Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GELIAT DAKWAH DI TIMOR LESTE

Admin - Senin, 14 April 2014 - 12:30 WIB

Senin, 14 April 2014 - 12:30 WIB

3402 Views ㅤ

Arif Abdullah Sagran, Presiden Centro da Comunidade Islamica de Timor Leste (CENCISTIL). (Foto: Rana/MINA)

Arif Abdullah Sagran, Presiden Centro da Comunidade Islamica de Timor Leste (CENCISTIL) menyambut baik para dai baik dari Indonesia maupun negara-negara Islam lainnya yang ingin berdakwah menyiarkan ajaran Islam di seluruh pelosok negara Timor Leste.  

Geliat dakwah semakin baik saat pemerintah Timor Leste memberlakukan undang-undang yang mengatur pemberian bebas visa bagi para dai. Meskipun diakuinya tantangan-tantangan dakwah Islam di sana muncul dari dalam umat Islam pribumi.  

Timor Leste adalah negara dengan mayoritas 90 persen penduduknya beragama Katolik, namun semua agama diperlakukan sama, meskipun Islam adalah agama minoritas,hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dijadikan hari libur nasional.

Pemimpin Islam di Timor Leste itu menyoroti kondisi pendidikan Islam saat ini di negaranya yang sangat mengkhawatirkan.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Sebagai pemimpin Islam di negeri itu, dia menyatakan populasi yang kecil menyebabkan anak-anak yang beragama Islam kesulitan mendapatkan pendidikan agama yang baik dan memadai.

Sejak memisahkan diri dari Indonesia lewat referendum 1999, negara kecil di timur Indonesia itu masih dilanda krisis, baik sosial maupun ekonomi.

Di negara yang sedang menata diri tersebut, sekitar 3.000 umat Islam menjadi pribumi di Timor Leste.

Sejak membentuk lembaga Islam CENCISTIL atau Pusat Komunikasi Islam Timor Leste, seperti MUI-nya Timor Leste, berbagai kegiatan umat Islam diselenggarakan, dari administrasi, upacara keagamaan, program pengembangan komunitas, dakwah, sosial dan juga program solidaritas serta kebangsaan, termasuk dalam partai politik dan membahas berbagai persoalan yang terjadi dilakukan.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rana Setiawan dan Widi Kusnadi berkesempatan mewawancarai Arif Abdullah Sagran yang juga ditunjuk sebagai Staf Ahli Pemerintah Timor Leste untuk Hubungan Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah, di Jakarta, Sabtu (12/4).

Berikut petikan wawancara wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dengan Presiden CENCISTIL:

Mi’raj Islamic News Agency (MINA): Bagaimana pandangan Anda tentang Indonesia?

Arif Abdullah Sagran (Arif): Indonesia sangat penting dalam pengembangan Timor Leste ke depan. Indonesia adalah negara strategis bagi kemajuan Timor Leste. Meski pun selama 24 tahun Timor dulu di bawah kekuatan Indonesia, sekarang masih banyak peran Indonesia dalam kemajuan Timor Leste.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Sekitar lima ribu pelajar Timor Leste berada di Indonesia. Bisa dibayangkan jika minimal lima ribu pelajar menjalani pendidikannya di Indonesia dan setiap bulannya mengirimkan biaya pendidikan, menginap, makan, dan lain-lainnya senilai 200 dolar, tentunya satu juta dolar per bulan dana dari Timor Leste yang masuk ke Indonesia, itu minimal, baru di bidang pendidikan saja.

Hampir semua pasokan sembako kita berasal dari Indonesia, tak luput bahan-bahan bangunan dan lainnya juga hampir semuanya dari Indonesia. Sekitar 80 persen anggaran belanja negara Timor Leste ke Indonesia.

Ketergantungan masyarakat Timor Leste kepada Indonesia luar biasa. Ini beralasan mengingat jika kita mau membeli keperluan di Australia harganya cukup mahal sehingga cukup sulit untuk hidup dari negara itu, bahkan ke Malaysia dan Singapura itu tidak mungkin.

Indonesia menyambut dan menjalin hubungan sangat baik.  Beruntung Timor Leste bertetangga dengan Indonesia. Masyarakat Muslim Timor Leste banyak belajar dan minta bantuan dari umat Islam di Indonesia.

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

Sebab, masyarakat Indonesia sudah tahu persis karakteristik orang Timor Leste. Bergabung selama 24 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk saling mengenal.

MINA: Bagaimana dengan kehidupan Masyarakat Islam di Timor Leste?

Arif: Populasi umat Islam di Timor Leste hanya sekitar 0,3 persen dari total jumlah penduduk negara itu (1.172.390 jiwa/tahun 2013). Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010-2011, jumlah penduduk Timor Leste 1.064.000 jiwa, maka dengan pertumbuhan penduduknya hampir empat persen, mungkin sekarang total penduduk Timor Leste sudah sekitar 1,2 juta jiwa. Total Muslim asal Timor Leste sekitar 3.000 jiwa yang tercatat di lembaga kita. Sementara orang Indonesia yang tercatat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Timor Leste sekitar 8.000 jiwa dan sekitar 6.000 orang Indonesia di Timor Leste itu beragama Islam.

Kami akui, Indonesia mempunyi peran dalam mensyiarkan Islam di Timor Leste. Khutbah di masjid berbahasa Indonesia, yang menjadi khatib, yang menjadi imam masjid, maupun mengisi pengajian juga dari orang Indonesia. Kehadiran Muslim Indonesia di Timor Leste sangat membantu menyiarkan Islam bagi para penduduk Timor Leste.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

MINA: Bagaimana perkembangan Islam di sana?

Arif: Selama ini perkembangan Islam di Timor Leste tidak mengalami masalah. Kehidupan beragama di sana sangat harmonis. Timor Leste bukan negara berdasarkan agama, melainkan negara sekuler, termasuk yang menganut paham pemisahan antara agama dan negara. Sehingga semua agama dapat hidup dan berkembang di Timor Leste.

Karena itu, organisasi keagamaan muncul karena inisiatif masyarakat dan bukan karena peran sebuah negara.

Semua agama diperlakukan sama, meskipun minoritas pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dijadikan hari libur nasional. Bahkan saat hari raya Islam itu, Saya selalu menyampaikan pidato di TV nasional.

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

Meskipun sebagai negara sekuler, untuk beberapa urusan, pemerintah Timor Leste masih melibatkan institusi agama seperti dalam pengurusan KTP dan nikah yang mengharuskan mereka mendapatkan surat rekomendasi dari organisasi agama.

Semua kebijakan negara, seperti perencanaan undang-undang  pun selalu melibatkan umat Islam.

Negeri ini pernah di pimpin Perdana Menteri Muslim, Mari Al-katiri melalui cara demokratis -setelah pernyataan kemerdekaan 20 mei 2002-. Meskipun dia tidak mewakili kaum Muslim, berasal dari partai pemenang pemilu Fertelin.

MINA: Adakah kendala perkembangan Islam di sana?

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

Arif: Kendala akan perkembangan Islam dari luar tidak ada, namun tantangannya justru dari dalam. Masih banyak kekurangan, baik dana maun pun sumberdaya manusia untuk mengembangkan dakwah pendidikan Islam di Timor Leste.

Selain itu, kurangnya persatuan di antara umat Islam di sana. Sangat sulit untuk kita bersatu, Ada di antara umat Islam di sana yang bersatu meskipun sedikit. Banyak kepentingan berbeda atau miskin yang terlalu, sehingga sulit untuk mempersatukan umat Islam di sana.

Kendala perkembangan dakwah di sana juga banyak orang Islam yang lebih suka tinggal di Indonesia dan tak mau balik lagi ke Timor Leste.

Maka, selalu saya pikirkan saat sekarang bukan saatnya untuk membangun fisik Timor Leste, tetapi membangun pendidikan Islam di sana jauh lebih penting.

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Kami sangat berharap umat Islam di Timor Leste mendapatkan pendidikan Islam yang baik dan memadai.

Kami terus berusaha untuk membentuk jaringan untuk kepentingan umat Islam di sana.

MINA: Bagaimana dengan pendidikan Islam di sana?

Arif: Sejak lama saya memikirkan kader-kader Islam di Timor Leste agar mendapatkan pendidikan Islam yang baik. Populasi yang kecil menyebabkan anak-anak yang beragama Islam kesulitan mendapatkan pendidikan agama yang memadai.

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 3)

Saya tak tahu bagaimana nasib umat Islam beberapa tahun mendatang di Timor Leste jika kondisinya tetap seperti ini karena sejak kecil mereka hidup di lingkungan non-muslim dan sudah diajari berdoa dengan agama lain di sekolah.

Hingga kini, belum ada madrasah atau sekolah khusus Islam di sana. Upaya untuk mengajarkan agama kepada generasi muda telah diusahakan dengan membuat TK Islam di masjid yang bisa mengajarkan nilai-nilai agama. Namun, komunitas belajar Islam itu malah dihadiri oleh mayoritas anak-anak Katolik.

Untuk itu, untuk membangun kader-kader yang akan membangun perkembangan dan peradaban Islam di Timor Leste, Saya mengirimkan anak-anak Muslim untuk belajar di universitas-universitas di negara-negara Muslim, seperti Indonesia, Arab Saudi, dan Negara-negara Timur Tengah lainnya.  

Dokter Muslim saja baru ada satu, adik perempuan saya satu-satunya dokter muslim yang berjilbab di sana.

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 2)

Saya juga sedang mengusahakan pendirian madrasah pertama di Timor Leste bernama “Jamiah Islamiyah Timor Leste”. Sekarang sedang dalam proses pembebasan tanah wakaf untuk pendirian madrasah itu.  

MINA: Bagaimana peluang dakwah di sana?

Arif: Kami sangat menyambut baik para dai baik dari Indonesia maupun negara-negara Islam lainnya yang ingin berdakwah menyiarkan ajaran Islam di seluruh pelosok negara Timor Leste. Saya selalu melakukan koordinasi dengan fihak imigrasi dan kementerian terkait agar tidak dituduh macam-macam.

Timor Leste mempunyai undang-undang yang mengatur pemberian bebas visa bagi para misionaris (bukan hanya Kristen saja tetapi dai bagi umat Islam). Secara prosedur, jika ada orang yang datang sebagai misionaris Islam (dai), Saya memberikan rekomendasi kepada kementerian tenaga kerja di sana untuk memberikan visa kerja bagi yang bersangkutan dan bebas biaya.

MINA: Bagaimana dengan ketersediaan produk halal di Timor Leste?

Arif: Tidak ada lembaga khusus menangani sertifikasi halal. Salah satu kendala umat Islam di Timor Leste tidak adanya jaminan kehalalan sebuah produk yang beredar di sana. Contohnya daging, di sana daging yang beredar di pasaran tidak terjamin kehalalannya. Pasokan daging yang terjamin kehalalannya hanya dapat diperoleh di masjid-masjid, itu pun terbatas dan dengan harga sedikit lebih mahal dari harga di pasar. 

MINA: Untuk media sendiri, adakah media-media Islam yang berdiri di sana?

Arif: Belum ada, sekedar radio Islam pun masih belum ada. Ada yang mengusulkan mendirikan sebuah media Islam di Tmor Leste, namun kesulitan untuk mendapatkan sponsor. Negara tidak memberikan bantuan untuk program-program seperti itu. Muslim Timor Leste belum pernah mendapatkan bantuan dana dari Timur Tengah maupun dari negara-negara Muslim lainnya. Indonesia  pun memberikan bantuan dana hanya dari kantong-kantong pribadi.

Justru, banyak radio Katolik yang didirikan Di Timor Leste dengan mendapatkan dana-dana dari luar.

MINA: Sebagai staf Ahli hubungan untuk Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah. Apa yang sudah Anda lakukan?

Arif: Bersama Al-Katiri Saya sedang menjalankan proyek kawasan zona ekonomi bebas, sebuah pilot proyek baru bernama “Free Zone Economy of Oecussy”. Kami berharap bisa membangun negara melalui satu kawasan ini, paling tidak bagi masyarakat Muslim di sana.  

Proyek ini rencananya akan mulai dilaksanakan pada tahun ini di kawasan Oekusi-Ambeno. sebuah distrik di Timor Leste. Daerah ini merupakan eksklave pesisir di bagian barat pulau Timor, terpisah dari negara Timor Leste oleh kawasan Timor Barat milik Indonesia. Kawasan ini mempunyai luas 825 kilometer persegi dengan jumlah penduduknya sekitar 70 ribu jiwa.

Pemerintah Timor Leste memberikan mandat pembangunan proyek ini kepada mantan Perdana Menteri Mari Al-Katiri. 

Sudah banyak investor, malah dari Singapura maupun Cina berharap semuanya mereka yang kendalikan. Tapi kami tidak ingin seperti itu. Mari Al-Katiri berharap pembangunan proyek itu betul-betul dinikmati oleh masyarakat. Upaya ini tidak mudah karena kami harus berhadapan dengan kapitalis.

Sementara ini, kami masih jajaki kerjasama dengan para investor dari negara-negara Timur Tengah.

MINA: Bagaimana dengan peta perpolitikan di sana, adakah partai yang mewakili suara Islam?

Arif: Saat pemilu 2006 ada 21 partai yang mengikuti pemilu, namun hasil pemilu yang menempati parlemen hanya empat partai. Sistemnya sama dengan di Indonesia, suara minimum 3 persen untuk masuk di parlemen. Jadi partai yang tidak mendapatkan minimal 3 persen, maka suaranya terpaksa dibuang. Pada pemilu Tahun 2012 ada sekitar 425 ribu orang, sekitar 100 ribu suara terpaksa dibuang.

Tidak ada partai Islam di Timor Leste, hanya di partai Fertelin yang mempunyai massa Islam. Partai Fertelin adalah partai terbesar yang konsisten dari awal memperjuangkan Timor Leste dan pemimpinnya adalah orang Islam, Mari Al-Katiri.

MINA: Bagaimana solidaritas masyarakat Muslim di sana? 

Arif: Solidaritas umat Islam di Timor Leste sangat baik. Ini dibuktikan dengan adanya kegiatan solidaritas saat konflik Suriah pecah dengan mengumpulkan dana bantuan untuk Suriah dan Palestina di masjid-masjid. Meskipun tidak seberapa, tapi kita berusaha tunjukkan bahwa Umat Islam di Timor Leste mempunyai kepedulian terhadap saudara-saudaranya di luar.

Pemerintah Timor Leste juga mempunyai hubungan diplomatik dengan Palestina, Duta Besar Timor Leste untuk Palestina merangkap dengan duta besar untuk Australia.

Meski pun masyarakat Muslim Timor Leste minoritas, keterlibatan pemerintah untuk mengenalkan keberadaan umat Islam di Timor Leste di kancah internasional cukup gencar. Salah satunya dengan menyertakan qori’ Timor Leste ke ajang Tilawatul Al-Quran Internasional di Negara-negara Muslim seperti di Mesir dan Malaysia beberapa tahun lalu.(L/P02/P04/EO2)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda