Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor dan Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Dalam bait lagu “Untuk Kita Renungkan” Ebiet G. Ade disebutkan,
Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Adalah Dia di atas segalanya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, anugerah adalah pemberian atau ganjaran dari pihak atas (orang besar dan sebagainya) kepada pihak bawah (orang rendah dan sebagainya); atau karunia (dari Tuhan).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Sedangkan bencana adalah sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan, kecelakaan, atau bahaya.
Anugerah dan bencana, pada hakikatnya memang adalah atas kehendak-Nya. Keduanya datang silih berganti, saling bertautan dan saling melengkapi, sebagai bagian dari sarana makhluk-Nya untuk memperibadati-Nya. Yakni melalui syukur saat menerima anugerah dan sabar ketika mendapatkan bencana atau musibah.
Musibah datang silih berganti, seolah tiada pernah berhenti, menimpa manusia di segenap penjuru permukaan bumi ini. Mulai dari tanah longsor di pedesaan, gunung meletus, banjir di perkotaan, kebakaran di perumahan padat penduduk, gempa bumi yang mengguncang, hingga kecelakaan pesawat terbang berteknologi tinggi.
Kokohnya benteng ternyata tak sanggup menahan longsoran tanah. Drainase yang tertata rupanya tidak mampu menampung air yang terus menerjang. Demikian pula teknologi tinggi yang dimiliki pesawat terbang, ternyata tidak kuasa menghadapi hadangan awan tebal dan cuaca ekstrim di udara.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Bagaimana menyikapinya jika menimpa kita atau menimpa keluarga, kerabat teman, dan sesama saudara di antara kita?
Tiada lain adalah mengembalikannya kepada Allah Yang Maha Kuasa, tempat kembali kita semuanya.
Sebagaimana Allah nyatakan di dalam ayat:
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” –Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kita semua kepada-Nya akan kembali-.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 156).
Dan, itu semua, termasuk bencana, sudah termaktub pada catatan Allah, Lauh Mahfudz. Seperti Allah sebutkan:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬
Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfudz] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. Al-Hadid [57.] : 22).
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Ini untuk menguatkan kesabaran kita, bahwa demikianlah yang menimpa diri kita. Boleh bersedih tapi tak boleh putus harapan. Bisa saja menangis, namun tetap tidak lantas menyalahkan-Nya atau malah menjauh dari Allah. Justru kita mendekati-Nya, untuk mendapatkan kekuatan dan ketabahan menjalani hidup ini.
Ibrah (Pembelajaran)
Hanya, tentu menjadi ibrah (pembelajaran) buat kita atas apa-apa yang telah dilakukan sampai pada bencana atau musibah itu. Sebab, setiap bencana dan musibah yang terjadi, walaupun sekali lagi semua pasti atas kehendak-Nya. Namun, ternyata adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri.
Allah menyatakan di dalam ayat:
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
وَمَآ أَصَـٰبَڪُم مِّن مُّصِيبَةٍ۬ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ۬
Artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar [dari kesalahan-kesalahanmu]”. (Q.S. Asy-Syuura [42] : 30).
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَہۡدِ قَلۡبَهُ ۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Artinya : “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. At-Taghaabun [64] : 11).
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
Dan bagi orang beriman, apa-apa yang menimpanya, adalah sebagai sarana dan cara Allah memberikan kasih sayang-Nya. Yakni, sebagai tanda Allah hendak menghapus dosa-dosa kita dan mengangkat derajat kita. Jika kita menerimanya dengan ikhlas, ridha, sabar dan tawakkal kepada Allah.
Di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebutkan:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Artinya : “Tidaklah sesuatu yang menimpa orang Islam, baik penyakit biasa maupun menahun, kegundahan dan kesedihan, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dengan semua derita yang dialaminya.” (H.R. Bukhari).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa
Berkaitan dengan hadits tersebut, Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan di dalam Syarah Riyadhush Shalihin, “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (yaitu pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan di dalam sabdanya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ اُصِيْبَ بِمُصِيْبَةٍ بِمَالِهِ اَوْ فِى نَفْسِهِ فَكَتَمَهَا وَ لَمْ يَشْكُهَا اِلَى النَّاسِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ اَنْ يَغْفِرَ لَهُ. الطبرانى
Artinya : “Barangsiapa yang ditimpa musibah pada hartanya atau dirinya, lalu dia menyembunyikannya dengan tidak mengeluh kepada manusia, maka haq atas Allah untuk mengampuninya”. (H.R. ath-Thabrani dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu).
Baca Juga: Mahsyar dan Mansyar: Refleksi tentang Kehidupan Abadi
Adanya musibah dan bencana, juga sekaligus menunjukkan kelemahan kita sebagai manusia dan pengakuan kita akan kekuasaan Allah Yang Maha segala-galanya.
Allah, pencipta segala sesuatu, satu-satunya pemilik seluruh makhluk. Dia-lah Allah yang menghimpun gumpalan awan, yang menerangi bumi, yang menurunkan hujan, yang menjadikan petir bergemuruh, yang mengubah arah angin, yang menetapkan burung-burung tetap di langit, yang menyemai benih, yang menentukan detak jantung manusia, dan yang menjaga planet-planet pada orbitnya.
Kekuasaan Allah antara lain disebutkan di dalam ayat :
ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬ وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلۡأَمۡرُ بَيۡنَہُنَّ لِتَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عِلۡمَۢا
Baca Juga: Sujud dan Mendekatlah
Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (Q.S. Ath-Thalaq [65] : 12).
أَوَلَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَلَمۡ يَعۡىَ بِخَلۡقِهِنَّ بِقَـٰدِرٍ عَلَىٰٓ أَن يُحۡـِۧىَ ٱلۡمَوۡتَىٰۚ بَلَىٰٓ إِنَّهُ ۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya [bahkan] sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-Ahqaf [46] : 33).
Menyikpai Musibah/Bencana
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia akan tegar menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka apalagi berputus asa. Akan tetapi ia berusaha mengobatinya sendiri dengan berbagai cara.
Pertama, menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian, bencana, petaka dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak. Sekaligus, menunjukkan bahwa memang Allah benar-benar Maha Kuasa.
Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar daripada musibah yang menimpa dirinya. Sehingga hatinya merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya bukan hanya dirinya saja.
Ketiga, menyerahkan kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,
اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا
Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripdanaya”. (H.R Muslim).
Keempat, meyakini bahwa cobaan dan musibah dirasakannya adalah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu.
Sekaligus musibah itu juga dapat menjadi pelajaran bagi orang beriman untuk meningkatkan taqwa kepada-Nya, memperbanyak istighfar, dan meningkatkan amal salihnya. Karena semua itu terjadi pasti mengandung berjuta hikmah bagi kebaikan orang beriman.
Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :
مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (Q.S. An-Nisa [4] : 79).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah” adalah dari karunia dan kasih sayang Allah. Sedangkan makna “dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. Asy-Syura [42] : 30).
Imam As-Suddy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna “maka dari dirimu sendiri” adalah karena dosa-dosamu.
Qatadah mengatakan bahwa makna “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Adalah akibat dosamu wahai anak Adam.
Bahkan Allah sengaja menguji hamba-hamba-Nya, dengan maksud agar dia sadar dan bertaubat, karena Allah hendak mendengar suara hamba-Nya itu, suara istighfarnya.
Di dalam hadits qudsi disebutkan, yang maknanya, “Allah berfirman kepada malaikat-malaikat-Nya : Pergilah kepada hambaKu, lalu timpakanlah bermacam-macam ujian karena Aku ingin mendengar suaranya.” (H.R. Thabrani).
Adapun bagi orang-orang kafir, yang ingkar kepada Allah, musibah, cobaan atau ujian yang diberikan kepada mereka adalah sebagian saja dari adzab Allah kepada mereka di dunia. Sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akhirat. Na’udzubillaahi min dzalik.
Sebagaimana firman-Nya :
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian adzab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. As-Sajadah [32] : 21)
Pada ayat lain dikatakan :
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ لَيۡسَ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيہَا وَبَـٰطِلٌ۬ مَّا ڪَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Artinya : “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (Q.S. Huud [11] : 16).
Semoga kita sebagai orang beriman dapat menyikapi anugerah dengan bersyukur, dan menerima bencana atau musibah dengan bersabar serta tetap menyandarkan kepada Allah Sang Maha Pencipta alam semesta. Tawakkaltu ‘alallaah, laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyil ‘adziim. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin. (P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency