Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Umat Islam menjadi sasaran brutal sekelompok massa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) ketika sedang menunaikan shalat Idul Fitri.
Jemaah shalat Id yang tengah shalat diserang dan dibubarkan secara paksa, diikuti dengan aksi pembakaran masjid di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7).
Sebelum kejadian itu, pihak GIDI melarang umat Islam untuk menunaikan Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah. Dan karena kejadian itu, GIDI menjadi pihak tersalah mutlak bagi umat Islam dan Kristen seluruh Indonesia .
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sejarah singkat GIDI
Gereja GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari lembaga misionaris UFM (United For Mission) dan APCM (Asia Pacific Christian Mission) yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond yang menjalankan misinya di Bumi Cendrawasih, Papua.
Pada tanggal 20 Januari 1955, ketiga misionaris beserta tujuh pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amphibi “Sealander”.
Kemudian mereka melanjutkan misi dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Di area danau Acrhbold inilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar visi: “menyaksikan Kasih Kristus Kepada segala Suku Nieuw Guinea”.
Pada tanggal 5 Juni 1957, pesawat MAF (maskapai penerbangan milik misionaris asing) pertama kali mendarat di Swart Valley yang sekarang disebut Karubaga Wilayah Toli.
Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) berdiri sejak tanggal 12 Februari 1962. Terdaftar pada : Departemen Agama RI di Jakarta.
Pada perkembangannya, pada 20 November 2006, GIDI secara resmi bekerjasama dengan kelompok Kristen Yahudi KHAHZ (Domba Umat Bukit Zion) di Israel.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ketua Lembaga Adat Papua Curigai GIDI
Lembaga Adat Papua curiga, peristiwa penyerangan jamaah shalat Idul Fitri dan pembakaran masjid di Tolikaratgl 17 Juli lalu adalah disengaja. Tujuannya adalah untuk memunculkan riak-riak konflik baru di Bumi Cendrawasih itu.
Ketua Lembaga Adat Papua, Lenis Kogoya, mengaku sulit percaya dengan kesimpulan yang mengatakan, peristiwa pembakaran itu lantaran adanya tumpang tindih dua kegiatan kelompok beragama di wilayah tersebut.
Kogoya yang juga menjabat Staf Khusus Kepresidenan itu menjelaskan, ada informasi yang sampai kepadanya soal rangkain kegiatan agama mayoritas di Tolikara, yaitu adanya seminar internasional yang dilakukan oleh jemaat Gereja Gidi pada Jumat (17/7).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Kalau itu (seminar) ada izinnya, kenapa diizinkan? Itu tanggal merah (Idul Fitri). Harusnya tidak ada izinnya,” katanya di Gedung Wantimpres, Jakarta, Sabtu (18/7).
Lenis melanjutkan, seminar yang dilakukan jemaat Gereja GIDI pun belum tentu kebenarannya. “Sekarang pertanyaannya, apakah pertemuan gereja itu (seminar) pernah dilakukan? Atau itu sengaja? Persoalannya di situ?,” ujarnya.
Persatuan Gereja tuntut GIDI minta maaf
Sementara itu, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) mengecam keras pembubaran Shalat Idul Fitri dan pembakaran masjid umat Islam di Karubaga.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Menurut PGI, tindakan kekerasan dalam bentuk dan alasan apapun tidak dapat dibenarkan.
“Kami mengecam keras terjadinya pembubaran shalat Id dan pembakaran rumah ibadah, dalam hal ini masjid,” ujar Ketua Umum PGI Pdt. DR. Henrietta Tabita Hutabarat Telebang dalam pernyataan resmi di kantor PGI Pusat di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Sabtu (18/7).
Menurut Henriette, PGI sangat menyesalkan terjadinya peristiwa kerusuhan di Tolikara.
Menurutnya, peristiwa ini melukai keutuhan sebagai bangsa dan tidak mencerminkan sikap mengasihi semua orang yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
“Terutama jika hal ini dilakukan ketika umat sedang menjalankan ibadah,” ujarnya.
Memang ada surat edaran larangan shalat Id
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tolikara, Yusak Mauri membenarkan adanya surat pemberitahuan dari Badan Pekerja GIDI Wilayah Toli Nomor 90/SP/GIDI-WT/VII/2015 yang berisi larangan bagi umat Islam untuk merayakan Idul Fitri di Karubaga, Kabupaten Tolikara.
Menurutnya, surat pemberitahuan yang ditandatangani Ketua Badan Pekerja Wilayah Toli, Pendeta Nayus Wenda dan Sekretaris, Pendeta Marthen Jingga, dikeluarkan tanggal 11 Juli 2015.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Saat Yusak menanyakan alasan keluarnya surat kontroversial ini, Sekretaris Badan Pekerja GIDI Wilayah Toli, Marthen Jingga, berdalih pelarangan dilakukan karena pada saat yang sama berlangsung kegiatan seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Pemuda GIDI tingkat Internasional di Karubaga.
Di dalam surat yang beredar luas melalui media sosial tersebut, ada juga larangan bagi umat Nasrani lain mendirikan gereja serta melaksanakan ibadah.
Di dalam surat itu, pihak GIDI mewajibkan umat Nasrani lainnya bergabung ke dalamnya.
“Beberapa kali kami mengadakan pertemuan yang menghadirkan tokoh agama se-Kabupaten Tolikara, namun pihak Badan Pekerja GIDI Wilayah Toli selalu menolak dengan dalih keputusan larangan tersebut sebagai hal mutlak berlaku di wilayah Tolikara, karena merupakan hasil Sidang Sinode GIDI,” ungkap Yusak saat ditemui wartawan Kompas di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua, Sabtu (18/7/2015).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Presiden GIDI mengakui adanya surat edaran berisi larangan adanya kegiatan lebaran bagi umat Islam itu. Namun dia menegaskan, isi surat tersebut keliru dan sudah diklarifikasi sebelum peristiwa pembakaran mushalah terjadi.
“Sudah saya klarifikasi bahwa isi surat itu tidak benar dan salah. Karena tidak ada yang boleh melarang umat Islam beribadah di hari raya,” kata Presiden GIDI Dorman Wandikbo kepada Merdeka.com, Jumat (17/07).
Sebagai presiden GIDI, Dorman juga mengaku sudah memberitahukan kepada GIDI Wilayah Tolikara selaku pembuat dan penanggungjawab keluarnya surat edaran tersebut.
“Gereja tidak melarang kegiatan ibadah umat Muslim di Wilayah Toli. Ini hanya kesalahpahaman dan miss komunikasi antara petugas Polres Tolikara,” kata Dorman.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
GIDI Harus Dibubarkan
Di sisi lain, Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafii mengatakan, organisasi GIDI harus dibubarkan. Mereka telah melarang pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
“Organisasi seperti Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang melarang agama lain beribadah, harus dibubarkan. Tabiatnya seperti komunis,” kata Syafii seperti dalam siaran pers yang diterima Republika Online, Ahad (19/7).
Menurutnya pelarangan yang dilakukan jemaat GIDI sebagai bentuk anti agama. Ini tentunya aturan yang bertentangan dengan Pancasila dan prinsip hak asasi manusi (HAM).
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Ia menambahkan pemuka-pemuka dalam organisasi tersebut harus bertanggungjawab dengan tindakan yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya. Para pemuka itu juga harus dihukum berat. Pasalnya, masalah ini bukan permasalahan sepele yang harus diusut tuntas.
Menteri Agama himbau jangan terprovokasi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengecam keras tragedi Jumat 17 Juli itu.
“Selaku Menteri Agama, saya mengecam keras terjadinya kasus Tolikara yang telah mengoyak jalinan kerukunan antar umat beragama,” tegas Lukman di Jakarta, Sabtu (18/7).
Dia meminta kepada aparat penegak hukum untuk benar-benar mengusut pihak-pihak yang telah melakukan tindak perusakan dan penganiayaan, dan mengusut tuntas siapa pihak-pihak di balik kasus tersebut.
Menteri Lukman juga memohon kepada umat Islam melalui para tokoh-tokohnya agar bisa menahan diri, tidak terprovokasi, dan mempercayakan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada pihak kepolisian.
“Sehubungan dengan adanya ajakan jihad ke Papua terkait kasus Tolikara, saya memohon kedewasaan dan kearifan umat Islam melalui para tokoh-tokohnya untuk tidak terpancing dan terprovokasi lakukan tindak pembalasan,” terang Menag. (T/P001/P2)
Ref: dari berbagai sumber
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)