Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MER-C JALANKAN MISI KEMANUSIAAN DENGAN PRINSIP ‘RAHMATAN LIL ALAMIN’

Admin - Senin, 27 Januari 2014 - 07:57 WIB

Senin, 27 Januari 2014 - 07:57 WIB

838 Views ㅤ

Jakarta, 25 Rabi’ul Awwal 1435/27Januari 2014 (MINA) – Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Comitte (MER-C), Dr. Henry Hidayatullah, menyatakan Ahad malam di kantor pusatnya, Jakarta, bahwa MER-C memegang prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam) dengan cara bersikap dan berposisi netral di setiap daerah bencana. Dan itu disebut sebagai cara MER-C berdakwah.

Berikut ini adalah petikan wawancara ekslusif reporter MINA Rudi Hendrik dengan Dr. Henry:

MINA: Sebagai lembaga kemanusiaan dalam bidang medis, apakah MER-C bisa masuk ke semua wilayah bencana dan semua kalangan?

Dr. Henry: Kita usahakan untuk bisa masuk ke semua daerah bencana. Dalam konteks pertolongan, kita sebisa mungkin menempatkan diri dalam posisi yang netral.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Bencana itu ada dua: bencana alam dan bencana konflik atau perang. Kita harus netral, karena kita menolong. Jika kita sudah memihak, berarti tidak netral lagi, tentunya akan terbedakan.

Sementara, kita tahu bahwa nilai-nilai ke-Islaman adalah nilai-nilai yang universal, bisa semuanya. Inilah yang kita angkat dari apa yang Rasul ajarkan, sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam), kita adopsi nilai-nilai itu dalam konteks menolong korban bencana.

MINA: MER-C cenderung religius, apa pertimbangan MER-C hingga mengirim tim ke Filipina untuk korban Topan Haiyan (Yolanda), padahal mereka negeri yang mayoritas penduduknya beragama Katolik?

Dr. Henry: Orang mendapat hidayah tidak selalu dalam konteks yang sakral atau nilai-nilai religi yang pakem seperti dari shalat atau puasa saja. Tapi bisa juga dari nilai-nilai kemanusiaan yang lain, nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kejujuran, dari nilai-nilai yang memang ada di Islam.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Sebenarnya kita juga dai. Dai itu bisa juga mengajak, tapi juga bisa berupa prilaku. Dan kami dalam konteks membantu, seperti itulah yang diajarkan Islam.

Pintu hidayah itu banyak, mudah-mudahan dengan membantu, hidayah masuk dari pintu itu.

Dalam konteks Filipina yang negerinya notabene mayoritas non-Muslim, mereka welcome dengan kita. Mereka ada menujukkan rasa terima kasih yang sangat besar kepada kita. Tapi kita tidak mengharapkan terima kasihnya, melainkan agar  jalinan kemanusiaan dan nilai-nilai Islam bisa tersampaikan.

Kita Islam, tapi dengan cara seperti itu kita bisa menghilangkan stigma bahwa Islam itu teroris. Dengan itu sangat bisa.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Ketika stigma itu gembar-gembor di media, mereka pastinya juga menerima stigma bahwa Islam teroris. Mudah-mudahan dengan hadirnya kita kemarin, bisa mengubah gambaran itu.

MINA: Pernah memberi sumbangsih saat konflik Ambon. Bagaimana tim menempatkan diri dalam wilayah konflik dua keyakinan yang siap saling bunuh atas dasar  agama?

Dr. Henry: Atas dasar-dasar itulah, kita harus menunjukkan. Identitas kemusliman harus muncul dengan nilai-nilainya universal, itu yang harus tampil. Pada konteks di Ambon, kebetulan kita Muslim, sedangkan konfliknya Muslim dan non-Muslim, maka yang paling aman pada saat itu, kita ditempatkan di masjid. Kebetulan, korban yang banyak terlantar, adalah Muslim.

Nasrani di Ambom punya rumah sakit sendiri. Di Tual, Maluku Tenggara, mereka punya rumah sakit sendiri. Dan Muslim tidak punya. Sisi-sisi ini seharusnya menjadi tanggungjawab Muslim bersama, kenapa bisa terjadi ketimpangan seperti ini.

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

Ketika kita ke tempat pengungsi, ada yang terkena panah dan lainnya,  sehingga harus dioperasi. Karena dia mengungsinya di masjid, itu tidak tertangani.

Di lain pihak, kita mengunjungi rumah sakit Langgur milik Nasrani. Korban-korban mereka secara medis sudah tertangani.

Sekali lagi, kita memposisikan diri kita netral, sebagai seorang dokter dan sebagai seorang Muslim. Lalu kami tanya kepada pihak rumah sakit Nasrani: Adakah korban yang perlu dioperasi dan bisa kami operasi? Akhirnya ada satu.

Walaupun di awal, mereka sempat menyatakan: Mohon maaf, kami tidak menerima pasien Muslim.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

Mereka menyangka kami ingin menolong orang Muslim yang kemudian dilakukan penanganan di rumah sakit itu. Saya tahu alasannya kenapa, karena alasan keamanan.

Yang pasien Muslim ke mana? Awalnya di pengungsian, kemudian kami mengoperasinya di rumah sakit umum yang notabene kosong, karena tenaga-tenaga medisnya  juga mengungsi.

Bisa saja pasien Muslim ditangani di sana (rumah sakit Nasrani), tapi bisa saja karena mereka emosi atau lainnya, sehingga tidak bisa membuat mereka tetap netral.

MINA: Apakah tim medis Nasrani bersikap netral?

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

Dr. Henri: Nah, itu dia masalahnya. Netral atau tidak netral, ditampakkan dengan statement atau dengan sikap. Kalau dari segi statement, jelas mereka tidak netral, karena mereka katakan “kami tidak terima pasien Muslim”. Itu pun saya coba memahaminya sebagai suatu kewajaran.

Pengurus Rumah sakit itu dominan Nasrani. Akan menjadi kerepotan sendiri jika ada pasien Muslim  datang ke sana, bisa jadi bentrok. Sebab kesalahpahaman sangat tinggi. Karena kita pun, ketika menjalankan operasi bagi pasien Nasrani, dijaga oleh aparat.

MINA: Kesulitan apa yang dijumpai jika memasuki wilayah konflik dua agama, apa lagi MER-C lebih Islami?

Dr. Henry: Pertama, Kesulitan yang jelas adalah kurangnya SDM. Untuk mendapatkan SDM yang mau masuk ke daerah konflik, relatif lebih susah dibandingkan dengan daerah bencana alam.

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

Kedua, memilih relawan pun harus yang trusted (yang terpecaya), artinya tidak akan membuat yang macam-macam di daerah yang penuh kecurigaan  tinggi. Kita memang harus membawa relawan yang paham dengan situasi itu dan benar-benar kita percaya.

Ketiga, transportasi. Tidak semua transportasi bisa menjangkau daerah tersebut.

MINA: Sejauh mana kepercayaan kalangan Nasrani terhadap tim?

Dr. Henry: Kita bicara apa adanya, bahwa kita punya niatan untuk menolong. Bentuk kepercayaannya adalah ketika ada pasien yang di rumah sakit Langgur, memberikan kepercayaannya dengan pasien yang bisa kita operasi di rumah sakit umum, itu pun dengan resiko yang tinggi.

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Mungkin saja seandainya ada yang menyebarkan isu, itu sangat bahaya. Makanya, ketika kita melakukan operasi, dijaga oleh aparat TNI AD.

Jadi ada beberapa yang bisa kita bantu dalam hal humanity (kemanusiaan), dalam konteks rahmatan lil ‘alamin, tapi juga harus dengan strategi.

MINA: Untuk Banjir Manado, apakah ada cerita bernuansa SARA ditemukan?

Dr. Henry: Sejauh ini tidak, saya belum menerima laporan lengkapnya. Kita di sana juga membuat pos di gereja, di masjid, karena kita mobile (bergerak terus dari satu tempat ke tempat lainnya).

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 3)

MINA: Apakah ada pemisahan penanganan pasien Muslim dengan non-Muslim di daerah dua agama?

Dr. Henry: Itu situasional. Yang pernah saya lakukan di Tual Ambon, operasi di rumah sakit umum, setelah pasien Nasrani dioperasi, dikembalikan lagi ke rumah sakit Langgur milik Nasrani. Ini dilakukan dalam rangka keamanan. Jika tidak, justeru akan merepotkan dan membahayakan semuanya.

Hal seperti itu juga pernah dilakukan oleh teman-teman di Ternate, menangani pasien Nasrani. Hanya mekanisme detailnya saya tidak tahu.

MINA: MER-C sudah pernah memasuki perang Irak, bencana di Filipina dan Manado, konflik antar agama di Ambon, lalu bagaimana dengan Suriah. Kenapa MER-C seolah enggan masuk ke sana hingga hampir tiga tahun konflik ini?

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 2)

Dr. Henry: Bagaimana caranya supaya kita bisa terjun dalam posisi netral. Jika tidak, repot nanti.

Kita ini tenaga medis, dalam posisi netral. Kita bukan fighter (pejuang). Ini bukan konteks Syiah atau Sunni, bukan, tapi dalam konteks kita memberi pertolongan. Namun tetap ada upaya-upaya yang kami lakukan, seperti teman kami melakukan pengamatan untuk bisa memberikan pertolongan.

Kemarin pun saya coba kunjungi kamp pengungsi Suriah di Yordania, di tiga titik. Kita tidak tahu, kapan konflik Suriah akan berakhir. Jika dalam kerangka “tiga tahun”, mungkin bisa dikatakan terlambat, tapi jika dalam kerangka “kapan konflik akan berakhir”, kita tidak terlambat, karena korban masih terus berjatuhan.

Bagaimana caranya supaya kita bisa membantu para korban, terutama pengungsi. Kita sedang menilai, sekarang masih dalam tahap mengumpulkan informasi pengungsi di tempat lain.

Intinya kita sangat ingin membantu, tapi bagaimana caranya supaya posisi konteksnya yang netral tertap terjaga.

MINA: Untuk Suriah, ke depannya MER-C ada rencana apa?

Dr. Henry: Saya berangkat sendiri ke kamp-kamp pengungsi Suriah. Kita melihat, korban itu harus tetap dibantu. Ini bukan berdasarkan tekanan dari luar, tapi kesadaran dari organisasi, bahwa MER-C harus tetap membantu korban. Kita belum tahu, kapan perang akan berakhir. Maka kita harus ada gerakan untuk membantu. Kami sedang mengumpulkan informasi, mana yang paling memungkinkan.

Bagaimana caranya menempatkan diri dalam posisi yang netral. Ini yang susah dan yang pasti banyak pro dan kontra. Itu resiko di saat kita memilih untuk menempatkan diri kita di tengah konflik. Karena nilai-nilai Islam di situ.

Ketika ada korban, bagaimana supaya posisi bisa senetral mungkin. (L/P09/E01).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.

Rekomendasi untuk Anda