Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

FENOMENA JOMBLO DI SAUDI KEGAGALAN PENDIDIKAN

Admin - Jumat, 30 Januari 2015 - 05:45 WIB

Jumat, 30 Januari 2015 - 05:45 WIB

1413 Views ㅤ

Agus sudarmadji S.Psi, M.Sc

Agus sudarmadji S.Psi, M.Sc (MINA)

Penemuan mengejutkan datang dari Arab Saudi, sekitar 1.5 juta wanita mewakili 33,4 persen dari jumlah perempuan di Saudi berumur 30 tahun memilih untuk menjadi perawan tua (jomblo sejati), kata kepala Wiam Family Care Society. Saudi menyerukan solusi radikal untuk membantu mengatasi fenomena yang berkembang pada perempuan yang belum menikah di negara itu.

Alasan pilihan dan tingginya maharpun menjadi sebab musabab dari besarnya angka perawan tua. Hingga negara-negara Teluk, mencari solusi dan membutuhkan waktu 10 tahun mengatasi masalah ini. Satu diantaranya adalah dengan mendorong konsep nikah masal dalam upaya membantu calon pengantin pria dan wanita yang kurang mampu dengan tingginya biaya acara pernikahan.

Bagaimana Islam menyikapi hal ini dan apa dampak serta solusi yang berikan oleh agama yang satu-saatunya diridhai Allah dengan fenomena tersebut? Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melakukan wawancara khusus dengan psikolog Agus Sudarmadji, S.Psi. M.Sc, berikut petikan wawancaranya:

Di Saudi ada penemuan mengejutkan bahwa 1.5 juta wanita memilih untuk menjadi perawan tua, bagaimana pandangan anda sebagai psikolog?

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Pernikahan adalah satu hal yang agung dalam Islam. Selain menjadi hak dan juga kewajiban. Islam memandang bahwa orang memandang orang menikah itu bukan hanya hak juga kewajiban.

Islam sangat menghimbau bahwa menikah itu lebih utama bahkan jika udah sampai posisi tertentu, malah jatuh wajib, karena sudah waktunya. Dan dikhawatirkan timbul berbagai macam fitnah yang dimbul di masyarakat.

Terkait kasus, jumlah wanita yang lebih memilih melajang daripada menikah itu seharusnya dikaji lebih serius lagi, apakah ini merupakan suatu perubahan nilai  yang menjadi akibat dari kemerosotan aqidah  kaum wanita timur tengah, sehingga dengan mudah mereka melupakan tuntunan agama mereka dan memilih sesuai dengan keinginan hati dan nafsunya.

Beberapa pengamat mengatakan masalah penyebab banyaknya perawan tua karena masalah ekonomi, bagaimana pendapat Anda?

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Dalam Islam tidak dibenarkan seseorang tidak menikah, apalagi jika alasannya masalah ekonomi.  Karena Allah dalam firman-Nya menjamin akan mencukupkan rizkinya.

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (Q.S An Nuur: 32)

Memang saya pernah mendengar, laki2-laki harus berfikir dua kali lagi untuk menikahi wanita-wanita sebangsanya, karena mengingat tingginya biaya pernikahan, seperti mahar, pesta perkawinan dan lain sebagainya karena mereka ada tradisi mengundang orang-orang penting dan orang terhormat. Yang pada akhirnya merubah makna walimatul urs, karena yang tadinya awalnya nikah diniatkan memenuhi syaria’at, berubah menjadi ajang untuk show off, memperlihatkan diri dan keluarganya dan mendahulukan kepada gengsi.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Bagaimana Islam mengatur resepsi pernikahan?

Syariat Islam mengatur dalam hal penyelenggaraan resepsi pernikahan itu seharusnya mencermintakan ajaran Islam yang mencerminkan kesederhanaan, bagaimana cerminan pelaksanaan ibadah. Yang diundang tidak hanya kaum bangsaawan, bahkan Rasul mencela jamuan yang hanya dikhususkan untuk kaum bangsawan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:

بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

“Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan dalam pesta pernikahan, dimana yang diundang ke pesta tersebut hanyalah orang-orang kaya saja dengan mengabaikan orang-orang miskin. Dan siapa yang tidak mendatangi undangan (pernikahan) tersebut, maka sungguh dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 1432)

Islam menjauhi diskriminatif, jika masyarakat susah menerima syari’at Islam berarti masyarakat itu anti syariaat.

Resepsi pernikahan itu dibuat sederhana, secukupnya tidak boleh berlebihan, bahkan Rasul hanya mencukupkan menyembelih seekor kambing.  Dan Islam juga menghindarkan sesuatu hal yang dimurkai oleh Allah, yang bercampur aduknya laki-laki dan manusia, yang tidak Islami.

Bagaimana Islam dalam memandang perkara wanita yang meminta mahar tinggi?

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

Islam sangat memuji wanita yang meringankan maharnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, sebaik-baik wanita adalah yang meringankan maharnya.

Namun hal ini, bukan berarti laki-laki semaunya sendiri dalam menentukan mahar. Ulama Hanafiyah berpendapat batasan dalam pemberian mahar, minimal 10 dirham. Tapi, sebaik-baiknya laki-laki adalah yang memberikan mahar banyak.

Apa penyebab terjadinya fenomena ini?

Masalah ini mestinya memprihatinkan bagi kita semua, tidak hanya di Arab Saudi. Ini terjadi karena  pendidikan khusus muslimah itu gagal. Karena apa? Jika  hasil tempahan tarbiyah mereka benar dan lurus, maka mereka akan berlomba-lomba dalam melaksanakan syariat Islam. Maka ini menjadi parameter dari masalah tarbiyah.

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

Dalam hal ini, bisa jadi dalam masyarakat itu tidak menjadi penting masalah tarbiyah. Atau bisa juga masalah matrealisme yang mungkin menggrogoti sosiopsikologis Timur Tengah yang sudah merasuk dalam jiwa mereka, sehingga yang didahulukan bukan ibadah dan kethaatan kepada Allah tetapi penampilan dan keduniaan.

Sebagai puncak tarbiyah munakahat ini adalah seorang wanita siap untuk dinikah oleh siapaun sepanjang dia memenuhi syariat, meski harus menjadi yang kedua dan seterusnya.

Mungkinkah ini terjadi karena mereka takut KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)?

Sebenarnya kasus ini menjadi tamparan bagi kita, terutama laki-laki. Karena dalam pernikahan itu ada unsur tanggung jawab, oleh sebab itu, laki-laki punya peran stategis harus siap bertanggung jawab untuk memuliakan istrinya, jangan sampai melalaikan kewajiban sebagai kepala keluarga.  Kebanyakan ini diabaikan oleh suami, bahkan ada yang lebih mendahulukan hobinya dibanding harus bersama keluarganya. Itu sebabnya, wanita di sana memilih melajang.  Jadi tidak hanya wanita yang salah, laki-laki juga harus introspeksi.

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

Di sinilah dekadensi moral terjadi pada laki-laki, tidak paham dengan tugas dan kewajiban seorang suami. Padahal dalam Islam tanggung jawab dan balasannya sudah Rasul sebutkan dalam hadits

“Dinar yang paling utama yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang dinafkahkan untuk keluarganya, dan dinar yang dibelanjakan oleh seseorang untuk tunggangannya dalam jihad di jalan Allah U dan dinar yang diinfakkan oleh seseorang untuk teman-temannya di jalan Allah.” (HR. Muslim no. 994)

Apa yang mesti dilakukan ?

Pola pemikiran ini harus dibongkar dan dirubah dari masyarakat . kita harus memberikan pemahaman bahwa pernikahan itu selain sangat penting dan mendidik mereka untuk melaksanakan pernikahan secara Islami, juga perjuangan untuk semua pihak. Dan ini jadi ujian masyarakat, ketika dihadapkan untuk memilih yang mana pertimbangan adat istiadat adat atau aqidah, karena sebagian masyarakat masih lebih cenderung mendahulukan adat istiadat.

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Dan ironisnya, menganggap Islam sebagai pakaian yang jika diperlukan dipakai dan jika tidak dilepas. Bukan menjadikan sesuatu yang meresap di jiwa dan raga.

Bagaimana anda memandang dalam kaca mata psikologi?

Secara psikologis, memilih untuk menjadi perawan itu tidak sehat. Menjauhi pernikahan itu akan melahirkan berbagai  macam patologi sosial dan fitnah. Belum lagi ketika melaksanakan pernikahan yang tidak syar’i di sana syaitan akan berpesta pora melihat kita, karena jauh dari tuntunan agama.

Siapa yang bertanggung jawab dalam menanggulangi fenomena ini?

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 3)

Kaum muslimin sebagai komunitas, bertanggung jawab atas semua individu yang terjadi dalam lingkungannya termasuk dalam hal menikah.  Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah ulama, umaro, pemerintah, lembaga, keluarga, masjid dan media masa (elektronik).

Ulama memberikan nasehat para umaro, pemuka masyarakat dan pemerintah untuk lebih serius lagi dalam membina masyarakat yang notabanenya  Muslim dan lebih serius lagi memperhatikan dampak sosial yang berbahaya karena menjauhi pernikahan dan jika menikah dilaksanakan tidak sesuai syar’I besar besaran dan penuh dengan kemewahan. Islam menentang itu semua.

Keluarga, nanti semua ditanya mereka ttg sudah serius belum dalam memberikan pembelajaran ttg pendidikan pelajaran ttg pernikahan.

Mereka hendaknya bersatu padu untuk mendukung satu perjuangan ini, menggapai keberkahan dengan memuliakan masyarakat dengan pernikahan yang islami.

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 2)

Apa nasehat anda kepada para laki-laki dan wanita yang khawatir dan takut menikah atau yang belum wanita?

Kembali kepada qur’an dan sunnah semua masalah Allah kasih solusi. Untuk laki-laki jangan takut menikah meski mahar yang ditetapkan tinggi. Yakin pada Allah bahwa Dia akan mencukupkan. Karena ini bisa jadi, mereka lakukan untuk satu mekanisme melindungi anggota individunya agar tidak dirugikan oleh pihak-pihak tertentu, seperti KDRT.

Apa pesan anda untuk orang tua yang mempersulit jalannya pernikahan karena kebanyakan mereka menentukan terlaksannya suatu niat baik ini?

Hadist yang menjelaskan bahwa sebaik-baik wanita itu yang maharnya ringan tidak hanya berlaku untuk wanita, tapi juga keluarganya. Dan menikah itu harus disadari oleh orang tuanya untuk menjaga kehormatan anak perempuannya. Dan yang harus didahulukan adalah tuntunan Rasul yang mengutamakan agamanya, karena ini menjadi basis keimanan. Singkirkan dulu pertimbangan harta, sosial,, tapi kalau nasab itu penting, tapi dilihat dari sisi agama.

Bagaimana khilafah memberikan solusi?

Khilafah itu dibangun oleh individu-individu yang membentuk kelurga, khilafah tidak akan mungkin tegak jika individu lemah dan keluarganya hancur berantakan. Maka salah satu upaya penegakkan khilafah adalah menegakkan syariat Islam di dalam jati diri individu dan keluarga, jika ini tidak terwujud maka mimpi, ini akan terwujud.(L/P004/R03)

 

Miraj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
MINA Health
Kolom
Kolom
Indonesia