Cinta Dunia dan Takut Mati

Cinta Dunia dan Takut Mati
dan Takut Mati

Oleh: Annisa Fithri Nurjannah, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat

Kebanyakan manusia cinta terhadap dunia, tapi lupa akan kematian yang tidak tentu ajal akan menjemputnya. Kecintaan terhadap dunia hanyalah sesaat, tetapi takutnya kita akan kematian sangat cemas dan gelisah. Bahkan bingung apa yang harus diperbuat kelak bekal kita di akhirat nanti.

Seperti dalam hadist yang menyebutkan,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259)

Kita juga dapat mengambil pelajaran dari ayat,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Dalam Tafsir Al Qurthubi disebutkan bahwa As-Sudi berkata mengenai ayat ini, yang dimaksud orang yang paling baik amalnya adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang yang paling baik persiapannya menjelang kematian.

Penyakit al-Wahn

Banyak yang tidak mengetahui bahwa ternyata Wahn adalah nama dari sebuah penyakit yang menghancurkan kehidupan kita.

Dijelaskan bahwasanya dari Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Artinya: “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya, ”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah bersabda, ”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)

Wahn merupakan penyakit yang menjangkiti umat ini secara indvidu maupun komunitas. Penyakit ini menjerumuskan umat ke dalam kekalahan dan kehinaan.

Penyakit ini memiliki dua indikasi, yang pertama cinta dunia dan yang kedua, takut mati. Di mana kedua makna tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Cinta dunia berarti sangat tinggi obsesi terhadapnya, hati bergantung kepadanya, terlalu jauh mengagumi keindahan dan kemewahannya, berjalan di belakangnya, sangat rakus terhadapnya. Angan-angan dan cita-citanya pun hanya terpusat kepadanya, puncak harapan ada padanya, merasa kekal di dunia, dan terus menumpuk-numpuk harta kekayaannya.

Sedangkan takut mati adalah konsekuensi bagi orang yang sangat cinta dunia. Seseorang yang sangat cinta dunia pasti ia takut menghadapi kematian yang akan menghilangkan kenikmatan-kenikmatan yang diimpikannya.

Takut mati menjadikan seseorang berusaha mendapatkan kemakmuran hidup dengan segala cara, menghindari ketaatan yang berisiko kematian atau berkurang kekayaan. Ia tidak pernah bersiap-siap untuk menghadapi kematian, dan tidak menyiapkan bekal kebaikan untuk kehidupan sesudah kematian. Namun ia justru terlalu larut menikmati dunia, berusaha memuaskan syahwatnya, dan sebagainya.

Alangkah berbahaya sekali penyakit Wahn ini, yang setiap saat dan kapan saja bisa menyerang setiap kaum Muslim dunia. Maka dari itu ada beberapa hal dalam menghindari penyakit tersebut, di antaranya:

Pertama, menguatkan iman, khususnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Seperti firman Allah yang menyebutkan,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْعَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS Al-Anfal [8]: 2).

Kedua, memahami hakikat dunia dan fitnah-fitnahnya. Firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala mengingatkan,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ انْتَهَوْافَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. “ (QS Al-Anfal [8]: 39).

Ketiga, mengerjakan amal-amal shalih dan amal kebajikan dengan harapan akhirat. Allah menyebutkan dalam ayatnya,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS An-Nahl [16]: 97).

Keempat, banyak berdo’a kepada Allah Subhanallah wa ta’ala agar diselamatkan dari fitnah dunia. D

iriwayatkan dari Amru bin Maimun al-Adawi dan Mus’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, bahwasanya Sa’ad mengajarkan kepada putra-putranya beberapa kalimat doa sebagaimana seorang guru mengajari menulis kepada anak kecil. Beliau berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berlindung dari lima perkara di penghujung shalatnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur.” (HR. Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, al-Nasai, dan Ahmad)

Dengan melakukan hal demikian, maka kita sebagai Allah akan lebih mendahulukan keridhaan Allah Subhanallahu wa ta’ala dari pada murka-Nya, serta bersegera dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah Subhanallu wa ta’ala dan ketakwaan dengan benar. Kita pun akan menjauhi larangan-larangan-Nya serta bersegera berbuat dari dosa pada masa lampau dengan taubatan nasuha.

Dengan hal ini pula kita sebagai Muslim akan segera memiliki berbagai bekal persiapan untuk menghadap Allah. Aamiin. (Anj/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)