Maryland, Amerika Serikat, 15 Rabi’ul Awwal 1436/6 Januari 2015 (MINA) – Jaksa Amerika Serikat (AS) mendakwa dua orang yang diduga bersekongkol untuk menggulingkan pemerintah Gambia, dalam upaya kudeta pekan lalu yang berhasil digagalkan.
Papa Faal berkewarganegaraan ganda (AS-Gambia) dan Cherno Njie warga AS, ditangkap di AS setelah mereka pulang dari Gambia, di mana mereka telah melakukan perjalanan untuk membantu melancarkan kudeta 30 Desember terhadap pemerintah Presiden Yahya Jammeh.
Departemen Kehakiman AS menerima pengaduan pidana terhadap kedua orang tersebut, Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Gambia adalah negara kecil di Afrika Barat yang penduduknya 90 persen beragama Islam.
Faal (46) dijadwalkan tampil awal di pengadilan pada Senin (5/1) di Minneapolis, Minnesota, sementara Njie (57) muncul pada hari yang sama di Pengadilan Distrik AS di Baltimore, Maryland.
Baca Juga: DK PBB Berikan Suara untuk Rancangan Resolusi Gencatan Genjata Gaza
“Terdakwa ini dituduh bersekongkol melakukan kekerasan untuk menggulingkan pemerintah asing, yang melanggar hukum AS,” kata Eric Holder, Jaksa Agung AS dalam sebuah pernyataan.
“Amerika Serikat mengutuk keras konspirasi tersebut. Dengan tuduhan serius, Amerika Serikat berkomitmen untuk menahan mereka yang bertanggung jawab penuh atas tindakannya.”
Serangan bulan lalu di istana presiden di Banjul, dipukul mundur oleh pasukan keamanan Gambia, dan setidaknya tiga penyerang diduga tewas selama pertempuran.
Pada tanggal 1 Januari, Presiden Yahya Jammeh yang telah memerintah Gambia selama 20 tahun, menyalahkan pemberontak dan teroris asing tak dikenal atas serangan itu.
Baca Juga: Kepada Sekjen PBB, Prabowo Sampaikan Komitmen Transisi Energi Terbarukan
Menurut pengaduan pidana, seorang agen FBI menginterogasi Faal yang mengaku berpartisipasi sendiri sebagai anggota kelompok pejuang yang bertanggung jawab atas kudeta.
Faal juga menyebut Njie sebagai salah satu pemimpin kudeta sekaligus pemodal utama, dan mengatakan kepada agen FBI bahwa Njie juga berencana untuk menjadi pemimpin sementara di Gambia setelah berhasil menyelesaikan kudeta.
Keduanya dituduh berkomplot melanggar Undang-Undang Netralitas AS, yang melarang warga negara atau penduduk AS mengangkat senjata atau berkomplot melawan bangsa yang berdamai dengan AS, dan konspirasi memiliki senjata api sebagai kelanjutan dari kejahatan kekerasan. (T/P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Puluhan Anggota Kongres AS Desak Biden Sanksi Dua Menteri Israel
Baca Juga: Tiba di Peru, Prabowo akan Hadiri KTT APEC