Dia mengatakan, kesatuan dan persatuan bangsa Palestina merupakan hal mendasar yang harus segera direalisasikan demi terwujudnya kebebasan Masjid Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina.
“Yang diperlukan saat ini hanyalah menerapkan kesepakatan-kesepakatan yang sudah disepakati saat pertemuan-pertemuan lalu,” kata Al-Batsh kepada koresponden Kntor Berita Islam Internsional Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jalur Gaza sebagaimana dilaporkan Ahad (30/3).
Al-Batsh mengatakan gerakan Jihad Islam menguraikan tahapan dalam membentuk kesatuan bangsa dimulai dengan menyatukan lembaga-lembaga dan kementerian-kementerian serta menyamakan persepsi perlawanan, kemudian melanjutkan poin-poin rekonsoliasi yang telah disepakati.
Baca Juga: Hezbollah Benarkan Hassan Nasrallah Gugur
Al-Batsh juga menegaskan, rekonsoliasi yang paling penting saat ini adalah bersama melakukan perlawanan menolak yahudisasi dan menolak negosiasi damai dengan Israel, diprakarsai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, yang sedang berlangsung.
Dia menghimbau gerakan-gerakan Palestina agar seharusnya satu pihak tidak menyelesaikan urusan tanpa melibatkan pihak-pihak yang lain dan meminta untuk membahas berkas-berkas rekonsiliasi secara teratur sehingga konsensus nasional dapat terlaksana.
Perpecahan Menambah Penderitaan
Dr. Khalid Al-Batsh, juga Ketua “Komite Kebebasan” Gaza yang didirikan berdasarkan perjanjian rekonsiliasi Palestina 2011 menekankan, perpecahan antara Hamas dan Fatah hanya menambah penderitaan rakyat Palestina.
Baca Juga: Hari ke-358 Genosida Gaza: 41.586 Syahid dan 96.210 Luka
Perpecahan antara Fatah dan Hamas dimulai pada 2006, saat Hamas memenangkan pemilu legislatif Palestina. Pada tahun berikutnya, bentrokan meletus antara dua faksi besar Palestina itu. Hamas berhasil menguasai Jalur Gaza dan Fatah mengendalikan wilayah Tepi Barat.
Dengan demikian, Al-Batsh menuturkan, hingga kini Palestina memiliki dua perdana menteri, yaitu Ismail Haniyah di Jalur Gaza dan Rami Hamdallah di Tepi Barat. Adanya kondisi tersebut menjadikan departemen kementerian masing-masing berada di dua wilayah, sehingga hasilnya terjadi blokade yang berkelanjutan di Jalur Gaza.
Petinggi senior Jihad Islam itu menyatakan, di saat Palestina sibuk dengan perpecahan tersebut, penjajah Israel memanfaatkan kelemahan gerakan Palestina dengan menyerukan ribuan ekstrimis Yahudi menduduki Kota Al-Quds (Yerusalem), melancarkan yahudisasi penuh di Al-Quds dan Al-Aqsha dengan membangun sinagog dan taman Talmud serta permukiman ilegal Yahudi di sekitar wilayah tersebut.
“Dengan perpecahan yang terjadi, saya hanya melihat adanya penjarahan tanah Palestina yang terus menerus, serta Yahudisasi Al-Quds, dan pembangunan permukiman ilegal Israel, dan berbagai permasalahan Palestina lainnya,” ujar Al-Baths.
Baca Juga: Israel Klaim Telah Bunuh Sekjen Hezbollah Hassan Nasrallah
Al-Batsh mengatakan bahwa semua jajaran bangsa yang di dalamnya Fatah, Hamas dan Jihad Islam menjalin kesepakatan pada awal Mei 2011 di Kairo, Mesir, juga kesepakatan antara Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Khalid Misy’al, Ketua Biro Politik Hamas di bawah mediasi pemerintah Mesir.
Gerakan-gerakan Palestina terus berupaya mencapai rekonsiliasi nasional selama bertahun-tahun. Kedua fihak (Fatah-Hamas) juga telah mencapai persetujuan dengan menandatangani dua perjanjian -satu di Kairo, Mesir (Februari 2009) dan berikutnya di Doha, Qatar (Februari 2012)-.
Dalam kesepakatan itu, semua pihak sepakat bahwa kesepahaman tersebut mengikat bagi semua pihak terutama Hamas-Fatah dalam menerapkan kesepakatan nasional Palestina, mencakup segala rincian yang ada berupa peraturan, pemerintahan, pemilu, keamanan, kesatuan bangsa, proyek-proyek negara.
Namun demikian, kesepakatan-kesepakatan itu belum pernah sepenuhnya dilaksanakan hingga belakangan ini timbul keinginan kedua fihak untuk lebih serius mengusahakan persatuan nasional.(L/P02/R2)
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Demo Dukung Palestina dan Lebanon
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Rudal Balistik Milik Houthi Kembali Gempur Ibukota Tel Aviv