsekuensi serius
Serangan rudal ke Riyadh telah memicu konsekuensi serius bagi Yaman. Tanggapan koalisi pimpinan Saudi tidak hanya mengebom Al-Sabaeen Square dan pos terdepan militer lainnya, tetapi juga penutupan semua perbatasan Yaman.
Ini adalah perkembangan yang akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah menjadi bencana di negara itu.
Beberapa jam setelah mengumumkan penutupan perbatasan Yaman, krisis bahan bakar segera meningkat dengan cepat dan warga mengantri di banyak tempat di dekat pompa bensin di ibu kota. Penerbangan pun dihentikan di bandara selatan Yaman.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Faisal Mohammed (30), seorang penduduk di Sanaa yang biasa membeli bensin 20 liter seharga YR5600 (US$ 13), jadi harus membayar YR8000 (sekitar US$ 18) setelah penutupan perbatasan.
PBB memperingatkan bahwa blokade bantuan kemanusiaan di Yaman akan membuat jutaan orang berisiko.
“Operasi kemanusiaan diblokir akibat penutupan yang diperintahkan oleh koalisi yang dipimpin oleh Saudi,” kata Jens Laerke, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) di Jenewa. (A/RI-1/P1)
Sumber: tulisan Khalid Al-Karimi di The New Arab. Khalid Al-Karimi adalah seorang reporter dan penerjemah lepas. Dia adalah anggota staf Pusat Media Yaman yang berbasis di Sanaa, sebelumnya bekerja sebagai editor dan reporter penuh waktu untuk koran Yemen Times.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Mi’raj News Agency (MINA)