Kekerasan di Rakhine, HRW: Citra Satelit Singkap Aksi Pembakaran Desa

Yangon, 30 Muharram 1438/31 Oktober 2016 (MINA) – Lembaga HAM () pada Senin (31/10) mengatakan analisis citra satelit baru menunjukkan bukti adanya kehancuran akibat pembakaran, setidaknya  di tiga desa di Negara Bagian .

HRW menyeru pemerintah Myanmar segera mengizinkan PBB untuk membantu menyelidiki laporan penghancuran desa-desa di wilayah tersebut, demikian pernyataan resmi lembaga yang berbasis di Amerika Serikat itu sebagaimana yang diterima MINA.

Sebuah delegasi PBB dan diplomat asing dijadwalkan mengunjungi daerah di Rakhine pada 31 Oktober 2016, menandai pertama kalinya badan bantuan internasional diizinkan masuk sejak 9 Oktober.

Namun, tidak jelas apakah mereka akan mendapatkan akses penuh ke desa-desa yang diduga terkena dampak penghancuran.

HRW menyatakan, upaya penyelidikan harus mengusut kasus serangan mematikan di pos penjaga perbatasan pada 9 Oktober dan tuduhan aparat terlibat pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran, dan pelanggaran hak asasi lainnya terhadap warga Muslim di distrik Maungdaw, Rakhine.

“Gambar satelit baru menyingkap adanya kehancuran di Negara Bagian Rakhine yang harus diselidiki secara imparsial dan independen, sesuatu yang belum mampu dilakukan oleh pemerintah Myanmar,” kata Wakil Direktur Asia HRW, Phil Robertson.

“Pemerintah sebaiknya berhenti menutup-nutupi kesalahan dan menghalangi badan bantuan pemantau internasional masuk ke daerah tersebut,” ia menegaskan.

Telaah citra satelit yang terekam pada 22 Oktober mengidentifikasi beberapa penghancuran bangunan di Desa Kyet Yoe Pyin, Pyaung Pyit (Ngar Sar Kyu), dan Wa Peik (Kyee Kan Pyin), di distrik Maungdaw. Kerusakan yang terekam konsisten dengan bekas pembakaran di masing-masing desa.

Lembaga yang berbasis di Amerika itu juga meninjau data anomali termal yang dikumpulkan oleh sensor satelit lingkungan. Hasilnya terdeteksi beberapa insiden kebakaran di Desa Wa Peik (Kyee Kan Pyin) pada 9 Oktober dan Desa Kyet Yoe Pyin pada 14 Oktober.

Penemuan HRW itu konsisten dengan laporan serangan pembakaran di distrik Maungdaw sejak 9 Oktober yang dilaporkan oleh kelompok Rohingya, organisasi hak asasi manusia, dan media yang mengutip sejumlah saksi.

“Gambar-gambar satelit tentang kehancuran desa bisa jadi sebuah puncak gunung es mengingat pelanggaran berat yang dilaporkan,” ujar Robertson.

“Pemerintah Burma (Myanmar) bertanggung jawab untuk menahan pihak yang bertanggung jawab, baik pelaku serangan 9 Oktober maupun pasukan keamanan pemerintah yang melakukan pelanggaran serius selama memburu para penyerang,” kata dia.

Pada 9 Oktober, sejumlah pria bersenjata menyerang tiga pos-pos polisi di kota Maungdaw dekat perbatasan Bangladesh, menyebabkan sembilan polisi tewas. Pemerintah menegaskan serangan itu dilakukan oleh kelompok Rohingya, namun pelaku sebenarnya masih belum jelas.

Segera setelah serangan itu, pasukan pemerintah menetapkan Maugdaw sebagai ‘zona operasi’ dan mulai menyisir daerah itu untuk mencari penyerang dan senjata yang diduga telah dibuang atau disembunyikan.

Selama operasi itu pula media dan kelompok hak asasi lokal melaporkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan aparat terhadap orang Rohingya, termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, dan pembakaran rumah.

Pada 28 Oktober, Reuters menurunkan hasil wawancara dengan beberapa perempuan Rohingya yang menyatakan mereka telah diperkosa oleh tentara Myanmar. (T/P022/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Syauqi S

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.