Oleh: Dr Adian Husaini (Ketua DDII)
Selain dikenal sebagai proklamator kemerdekaan RI, Bung Hatta (Mohammad Hatta) adalah pemimpin panitia pembangunan universitas Islam pertama di Indonesia, yang ketika itu bernama Sekolah Tinggi Islam. Sekretarisnya adalah Mohammad Natsir. Apa pemikiran dan harapan Bung Hatta tentang universitas Islam?
Dalam buku “Biografi Politik Mohammad Hatta” (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2018), karya Deliar Noer, disebutkan bahwa Bung Hatta memandang agama sebagai “salah satu tiang dari kebudayaan bangsa” dan “menyempurnakan pendidikan agama … satu soal yang mahapenting untuk memperkukuh kedudukan masyarakat.” (Jld. II, hlm. 13).
Khusus tentang Islam, Bung Hatta berpendapat, bahwa Islam itu laksana “pelita yang sebaik-baiknya untuk menyuluhi jalan rakyat ke dalam persaudaraan dan tolong menolong.”
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Karena itu, menurut Mohammad Hatta, perlu sekali adanya Sekolah Tinggi Islam. Bung Hatta memandang bahwa pendidikan tradisional agama harus dipadukan dengan pendidikan sekolah (umum). Pendidikan tradisional agama yang ia sebut “pendidikan langgar” mempunyai kebaikan untuk “menanam rasa keagamaan” dan mendidik jiwa ke jalan yang suci murni. “…agama yang tertanam dalam jiwa sejak dari itu tetap menjadi pelita hidup. Orang yang saleh dari kecilnya tidak mudah tergoda imannya dan tetap halus perasaan kemanusiaannya,” kata Mohammad Hatta, seperti ditulis Deliar Noer.
Menurut Mohammad Hatta, dalam STI atau universitas Islam, agama dan ilmu harus bertemu dalam suasana kerjasama. Karena ulama pun harus banyak mengurusi soalnegara, maka ulama perlu mempunyai pengetahuan luas tentang masalah masyarakat dan negara. Ulama seperti inilah yang diharapkan oleh Bung Hatta dapat dihasilkan oleh universitas Islam.
Jadi, tujuan universitas Islam adalah: “… untuk membentuk ulama yang berpengetahuan dalam dan berpendirian luas serta mempunyai semangat yang dinamis. Hanya ulama seperti itulah yang bisa menjadi pendidik yang sebenarnya dalam masyarakat.”
Bung Hatta memiliki harapan besar terhadap STI yang kemudian menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), yang merupakan kemunyaan masyarakat Islam. Bung Hatta berharap, UII “hendaknya menjadi lambang kesadaran umat Islam Indonesia.”
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Itulah harapan Bung Hatta terhadap universitas Islam. Harapan itu begitu tinggi. Tentu menjadi amanah berat bagi para pemimpin universitas Islam. Universitas bukan hanya tempat untuk menjadi ajang pelatihan mahasiswa agar bisa mendapat pekerjaan, tetapi yang lebih mendasar adalah melahirkan ulama yang unggul tersebut.
Seperti diketahui, bahwa, pada akhir tahun 1944, Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)-gabungan organisasi Islam di zaman Jepang- membuat keputusan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI).
Selanjutnya dibentuk Panitia Perencana STI yang dipimpin Muhammad Hatta. Secara resmi, STI dibuka pertama kali pada 27 Rajab 1364 Hijriah atau 8 Juli 1945 (41 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI – 17 Agustus 1945).
Dalam buku “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito” (Jakarta: Kompas, 2014), disebutkan bahwa upacara peresmian STI di Gedung Masyumi, Jalan Teuku Umar, dihadiri oleh sejumlah pembesar Jepang, pimpinan Jakarta Ika Daigaku (Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta), dan juga beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Bung Karno.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Ketika STI didirikan, telah ada sejumlah perguruan tinggi lain, seperti Technishe Hoge School (THS, Sekolah Tinggi Teknik) Bandung, Rechts Hoge School (RHS, Sekolah Tinggi Hukum) Jakarta. Dan Geneeskundige Hoge School (GHS, Sekolah Tinggi Kedokteran) Jakarta. Pada acara Dies Natalis ke-3, 10 Maret 1948, setelah pindah ke Yogyakarta, STI berubah menjadi UII.
Ketika itu, Bung Karno memberi sambutan dan berpesan: “Dirikanlah pergedungan Universitas Islam Indonesia dengan corak nasional yang dijiwai Islam, dan hendaknya merupakan pergedungan yang terbesar di Asia Tenggara.”
Itulah harapan Bung Hatta dan Bung Karno terhadap Universitas Islam. Pada 8 Juli 2022 lalu, STI genap berumur 77 tahun. Tentulah Bung Hatta, Mohammad Natsir, Bung Karno, Abdul Kahar Muzakkir, KH. Imam Zarkasyi dan juga para tokoh umat Islam Indonesia akan sangat bersyukur, jika universitas Islam yang pertama itu bisa memenuhi harapan para pendirinya. Aamiin. (Depok, 26 Juli 2022). (AK/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam