INDEF: Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Makin Tinggi

Jakarta, 19 Muharram 1438/20 Oktober 2016 (MINA) – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (), Ahmad Heri Firdaus mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap barang impor kian tinggi. Impor pangan menunjukkan peningkatan yang semakin signifikan selama 2015 dan 2016.

Ia memaparkan, sepanjang Januari-Juli tahun ini, Indonesia mengimpor beras senilai 447,73 juta Dolar Amerika Serikat. Angka ini lebih tinggi dibandingkan nilai impor beras sepanjang 2014 dan 2015.

“Padahal Indonesia merupakan negara agraris,” ujarnya dalam Diskusi INDEF dengan tema: “Dua Tahun Nawacita: Lampu Kuning Produktivitas dan Daya Saing” di Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (20/10).

Menurut laporan Global Food Security Index 2016, peringkat Indonesia masih kalah dari negara tetangga di kawasan ASEAN. Dari 113 negara Indonesia duduk di peringkat 71, di bawah Malaysia (35), Thailand (51), dan Vietnam (57).

Selain itu, kemandirian Indonesia juga belum tercermin di sektor energi. Volume impor migas juga menunjukkan peningkatan sepanjang 2016.

“Ini sangat disayangkan, Indonesia adalah negara penghasil energi tapi impor energi yang sudah final. Bahan mentahnya diekspor, kemudian kita kekurangan energi, dan harus impor dari luar,” ujarnya.

Selain ketergantungan terhadap impor pangan dan energi, Indonesia kian diserbu oleh produk industri negara lain, hal ini tercermin dari melonjaknya impor barang komsumsi yang meningkat 12,80 persen sepanjang Januari-September 2016.

Industri dalam negeri mengalami kontraksi yang ditandai oleh daya serap impor bahan baku dan barang modal yang menurun sepanjang 2016.

Impor bahan baku sepanjang 2016 menurun sementara impor barang modal turun 12,6 persen. Di sisi lain, ekspor dari berbagai sektor juga kian merosot. Penurunan kinerja industri dalam negeri juga tercermin dari berkurangnya jumlah perusahaan industri.

Minimnya pengamanan pasar domestik dari serbuan impor. Derasnya aliran impor barang konsumsi dan melemahnya daya saing industru domestik salah satunya disebabkan oleh minimnya kebijakan pengamanan pasar domestik yang tercermin dari kuantitas Non Tariff Measures (NTMs).

Jika dibandingkan dengan kebijakan NTM Amerika Serikat (AS) atau Tiongkok, Indonesia jauh lebih sedikit dengan hanya memiliki 272 jenis NTM, sementara AS dan Tiongkok masing-masing sebanyak 4.780 dan 2.194 NTM. (L/P006/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)