Fathi Subhi Assyaikh Khalil: Listrik di Gaza 6 Jam Hidup 12 Jam Mati

Seperti diketahui, Jalur Palestina bak penjara terbesar di dunia. Blokade Israel membuat warga Bumi Para Nabi itu senantiasa mengalami hidup berkepanjangan. Salah satu krisis yang kerap ‘menemani’ Muslim Gaza adalah krisis .

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana situasi krisis listrik terkini di sana, berikut petikan wawancara khusus wartawan MINA di Gaza Muhammad Husain dengan Fathi Subhi Assyaikh Khalil Wakil Menteri Energi Palestina.

MINA : Bagaimana kondisi terkini krisis listrik di Gaza?

Fathi Subhi : Bagi kami di Gaza, krisis listrik adalah permasalahan yang sangat akut dan berkepanjangan. Masalah mendasar listrik di Gaza adalah kurangnya pasokan tenaga listrik. Jalur Gaza membutuhkan sedikitnya 500 MW (megawat) per hari, sementara yang tersedia saat ini tidak lebih dari 200 MW.

Untuk mengatasi hal itu, kami terpaksa memasok listrik untuk masyarakat secara bergilir. Terkadang dalam 1 hari listrik mengalir selama 8 jam dan terputus untuk 8 jam selanjutnya, bahkan hingga 6 jam aliran listrik dan 12 jam listrik terputus. Semua ini tergantung cadangan bahan bakar yang kami miliki.

MINA : Apa kendala dalam menyediakan bahan bakar listrik?

Blokade Israel atas jalur Gaza selalu menjadi alasan utama sulitnya untuk kami memasukan bahan bakar yang akan digunakan untuk mengoperasikan pembangkit listrik.

MINA : Dari mana pasokan listrik Jalur Gaza saat ini?

Fathi Subhi : Jalur Gaza memiliki tiga sumber pasokan listrik. Pertama, Israel yang memasok 120 MW. Kedua, perusahaan tenaga pembangkit listrik di Gaza yang memasok 50 MW atau setengah dari total listrik yang bisa dipasok, dan yang terakhir adalah Mesir dengan pasokan sebesar 27 MW, tapi yang berfungsi saat ini sekitar 22 MW.

MINA : Tersebar kabar Presiden Turki berjanji menyelesaikan krisis listrik di Gaza. sejauh mana realisasinya?

Fathi Subhi : Benar bahwa presiden Turki, Recep Tayeb Erdogan pernah menjajikan kepada kami di Jalur Gaza untuk menyelesaikan permasalahan listrik. Namun hingga saat ini, hal tersebut masih sebatas wacana. Belum ada rencana yang jelas untuk solusi terkait.

Kami juga sudah mengajukan kepada mereka sejumlah solusi yang mungkin dilakukan untuk menyelesaikan krisis listrik ini. Seperti, memasok bahan bakar untuk pembangkit listrik, menekan Israel untuk menambah daya pasok, dan sebagainya. Tetapi pihak Turki sendiri lebih memilih menambah atau memperluas pembangkit listrik yang ada. Namun hingga saat ini tetap saja belum ada kejelasan dari rencana mereka dan tidak ada realisasi yang signifikan.

MINA : Anda katakan Israel mempersulit masuknya bahan bakar untuk listrik ke Gaza. Di sisi lain, Israel adalah salah satu sumber pemasok listrik terbesar bagi Gaza. Bagaimana ini?

Fathi Subhi : Di saat Israel masih menjajah Gaza secara total beberapa tahun yang lalu, satu satunya sumber pasokan listrik untuk Gaza adalah Israel. Karena adanya perjanjian internasional, Israel selaku pihak penjajah berkewajiban menyediakan pasokan listrik untuk negara jajahannya.

Namun, ketika Israel terusir dari Gaza, kebutuhan listrik yang mereka pasok turun drastis. Hingga saat ini kami berusaha menekan mereka untuk kembali menambah pasokan listrik sesuai kebutuhan.

Maka, Israel adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas krisis listrik yang terjadi di Jalur Gaza. Melalui berbagai yayasan internasional, kami menuntut Israel memenuhi kewajibannya sebagai pihak penjajah kepada negara yang dijajahnya dengan menyediakan kebutuhan yang kami perlukan.

MINA : Israel terkenal dengan sifat membangkangnnya terhadap undang undang internasional. Menurut anda?

Fathi Subhi : Israel itu licik. Mereka tidak mau memasok kebutuhan listrik secara maksimal meskipun mereka mampu. Tetapi, mereka tetap memasok dengan daya yang terbatas. Israel tidak ingin melihat warga Gaza hidup dengan tenang. Di sisi lain mereka juga mau membunuh warga Gaza secara perlahan-lahan.

Selain itu, mereka juga mendapat keuntungan dari pajak listrik yang dikeluarkan oleh warga Gaza. Mereka juga ingin terus melihat warga Gaza sengsara dan menderita. Kami di Gaza, seperti kata pepatah; hidup segan mati pun tak mau.

MINA : Sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, apa yang bisa Indonesia lakukan untuk meringankan krisis listrik di Gaza?

Fathi Subhi : Saat ini yang kami butuhkan adalah bagaiamana kebutuhan daya listrik di Gaza terpenuhi. Kami di kementrian energi memiliki berbagai wacana dan strategi yang jelas yang bisa mengakhiri krisis ini.

Pemerintah Indonesia bisa membantu kami dengan menyediakan kebutuhan dasar, seperti materi atau pasokan bahan bakar langsung kepada kami untuk menjalankan program yang sudah kami susun.

Atau, pemerintah Indonesia bisa melakukan berbagai proyek pengembangan listrik di Gaza seperti; proyek tenaga matahari yang saat ini juga mulai ramai digelar oleh sejumlah perusahaan lokal di Gaza dengan dukungan asing.(L/K02/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)