Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkembangnya Buku-Buku Islam di Indonesia

Septia Eka Putri - Kamis, 3 Maret 2016 - 22:03 WIB

Kamis, 3 Maret 2016 - 22:03 WIB

744 Views ㅤ

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Afrizal Sinaro. (Foto: Putri/MINA)

2016/03/Afrizal-Sinaro-300x225.jpg" alt="Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Afrizal Sinaro. (Foto: Putri/MINA)" width="300" height="225" /> Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Afrizal Sinaro. (Foto: Putri/MINA)

Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar. Menurut Ajib Rosidi, sastrawan dan mantan ketua IKAPI (Ketua Ikatan Penerbit Indonesia), secara garis besar, usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha penerbitan buku pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra dan hiburan), dan usaha penerbitan buku agama.

Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran, umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.

Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku–buku agama Kristen umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.

Penerbitan buku bacaan umum berbahasa Melayu pada masa itu dikuasai oleh orang-orang Cina. Orang pribumi hanya bergerak dalam usaha penerbitan buku berbahasa daerah. Usaha penerbitan buku bacaaan yang murni dilakukan oleh pribumi, yaitu mulai dari penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan oleh orang-orang Sumatera Barat dan Medan.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Karena khawatir dengan perkembangan usaha penerbitan tersebut, pemerintah Belanda lalu mendirikan penerbit Buku Bacaan Rakyat. Tujuannya untuk mengimbangi usaha penerbitan yang dilakukan kaum pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Hingga jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah menerbitkan buku pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta belanda.

Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian besar berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diijinkan berusaha di Indonesia.

Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan jalan memberi subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya denga harga murah.

Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat dengan cepat.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang didirikan 1950, penerbit yang menjadi anggota IKAPI yang semula berjumlah 13 pada tahun 1965 naik menjadi 600-an lebih.

Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, karena hanya 25% penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran.

Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, kemudian menetapkan bahwa semua buku pelajar.Top of Form

Untuk mengungkap lebih lanjut pesatnya perkembangan buku-buku ke Islaman di Indonesia ditengan maraknya persaingan buku-buku umum lainnya, berikut wawancara Reporter Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dengan ketua IKAPI DKI Jakarta, Afrizal Sinaro di Istora Senayan Jakarta, disela acara Islamic Book Fair Indonesia (IBF) 2016.

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

MINA: Bagaimana perkembangan buku keislaman saat ini? 

Afrizal Sinaro: Secara umum, buku Islam 50% masih bergantung pada buku terjemahan, terlebih sekali dari Timur Tengah. Kalau kita lihat masyarakat di Indonesia yang beragama Islam sekitar 80%. Sebenarnya ini sangat membantu menarik minat baca yang tinggi terhadap buku ke Islaman. Pemerintah harus lebih berkontribusi disini.

Baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan mengatakan, anak-anak harus wajib baca dengan kurun waktu 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kurang lebih, ini membantu, dan alhamdulillah dari data IKAPI minat buku keislaman berkembang sangat pesat.

Jika diurutkan untuk kategori buku keislaman tersebut adalah, Buku Islam, Buku anak-anak, Buku Pergruan Tinggi, Sekolah. Ini sebetulnya kalau kita lihat ada beberapa maslah dalam yang pertama terkendala di naskah. Untuk mendapatkan teks naskah penulis itu tidaklah mudah. Selajutnya pendistribusian atau jaringan distributor, buku-buku yang baru masuk biasanya bertahan dua sampai empat minggu, setelah itu return. Di sinilah kalau kita lihat karena jumlah baru terbit banyak, tokoh buku tidak berkembang. Ini yang harus kita tingkatkan.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

Di IBF ini menjadi harapan buku ke Islaman bisa terjual walau hanya 10 hari, 10-25% omzet tahunan bis amenjadi keuntungan penjual buku, tidak ada laternatif lain, hanya di IBF bisa

MINA: Presentasinya berapa dibanding selain buku keislaman?

Afrizal Sinaro: Setiap kategori buku pasti ada pembaca dan bangsa pasarnya. Berdasarkan presentasi 350 tim IKAPI, hampir 35% buku Islam lebih unggul dibanding dengan buku sekolah, umum, dan perguruan tinggi.

Di lihat dari IBF ini, buku Islam anak-anak sampai buku Islam umumnya juga membantu naik nya presentasi minat baca anak-anak sampai dewasa. Mulai dari awal stan hanya 75 dan sekarang menjadi 425 stan. Ini terbukti buku Islam berkembang pesat.

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

MINA: Dari pandangan IKAPI, masyarakat lebih suka baca buku apa?

Afrizal Sinaro: Kalau untuk masalah minat baca ini tergantung dari setiap penerbit dan penulis, bagaimana mereka menyajikan buku terbaik untuk bangsa pasar dan pembaca, ada yang menyukai fiksi dan non fiksi, kemudian pembaca seperti anak-anak suka baca buku anak-anak, novel ke Islaman dan lain sebagainya.

Jadi hal ini tergantung kepada penerbit, penulis dan pembaca lah yang akan memilih mana yang mereka suka.

Akan tetapi dari kajian IKAPI, sejauh ini minat baca buku ke Islaman lebih besar.

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

MINA: Apa target IKAPI ke depannya terhadap perkembangan buku keislaman di Indonesia

Afrizal Sinaro: Insya-Allah ke depannya IKAPI akan terus berusaha yang terbaik memberikan kontribusi kepada pembaca agar selalu meningkatkan minat baca, dan IKAPI akan bekerja sama dengan penerbit dan penulis agar selalu bisa bersatu dalam satu pikiran, tidak semuanya penulis karena buku nya baik lalu tidak memikirkan bangsa pasar, akan tetapi bagaimana satu ide dan pikiran agar buku layak di baca dan masyarakat meminatinya.

Alhamdulillah dengan adanya acara IBF ini, setidaknya menambah peningkatan baca dan penerbit pun akan berusaha memberikan yang terbaik untuk pembaca, lihatlah di IBF ini anak-anak santriwan santriwwati berlomba-lomba membeli buku yang disukai untuk dibaca, sekolah pun menyediakan bus untuk keberangkatan mereka. Ini sangat jelas terlihat bahwa minat baca anak-anak sudah meningkat.

Pembaca datang dari berbagai dareha di Indonesia, saya ingin kedepannya ajang pameran ini bisa terus ada di kota kota di Indonesia, agar para generasi penerus bisa menjadi harapan yang baik untuk bangsa dalam meningkatkan ilmu dengan cara membaca.

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Saya juga ingin, buku-buku Islam hendaknya tidak di ambil dari terjemahan ulama di Timur Tengah, akan tetapi bisa di ambil alih oleh ulama Indonesia sendiri guna meningkatkan kualitas penulis di Indonesia. Sebenarnya kita mampu meningkatkan buku-buku Islam seperti tafsir, fiqih, ulumul quran dan buku Islam lainnya oleh penulis Indonesia, jadi tidak hanya novel yang banyak tapi peningkatan buku yang tadi saya sampaikan perlu di tingkatkan.

MINA: Apa pesan IKAPI untuk pemerintah di Indonesia supaya pemerintah bisa ikut andil dalam menyemarakkan ajang ini?

Afrizal Sinaro: Saya sangat berharap sekali pemerintah bisa memberi kontribusinya kepada penerbit-penerbit dan penulis di Indonesia yang telah memberikan kontribusi yang baik dalam menarik minat baca masyarakat. Ajang seperti IBF hendaknya lebih dilirik dan diperhatikan, saya sangat menginginkan pemerintah bisa antusias dalam meramaikan acara dan membantu pelaksanaan.

Dengan memberi reward kepada penulis, penerbit atas prestasi yang sukses menjual bukunya, supaya ada rasa semangat dan niat yang lebih kuat lagi dalam meningkatkan daya minat baca masyarakat di kancah Indonesia ini. (L/P007/P4)

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
MINA Millenia
Indonesia
Kolom