Antara UN dan SNMPTN

, saat melakukan jumpa pers usai peluncuran dan 2017. (Foto: Risma MINA)

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir telah meluncurkan dimulainya kegiatan Seleksi Nasional Masuk Perguan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2017, di Gedung D Kemenristekdikti, Jakarta, Jum’at (13/1).

Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini rencananya Ujian Nasional () akan ditiadakan. Tetapi pada saat Rapat Kabinet, Kemendikbud memutuskan UN tetap berjalan, tetapi dengan mekanisme dan perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan. Berikut petikan wawancara Mi’raj Islamic News Agency (MINA) bersama para wartawan dengan Menristekdikti dalam jumpa pers di akhir acara Peluncuran SNMPTN dan SBMPTN Tahun 2017.

Wartawan: Adanya Perubahan Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait Ujian Nasional, menurut bapak bagaimana solusinya?

Menristekdikti: Terkait kebijakan yang dikeluarkan Kemendikbud, rencananya UN akan di tiadakan. Tetapi pada saat Rapat Kabinet yang saya juga hadir di dalamnya, diputuskan UN tetap berjalan. Tapi dengan mekanisme dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh Kemendikbud, dan juga ada USBN, artinya, mata pelajaran yang sudah di UN kan itu nanti masuknya di dalam mata USBM. Sekarang bagaimana kaitannya dengan SNMPTN, apakah nanti UN itu akan menjadikan salah satu penentu? Kami melihat ini kebijakan yang ada di Kemendikbud, mulai ada perubahan juga yaitu mata ujinya itu, oleh karena itu Kementerian akan konsentrasi untuk SNMPTN yaitu pemelusuran masa sekolah siswa mulai semester 1 – semester 4 harus kita seleksi betul. Harapan saya kedepan penerimaan SNMPTN di mulai pada bulan Desember, bukan lagi februari. Karena apa, ini karena luar negeri telah menjaring anak Indonesia pada bulan desember itu, sehingga ini harus kita coba dan kita pertimbangkan. Tahun ini, UN tetap sebagai bahan pertimbangan dan USBN, tetapi karena USBN belum punya pengalaman terkait hal itu, jadi kami belum bisa memberi tahu apa yang menjadi unsurnya, tetapi dalam kaitan dengan SNMPTN yaitu UN tetap sebagai bahan pertimbangan.

Wartawan: Terkait Uang Kuliah Tunggal di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (UKTPTNBH) yang tidak diatur, bagaimana supaya tidak kebablasan?

Menristekdikti: PTNBH itu adalah tetap ada UKT, dulu yang menetapkan UKT adalah menteri sementara PTNBH ditetapkan atas dasar peraturan pemerintah. Kalua peraturan pemerintah berarti menteri tidak terlalu ikut campur dalam hal ini, tetapi bertanggung jawab kepada menteri itu jelas. Semua PTNBH bertanggung jawab pada menteri, semua aktifitasnya dan mereka harus menyampaikan uang kuliah tunggalnya yang telah ditetapkan oleh menteri. Jadi, ini kewenangan kami berikan dalam menetapkan SK nya. Selama ini semua perguruan tinggi negeri mengajukan UKT, kami yang menetapkan. Sekarang yang untuk PTNBH kami serahkan mereka menetapkan kemudian melapor kepada menteri, bedanya disitu. Tetapi kita tidak bebas menyalurkan itu karena menteri tetap mempunyai intervensi dalam hal ini kaitannya sebagai anggota FBA juga.

Wartawan: Rencana untuk bisa membuat seleksi pendidikan vokasi yang juga bisa terintegrasi dengan akademik, itu apa kendalanya sehingga masih belum bisa dilaksanakan?

Menristekdiki: Terkait seleksi pendidikan vokasi, tahun ini memang kita masukkan tetapi ternyata dari pendidikan vokasi belum siap. Nanti tahun depan, ya mungkin terlibat dalam proses penerimaan ini dulu, jadi mereka ingin mengetahui terlebih dahulu SNMPTN seperti apa, SBMPTN seperti apa, bagaimana mekanisme penilaian dan semuanya, nanti tahun depan Insya-Allah vokasi sudah bisa ditetapkan.

Wartawan: terkait kuota SNMPTN yang tahun ini menurun, apa pertimbangannya?

Menristekdikti: Tentang kuota, kuota itu adalah kami pertimbangkan. Mengapa itu turun? Sebenarnya bukan turun, dimana 40% yang kita lakukan penerimaan ada yang standarnya itu tidak memenuhi pada angka itu, tentu akan menjadi masalah bagi kami. Buktinya apa, kami punya data korelasi antara nilai pada saat dia masuk, dan setelah dia kuliah, disitu nilai UN yang dalam hal ini yang menyebabkan tidak terkorelasi positif dengan hasilnya ini, korelasinya sudah positif tetapi tidak siknifikan, ini yang harus kita perbaiki dulu. Maka kisaran yang pas itu diantara 30% itu. Jadi ini adalah berbasis dari empiris data yang tersedia dari panitia penerimaan mahasiswa baru yang selama ini jalan. Ini yang harus kita perbaiki, mudah-mudahan nanti dengan hal ini kedepan UN akan menjadi yang terpecaya. Karena kalua tidak, kita tidak punya standar, dimana standar pengukuran Bahasa dan sains Indonesia telah menduduki rangking 60 dari 138 negara. Kita kalah denga Vietnam, yang menduduki angka ke-8 rangkingnya sementara kita masih jauh, dan ini yang harus kita dorong.

Wartawan: Terkait daerah 3T menyangkut pelaksanaan SNMPTN dan SBMPTN ini, bagaimana perhatiannya Pak Menteri terhadap daerah 3T tersebut?

Menristekdikti: Terkait koneksinnya daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), ini menjadi sangat penting, yang selama ini di daerah 3T dari tahun lalu problem pada koneksinya. Akibatnya, mereka tidak bisa masuk di Perguruan Tinggi Negeri, mereka hanya bisa masuk di negeri yang mengadakan kerjasama antar daerah, ini yang menjadi problem. Oleh karena itu, saya minta kepada PT Telkom Indonesia agar kiranya dapat membantu panitia SNMPTN dan SBMPTN supaya koneksinya menjadi lebih baik. Kalua koneksinya sudah baik, berarti mereka mempunyai kesempatan yang sama didalam melakukan seleksi penerimaan mahasiswa baru ini. Kalau bisa, baik SNMPTN, SBMPTN, atau UMBPTN anak-anak itu harus bisa terjaring dimana tempatnya mereka terjaring.

Wartawan: Untuk memastikan jika kuota SNMPTN 30%, SBMPTN 30%, UMBPTN 30%, dan yang 10% lagi tidak menjadi jatah panitia, bagaimana cara mengawasinya?

Menristekdikti: 100% siswa harus diterima dari total kuota itu, yang 10% itu nantinya bebas akan mengambil dari SNMPTN, SBMPTN, atau UMBPTN. Itu tergantung perguruan tingginya, tetapi yang paling penting kita tidak boleh memainkan penerimaan mahsiswa baru ini. Jika terjadi kecurangan didalamnya, nantinya Rektornya akan mendapatkan sangsi, dikutip PP No. 53 tahun 2000. Jika pelanggaran yang dilakukan masih ringan, maka Rektor hanya mendapat Surat Peringatan, tetapi jika pelanggaran yang dilakukan cukup berat, maka akan dilakukan pemberhentian. (L/R09/RS3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.