Bagaimana Para Sahabat Menghidupkan Al-Qur’an? (Oleh Mustofa Kamal, Mahasiswa STISA-ABM)

Oleh; , Mahasiswa sekolah tinggi ilmu Al-Qur’an Abdullah bin Mas’ud, Lampung.

 

Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surah Al- Insan ayat 23-24:

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ تَنزِيلٗا (٢٣) فَٱصۡبِرۡ لِحُكۡمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعۡ مِنۡهُمۡ ءَاثِمًا أَوۡ كَفُورٗا(٢٤)

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.(23). Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka (24).”

Firman Allah Ta’ala Al-Qur’an surah Al-Qhashas ayat 85-88:

إِنَّ ٱلَّذِي فَرَضَ عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لَرَآدُّكَ إِلَىٰ مَعَادٖۚ قُل رَّبِّيٓ أَعۡلَمُ مَن جَآءَ بِٱلۡهُدَىٰ وَمَنۡ هُوَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ  ٨٥ وَمَا كُنتَ تَرۡجُوٓاْ أَن يُلۡقَىٰٓ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبُ إِلَّا رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۖ فَلَا تَكُونَنَّ ظَهِيرٗا لِّلۡكَٰفِرِينَ (٨٦) وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ بَعۡدَ إِذۡ أُنزِلَتۡ إِلَيۡكَۖ وَٱدۡعُ إِلَىٰ رَبِّكَۖ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ (٨٧) وَلَا تَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ كُلُّ شَيۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُۥۚ لَهُ ٱلۡحُكۡمُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ (٨٨)

Artinya: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah, “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.” Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur’an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Al-Qur’an Diturunkan Berangsur

Pada ayat ke 23 dari surah Al-Insan, Allah telah menerangkan bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur, dibacakan Al-Qur’an kepada para sahabat dan para sahabat mendengarkan, dan menghafalnya juga ada yang mencatatnya dengan media yang sangat sederhana yang ada saat itu, bukan seperti zaman sekarang yang modern dan jaman digital.

Adanya Al-Qur’an diturunkan secara berangsur itu perlu kita perhatikan adalah kesungguhan para sahabat dalam menerapkannya di setiap aktivitas kehidupan.

Kemudian setelah Al-Qur’an diturunkan semuanya dengan jumlah 30 juz, para sahabat tetap melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an. Para sahabat tidak akan bertindak, bermuamalah atau menjalankan segala sesuatu kecuali merujuk kepada Al-Qur’an (kembali kepada Al-Qur’an) bila Al-Qur’an memerintahkan para sahabat laksanakan dan sebaliknya bila Al-Qur’an melarang maka para sahabat meninggalkanya.

Bersabar dengan Ketetapan Al-Qur’an

Kemudian pada surah Al-Insan ayat yang ke 24 Allah perintahkan agar bersabar dalam melaksanakan ketetapan dalam Al-Qur’an tidak terpengaruh dengan perilaku para pendosa dan orang-orang yang mengingkari Allah. Seperti riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir, yang bersumber dari Qotadah. Bahwa Qotadah menerima kabar tentang Abu Jahl. Abu Jahl berkata: “Jika aku melihat Muhammad sedang shalat maka akan ku injak tengkuknya”, maka turunlah ayat tersebut sebagai perintah Allah agar Nabi Muhammad dan sekaligus para sahabat bersabar dalam mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an, ini juga berlaku bagi kita semua sebagai umat Muslim yang berpedoman pada Al-Qur’an. Yakni bersabar dari tidak bermuamalah kecuali ada tuntunannya dari Al-Qur’an, juga bersabar dari gangguan, celaan, hinaan bahkan kelalaian para pendosa dan orang-orang yang ingkar kepada Al-Qur’an.

Berhukum dengan Al-Qur’an

Kemudian pada Surah Al-Qashas ayat 85-88 Allah menerangkan, yang pertama adalah berhukum kepada Al-Qur’an.

Berhukum pada Al-Qur’an artinya melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an secara total atau sepenuhnya. Orang-orang Muslim hendaknya mengamalkan Al-Qur’an secara total dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kaffah” atau keseluruhan.

Firman Allah Ta’ala;

Surat Al-Baqarah (2) Ayat 208

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ (٢٠٨)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Arti “Ud hulu Fissilmi Kaaffah” yakni hendaklah kaum Muslimin berpegang kepada tali Islam dan semua syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka atau mengamalkan semua cabang iman dan syariat Islam yang banyak sekali dengan segenap kemampuan yang dimiliki.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Tawus, Ad-Dahhak, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid sehubungan dengan firman-Nya: Masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya. (Al-Baqarah: 208) Yang dimaksud dengan As-Silmi ialah agama Islam.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: Masuklah kalian ke dalam Islam. (Al-Baqarah: 208) yang dimaksud dengan As-Silmi ialah taat. Qatadah mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan As-Silmi ialah berserah diri.

Lafaz kaffah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ar-Rabi’ ibnu Anas, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan, Qatadah dan Ad-Dahhak artinya seluruhnya, sedang Mujahid mengatakan makna ayat ialah berkaryalah kalian dengan semua amal dan semua segi kebajikan.

Para sahabat menjadikan Al-Qur’an sebagai Kitab yang hidup di antara mereka. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup mereka. Mereka tidak akan bergerak kecuali atas persetujuan Al-Qur’an.

Jika salah satu dari mereka menginginkan untuk melakukan sesuatu pada dirinya, atau istrinya, atau anaknya, atau untuk masyarakat sekitarnya, maka mereka akan mengembalikan urusan tersebut kepada Al-Qur’an.

Mereka akan membacanya sekali dua kali sampai mereka benar-benar mengetahui rahasia di balik bacaan Al-Qur’an. Jika kiranya Al-Qur’an menyetujui niat mereka, mereka akan segera melaksanakan perbuatan tersebut. Namun jika mereka melihat bahwa ternyata Al-Qur’an melarang perbuatan itu, maka mereka akan segera meninggalkannya.

Para sahabat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah Subhanahu Wata’Ala. Jika Al-Qur’an mengatakan, “Ampunilah orang lain”, maka dia akan mengampuninya. Jika Al-Qur’an mengatakan, “Berbuat baiklah”, maka dia akan berbuat baik. Jika Al-Qur’an mengatakan, “Dengarkan yang ini”, maka dia akan mendengarkan yang ini. Mereka melaksanakan perintah Al-Qur’an secara terperinci. Mereka benar-benar menjadi Al-Qur’an yang berjalan di antara umat manusia. Mereka mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Semoga Allah meridhai mereka semua.

Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai hakim dalam setiap situasi dan kondisi. Hukum Allah sangat mendominasi terhadap kehidupan mereka. Al-Qur’an yang akan mengatur terhadap berbagai persoalan mereka.

Tatkala masa Khalifah Abu Bakar Asshidiq, pernah beliau memerintahkan sahabat Umar bin Khattab sebagai hakim. Dan tentang karakter Umar bin Khattab sendiri, tentang beliau ini, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, Allah telah menjadikan lidah dan hati Umar itu selalu bersama dengan kebenaran.

Tatkala akhir tahun, masa gajian (gajian tahunan) akan diberikan oleh Khalifah, maka Umar menolak dan mengatakan mereka tidak ada yang mengadukan persoalan untuk dihakimi, karena mereka semua (para sahabat) telah berhukum kepada Al-Qur’an, dan Al-Qur’an di jadikan sebagai hakim.

Para sahabat Nabi berhukum kepada Al-Qur’an dan Sunnah (kembali kepada Al-Qur’an dan sunah) dalam semua perkara kaum Muslimin.

Para Sahabat Menjadikan Al-Qur’an sebagai Obat dan Rahmat

Para sahabat Nabi menjadikan Al-Qur’an sebagai obat yakni obat hati dari kemunafikan dan kesyirikan. Al-Qur’an juga mampu menyembuhkan penyakit yang ada di dalam dada dan menjadi rahmat, yang memancarkan keteduhan, ketenangan, kelembutan dan kasih sayang yang mengantarkan para sahabat Husnul Khatimah.

Di dalam Al-Qur’an juga di terangkan tentang obat-obat penyembuh lahiriyah seperti madu dan lainnya. Dalam masalah penyakit lahiriyah atau jasmani, Rasulullah juga memberikan petunjuk untuk mencari obatnya.

Obat merupakan alat utama dalam penyembuhan saat ini. Perihal pentingnya penyembuhan dengan obat juga sangat disarankan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam seperti dinyatakan dalam sabdanya, “Aku (Usamah bin Syarik) menghadap Rasulullah. Di tempat itu aku menjumpai para sahabat (sedang duduk dengan khusyuk) seakan burung sedang hinggap di kepala mereka. Usai mengucapkan salam, aku duduk. Beberapa orang Arab pedalaman lalu datang dari berbagai arah. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita harus berobat?” Beliau menjawab, “Berobatlah! Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula penyembuhnya, kecuali satu penyakit, yaitu usia tua.” (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmiziy, Ibnu Majah, dan an-Nasa’iy dari Usamah bin Syarik).

Selalu Menyampaikan Ayat-Ayat Allah dan Menyeru kepada Ajaran Tauhid

Para sahabat nabi terus berdakwah menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an dan menyeru manusia meninggalkan menyembah selain kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Bahkan ketika itu ada sahabat-sahabat Nabi yang berdakwah sampai keluar dari Makkah, seperti sahabat yang menjadi panglima perang dan dijamin masuk surga, Sa’ad bin Abi Waqqash.

Selain menjadi panglima besar Islam, diceritakan juga bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash adalah da’i Islam pertama yang menyebarkan Islam di daratan China. Atau seperti Mushab bin Umair yang berdakwah di Madinah (Yatsrib) dan banyak mengisalamkan manusia jauh sebelum Rasulullah diutus untuk berhijrah. Bahkan, Rasulullah memberikan tugas yang berat tapi mulia kepada Mushab bin Umair untuk menjadi duta besar Madinah, maka beliau disebut sebagai duta pertama Islam. Membina orang-orang yang sudah berbaiat kepada Rasulullah dan terus menyeru manusia untuk memeluk Islam dan mempersiapkan penyambutan hijrah Rasulullah dan para sahabatnya ke Madinah.

Bila kita saat ini sebagai kaum Muslimin berhukum dengan Al-Qur’an dan juga Sunnah, kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka tiadalah para koruptor bergama Islam, tidak ada penyuap beragama Islam, tidak ada pemakan haram beragama Islam, tidak ada penipu beragama Islam dan seterusnya. Karena orang-orang Islam atau muslimin telah menjadikan Al-Qur’an sebagai asas rujukan amal perbuatan.

Semoga kita bersama bisa mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an secara maksimal, Aamiin. (A/Mus/R12/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.