Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari Penyanyi ke Panggilan Langit: Perjalanan Spiritual M.Tobri Sebagai Muazin

Redaksi Editor : Bahron Ans. - 8 jam yang lalu

8 jam yang lalu

93 Views

M Tobri dan istri (foto: Adul/MINA)

“Waktu Shubuh Kurang Lima Menit.” Tidak lama kemudian terdengar suara adzan yang merdu dan menyejukkan hati orang-orang yang mendengarnya.

Suara tersebut membangunkan warga yang masih tertidur lelap untuk bersegera mengambil wudhu dan membangkitkan mereka yang sudah terjaga agar mengencangkan sarung kemudian bergegas menuju masjid untuk menghadap Ilahi.

Pemilik suara adzan yang merdu tersebut adalah Muhammad Tobri, salah satu unsur Pembina Pondok Pesantren Al Fatah Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Tidak semua orang memiliki suara yang merdu dan lembut dengan cengkok yang khas, terlebih saat mengumandangkan adzan. Karena dalam menyerukan ajakan shalat ini ada teknik-teknik tertentu yang harus dikuasai.

Baca Juga: Buya Hamka, Ulama Produktif Penulis Lebih dari 100 Buku

Suaranya yang khas dan melegenda itu membuat orang berdecak kagum serta betah untuk berlama-lama mendengarkannya. Tidak jarang beberapa jamaah merekamnya sebagai koleksi daftar adzan indah.

Sosok bapak dengan lima orang anak itu mendapatkan tugas sebagai juru adzan atau muadzin pada awal-awal ia hijrah ke kampung tersebut di tahun 1990-an.

Tidak banyak yang tahu, kedatangannya ke Cileungsi adalah sebuah hal yang ia tidak rencanakan. Tobri awalnya ingin tinggal di Jakarta untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang penyanyi terkenal.

Sejak remaja, ia memang memiliki bakat dalam bernyanyi dan bermain musik. Bahkan sejumlah lagu pun berhasil ia ciptakan sendiri sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Hal ini yang membuat seorang penyanyi di kampungnya kepincut mengajak Tobri ke Jakarta untuk diperkenalkan kepada produser musik ternama di Jakarta.

Baca Juga: Teuku Muhammad Hasan, Pejuang Kemerdekaan Asal Aceh

Mendapatkan tanggapan positif, lagu-lagu ciptaannya kemudian direkam dalam kaset kosong dan dibawa ke produser musik tersebut. Sedangkan Tobri yang saat itu sudah berada di Jakarta, menunggu dengan penuh harapan agar lagu-lagunya diterima dan bisa diajak masuk dapur rekaman .

Dalam masa penantian masuk dapur rekaman, Tobri muda teringat teman ngaji sekampungnya yang menetap di Bekasi. Berangkatlah ia ke Bekasi mencari teman untuk bersilahturahmi sambil terus menunggu kabar baik dari sang produser musik.

Sesampainya di Bekasi, bertemulah ia dengan teman seperjuangannya saat menimba ilmu agama di kampung. Rupanya, di Bekasi temannya ngajinya itu merupakan tempat berkumpulnya para pejuang dakwah.

Alih-alih ingin kembali ke Jakarta, Tobri justru mendapat amanah untuk berangkat dan menetap di Cileungsi. Dengan penuh ketaatan berangkatlah ia ke Pondok Pesantren Al-Fatah, meski punya rasa cemas dengan nasib lagu-lagunya yang dalam proses seleksi di dapur rekaman.

Baca Juga: Jejak Dakwah Ustaz Wahyudi KS, Merajut Ukhuwah Menyatukan Umat

Tinggal di sebuah kampung yang masih jarang penduduk dan jauh dari kota, lulusan Sekolah Teknologi Pertanian ini diberi tugas untuk mengurus lahan-lahan perkebunan.

Meski terasa berat, hal ini ia lakukan dengan ikhlas sambil masih menyimpan rapat-rapat harapannya untuk bisa rekaman serta menjadi penyanyi terkenal di Jakarta.

“Saya agak berat karena Saya sebenarnya sedang menunggu rekaman,” tuturnya.

Selain menggarap lahan dan tanaman, Tobri dalam kegiatan sehari-harinya juga disibukkan dengan menimba ilmu agama dan Al-Quran dari para ulama serta kyai di Pondok Pesantren Al-Fatah.

Baca Juga: Cut Nyak Dien, Ibu Perbu Orang Sumedang

Dengan bimbingan dan wejangan dari guru-gurunya itulah, membuat Tobri mantap untuk melanjutkan kegiatan dakwahnya serta mengubur dalam-dalam harapan menjadi seorang penyanyi terkenal.

“Dengan ini Allah malah menyelamatkan saya,” kata Tobri seraya bersyukur sebab batal menjadi penyanyi terkenal dan digiring ke dunia dakwah yang memang sudah menjadi basiknya sejak masih di bangku sekolah dasar.

Meski sibuk dengan berbagai kegiatan, Tobri tidak bisa melupakan hobinya bernyanyi dan bermain musik ketika masih di kampung. Namun karena berada di lingkungan yang religius, hal tersebut tidak mungkin dilakukannya.

Tobri kemudian mendapatkan kepercayaan sebagai juru adzan atau muadzin waktu Shalat Shubuh. Melalui tanggung jawab itulah, ia sambil menyalurkan bakatnya sebagai seorang penyanyi yang mempunyai suara yang bagus.

Baca Juga: Sa’ad bin Rabi, Inspirasi Persaudaraan dan Solidaritas Muslim

Seruan adzan Tobri membuat warga sekitar dan luar daerah yang sedang berkunjung ke Cileungsi  begitu tertegun karena suara yang begitu merdu dan menyejukkan hati.

Banyak hati tergetar dan suasana begitu syahdu membuat para jamaah bersegera mempercepat langkah menuju sumber suara itu.

Hingga kini tahun 2024, Tobri masih istiqamah menjalankan tanggung jawabnya sebagai muadzin waktu Shalat Subuh. Hal ini jarang ia tinggalkan meski di tengah kesibukannya bekerja dan berdakwah.

Tidak jarang jika bepergian ke sejumlah daerah, banyak kawan-kawan yang membicarakan suara adzan dan menanyakan apakah hingga saat ini masih melakukannya.

Baca Juga: Dua Emas Olimpiade 2024 Persembahan Pemuda Muslim Pontianak dan Serang

Tobri menegaskan dirinya akan terus melaksanakan amanat ini seumur hidupnya. “Selama masih kuat, saya tidak akan meninggalkan  adzan Subuh,” katanya.

Berdakwah Sejak Belia

Meski ditinggal sosok seorang bapak dari sejak lahir dan dalam kondisi keluarga yang lemah ekonomi, tidak menyurutkan tekad Tobri kecil untuk mengenyam pendidikan secara formal maupun ilmu agama.

Bersama dengan teman-teman sebayanya, Tobri menjadikan sebuah rumah sebagai basecamp atau tempat berkumpul untuk belajar ngaji dengan dua orang ustad di kampungnya.

Baca Juga: Izzuddin Al-Qassam Ulama Pelopor Perlawanan Bersenjata Palestina

Saking tekunnya, Tobri banyak menghabiskan waktu di basecamp itu menuntut ilmu bersama kawan-kawannya. Ia jarang pulang ke rumah, jadi kalo tidak berada di basecamp, ya di masjid dan bahkan ia mengaku tidak punya kamar di rumahnya.

Terbilang anak yang mempunyai kemampuan akademik di atas rata-rata dan berkat ketekunannya juga, Tobri mendapatkan kepercayaan dari gurunya untuk mengajar anak-anak lainnya belajar membaca Al-Quran atau tajwid.

Tidak sampai di situ, menginjak usia remaja, ia makin giat dalam menuntut ilmu agama. Suatu ketika ia berkenalan dengan seorang ustad yang pulang dari perantauan.

Dari ustad itulah, Tobri memperoleh ilmu tentang persatuan umat Islam di bawah satu kepemimpinan. Setelah bertukar pikiran dan berdiskusi panjang lebar akhirnya ia mantap dengan hal tersebut.

Baca Juga: Tukul Sunarto, “Mendidik  dengan Ikhlas Jembatan Menuju Surga”

Tanpa rasa takut dan ragu, ilmu tersebut ia juga sampaikan kepada rekan-rekannya dan bahkan kepada tokoh ulama ternama di kampungnya. Alhamdulillah, dakwahnya tersebut mendapatkan tanggapan positif dan bahkan dirinya yang masih remaja itu dipersilahkan untuk mengisi sebuah kajian.

Setelah lulus sekolah, Tobri memutuskan untuk mengadu nasib ke perantauan. Seakan-akan dakwah adalah nafas hidupnya, Tobri dipercaya sebagai ketua rohani atau pengurus masjid di perusahaan tempat ia bekerja.

Selain bertugas menjadi imam shalat dan khatib Jumat, ia melanjutkan dakwahnya dengan membentuk kelompok kajian dengan beranggotakan para karyawan.

Ia bersikeras dakwah tidak boleh berhenti walau dalam kondisi apapun. Menurutnya menuntut ilmu adalah kewajiban seumur hidup, karena beda zaman, beda tantangan.

Baca Juga: Yahya Al-Sinwar, Pejuang Tempur yang Ditakuti Israel dan AS

Suara merdu Adzan Muhammad Tobri masih terdengar hingga kini, memecah keheningan Shubuh di Dusun Pasirangin, Cileungsi. Suaranya menembus langit, memecah batas di sebuah kampung yang kini telah menjelma menjadi kawasan padat penduduk.[Sajadi]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kisah Inspiratif Mas’ud, Dari Musibah Menjadi Berkah

Rekomendasi untuk Anda

Timur Tengah
Tausiyah
Internasional
Palestina
Indonesia