Oleh: Rudini Muslim, pengajar di Alfa Centauri Bandung dan Alumni Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Fatah, Pendidikan Agama Islam (PAI)
Kenakalan bukanlah hal asing yang kita dengar, mungkin yang terbersit kalau mendengar kata “kenakalan” dalam pikiran kita adalah kenakalan yang berhubungan dengan kenakalan remaja. Remaja yang gemar melakukan tawuran, seks bebas, narkoba dan lain sebagainya yang tidak pantas untuk dilakukan.
Kenakalan remaja yang mereka lakukan bukanlah hal yang terjadi dengan sendirinya tanpa sebab. Kenakalan yang mereka lakukan bukan mutlak atas kesalahannya, banyak faktor yang menjadikan mereka berperilaku demikian, salah satunya adalah karena “kenakalan orang tua” yang secara tidak sadar telah lalai dalam melakukan tugasnya sebagai orang tua.
Suatu hari, datanglah seorang pria kepada Umar Ibnu al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, yang mengeluhkan kedurhakaan anaknya. Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangkan si anak untuk menceritakan kedurhakaan yang ia lakukan terhadap bapaknya dan kelalain atas hak-hak orang tuanya. Kemudian sang anak berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah seorang anak juga memiliki hak-hak kepada bapaknya?” Umar menjawab, “Benar!” Anak itu bertanya, “Apa hak-hak itu, wahai Amirul Mukminin?”, Umar menjawab, “Memilihkan ibu baginya, memberi nama yang baik baginya, dan mengajarkan Al-Quran kepadanya.” Sang anak pun lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sungguh, ayahku tidak melakukan hal itu. Ibuku adalah seorang hitam (dari Habasya) yang beragama Majusi. Aku pun diberi nama Ju’lan (si budak hitam jelek), dan ayahku belum pernah mengajarkan Al-Quran kepadaku mesti satu huruf pun.” Lalu Umar menoleh kepada laki-laki tadi dan berkata, “Kamu datang kepadaku dan mengeluhkan kedurhakaan anakmu. Padahal kamu lebih dulu mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Kamu lebih dulu berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Demikianlah Umar telah menyalahkan si ayah karena mengabaikan pendidikan dan tanggung jawab terhadap anaknya hingga si anak durhaka kepadanya.
Anak memiliki hak yang harus dipenuhi dan menjadi kewajiban bagi setiap orang tua. Allah azza wa jalla memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk menjaga keluarga kita dari neraka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AT-Tahrim [66] ayat 6).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
Qatadah mengatakan maksud dari قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا adalah, “Hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah azza wa jalla dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah tabaroka wa ta’ala kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah azza wa jalla, peringatkan dan cegahlah.”
Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu, Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِه
“Tiada seorang anak pun (dalam riwayat lain: setiap anak) yang dilahirkan, melainkan dia dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Muslim).
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Penyebab kenakalan orang tua terhadap anak
Ada beberapa hal bentuk kenakalan orang tua terhadap anak, di antaranya:
- Perceraian
Perselisihan keluarga dan perceraian orangtua. tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja/anak.
- Kurangnya pendidikan agama
Pendidikan agama ini sangat penting bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Mengajarkan akhlak dan ibadah kepada anak dimulai dari keluarga. Ini adalah tugas orang tua memberikan pendidikan agama kepada anaknya. Jika tidak ditanamkan sejak dini dan dimulai dari keluarga maka jangan berharap memiliki anak yang salih.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
- Mementingkan karir
Orangtua yang hanya mementingkan karir dan pekerjaannya setiap hari dari siang dan malam, tanpa memperhatikan perkembangan anaknya. Sehingga begitu sibuknya, mereka menyerahkan tugas dan kewajiban pengasuhannya tepada asisten rumah tangga.
- KDRT
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan orang tua saling bertengkar, membuat anak menjadi bosan dan tidak betah di rumah. Setiap saat hanya mendengarkan keributan terus menerus sehingga tidak membuat kenyamanan dan suasana yang harmonis di dalam rumah. Hal ini dapat menyebabkan anak menjadi stres, sehingga anak mencari pergaulan dan lingkungan yang salah dengan teman-temannya.
Kesalihan orang tua adalah cikal bakal kesalihan anak, dan kedurhakaan orang tua adalah cikal bakal anak menjadi durhaka.
Wahai orang tua, janganlah engkau menyalahkan anakmu ketika mereka melakukan kemaksiatan. Sangat mungkin, mereka melakukan kemaksiatan dan kenakalan karena mencontoh kemaksiatan yang kita lakukan.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Setiap diri kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang kita terima.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan [setiap kamu] bertanggung jawab atas kepemimpinanannya. Seorang imam (Dalam riwayat lain: Seorang pemimpin yang menguasai orang banyak) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki dalam keluarganya adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang perempuan dalam rumah suaminya (Dalam jalur periwayatan lain: Suami dan anaknya) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayangilah anak-anak kita. Dengan kita menyayangi, maka kita akan disayangi. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayang.”
Hati yang tidak memiliki kasih sayang, akan menjadikan pemiliknya bersifat keras, kasar dan kejam. Maka tentunya dengan adanya sifat tercela ini akan menimbulkan reaksi yang membuat penyimpangan anak-anak, menjerumuskan mereka ke dalam lumpur kejahatan, dan menenggelamkan mereka pada kebodohan dan kecelakaan.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama, ayah dan ibu. Jika seorang ibu melalaikan tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak-anaknya karena sibuk dengan karir, teman-teman dan tamu-tamunya, serta sering keluar rumah, dan apabila seorang ayah menelantarkan tanggung jawabnya untuk bermain dan nongkrong di warung kopi bersama para sahabatnya, maka sudah pasti anak-anaknya akan tumbuh dewasa seperti anak-anak yatim dan hidup seperti gelandangan. Bahkan akan rusak dan menjadi pelaku kriminal di masyarakat.
Seorang penyair berkata,
Bukanlah anak yatim itu anak yang kedua orang tuanya selesai
dari beban hidup dan meninggalkannya menderita
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Namun anak yatim itu adalah anak yang memiliki ibu yang lalai
atau bapak yang sibuk
Anak adalah amanah dari Allah tabaroka wa ta’ala yang mesti kita jaga dan rawat, agar tumbuh menjadi anak-anak yang salih salihah yang akan menjadi amal jariyah ketika kita meninggalkan dunia yang fana.
Maka sangat penting orang tua memperhatikan pola asuh anak sejak dini dengan baik dan benar, agar anak tidak salah jalan dalam pergaulannya. Jika anak sudah salah jalan, maka orang tua sendiri yang repot dan malu menanggung malunya. Maka dalam hal ini, perlunya saling bekerjasama dan berbagi tugas dalam rumah tangga antara suami dan istri, membangun komunikasi efektif dan memberikan teladan atau contoh yang baik kepada anak. (T/P005/P001)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)