Wawancara Ekslusif MINA dengan Dr. H. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc., Ketua Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI)
Ketua Umum Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI), Dr. H. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc., baru saja dinobatkan sebagai Honorable Advisor untuk Korea Institute of Halal Industry (KIHI) di Seoul, Korea Selatan untuk waktu 5 (lima) tahun, yakni dari 13 Mei 2015-13 Mai 2020. Di mana dia juga sebagai Dewan Pakar untuk Majalah Swara FBN.
Di samping itu, Dosen Makanan Halal, Farmakologi dan Toksikologi Obat UIN Jakarta dan Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) DKI Jakarta tersebut sedang merumuskan pendirian Program Studi (Prodi) Magister (S2) Produk Halal yang pertama di Indonesia dan akan didirikan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pendiri Farmasi UIN Jakarta dan Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang tersebut ingin sekali mensukseskan pelaksanaan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) No. 33 Tahun 2014 dengan didukung oleh Pasca Sarjana Produk Halal yang sekarang sedang ia siapkan di UIN Syarif Hadayatullah Jakarta.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dalam rangka meningkatkan penanganan produk dan sertifikasi halal di Indonesia, melalui lembaganya YPHI, pakar produk halal yang juga aktif dalam berbagai kegiatan masalah halal di tingkat internasional itu juga sedang menyiapkan Konsep untuk Standarisasi Produk Halal untuk makanan, obat dan kosmetika.
Apa saja kiat-kiat ketua YPHI tersebut untuk mewujudkan produk Halalan thayyiban (Halal dan baik) di Indonesia dan dunia, maka bersama ini kami sajikan wawancara Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency – MINA) dengan Ketua Umum Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI), Dr. H. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc. melalui pesan elektronik:
Mi’raj Islamic News Agency (MINA): Apa latar belakang didirikannya Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI)?
Dr. H. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc. (Yanis): YPHI didirikan untuk membantu pemerintah dan umat Islam dalam mewujudkan diperolehnya Produk halalanthoyyiban (halal dan baik). Didirikan pada tanggal 7 Januari 2013, atas inisiatif Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan beberapa Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu YPHI adalah yayasan binaan ICMI.
MINA: Apa saja kegiatan YPHI yang Anda pimpin?
Yanis: YPHI melakukan aktivitas dengan mengambil singkatan salah satu dari 99 sifat Allah yakni (HASIB) atau aktivitas YPHI adalah Halal, Sains, Industri, dan Bisnis (HASIB), di mana ruang lingkupnya dengan melakukan berbagai macam aktivitas untuk produk halal dan baik (Halalan thayyiban) dengan bekerja sama dengan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai lembaga lainnya dalam melaksanakan edukasi, informasi, produksi, pemeriksaan, perdagangan serta riset dan pengembangan produk Halalanthoyyiban yang terpercaya di tingkat nasional dan internasional.
Dalam hal ini, YPHI melakukan kerjasama dengan beberapa media termasuk Kantor Berita Islam MINA, karena MINA mempunyai Platform yang sama dengan YPHI yakni mendukung terwujudnya pusat informasi dan promosi produk halalanthyoyyiban (halal dan baik) nasional.
Dalam kerjasama YPHI dengan MINA tidak hanya fokus pada produk halalanthyoyyiban untuk makanan, obat-obatan dan kosmetika, akan tetapi terhadap produk yang lainnya, seperti produk halalanthoyyiban untuk hukum, ekonomi, teknik, logistik dan lain-lain sebagainya.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
MINA: Bagaimana kisahnya, Anda dinobatkan sebagai Honorable Advisor atau Penasehat Kehormatan oleh Lembaga halal asal Korea Selatan Korea Institute of Halal Industry (KIHI) di Seoul pada 13 Mei 2015 lalu?
Yanis: Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabulkan niat saya, di mana sewaktu saya mendirikan Farmasi di UIN Jakarta pada tahun 2004 yang lalu. Niat saya adalah ingin mengembangkan Produk Halalan thoyyiban. Untuk itu saya adakan mata kuliah baru dengan nama “Kimia Makanan Halal”, kuliah ini hanya ada di Farmasi UIN Jakarta dan tidak diberikan pada 66 Jurusan Farmasi yang ada di Indonesia, mungkin juga di dunia.
Dalam kuliah ini saya integrasikan antara ilmu kimia makanan dan konsep Islam untuk Makanan Halalan thoyyiban. Untuk kuliah ini saya tulis bukunya dengan judul “Analisis Kajian Konsep Makanan Dalam Islam”.
Setelah saya mendirikan Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI) atas bantuan ICMI, saya menghadiri World Halal Conference yang diadakan di Kuala Lumpur pada 17 -19 April 2013, Pada saat Conference tersebut saya banyak menyampaikan ide-ide untuk dapat dilaksanakan oleh negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Akhirnya saya diundang untuk memberikan presentasi untuk makanan Halal oleh beberapa negara, termasuk Arab Saudi, UEA, Jepang, Thailand Malaysia dan pada International “World Congress Medical Law”.
Di Korea Selatan, pada 13 Mei 2015 lalu, saya menjelaskan tentang bahaya mengonsumsi makanan haram yang dilarang dalam Islam ditinjau dari pembuktian ilmiah medis (Evidence Based Medicine).
Keuntungan mengkonsumsi makanan Halalan thoyyiban dari sisi medis serta Panggilan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 168 untuk mengkonsumsi makanan Halalan thoyyiban tidak hanya untuk orang Islam tetapi untuk seluruh umat manusia. Oleh karena yang mendengar presentasi saya umumnya adalah Saintis yang sudah lulus S1, dan umumnya mereka bukan orang Muslim, akan tetapi mereka menggunakan logika sehatnya, maka presentasi ilmiah saya mudah diterima mereka.
Sehabis acara di sore harinya mereka minta saya untuk berkenan dijadikan sebagai Honorable Advisor untuk Korea Institute of Halal Industry (KIHI).
Kemudian ada Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran pada Surat Muhammad Ayat 7 yang terjemahannya:
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Ayat ini adalah merupakan Filosofi hidup saya untuk senantiasa berjuang menegakkan Syiar Islam. Jika ada jabatan atau kedudukan yang lebih bagus setelah saya menolong agama Allah, seperti saya diangkat oleh KIHI menjadi Honorable Advisor selama 5 tahun, itu adalah janji Allah sebagaimana ayat Allah pada Surat Muhammad Ayat 7 tersebut.
Pada saat saya berdiskusi dengan orang-orang industri Korea Selatan sewaktu makan malam bersama. Saya terkesima sekali mendengar ucapan mereka, bahwa orang Asli Korea baru sekitar 100 orang yang muslim, karena hampir tidak ada orang yang memberikan informasi tentang Islam di sini.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Mereka mengatakan “Kami mengenal Islam dari makanan Halal yang diwajibkan oleh negara-negara Islam. Akhirnya mau tidak mau kami harus belajar Islam.” Terus saya balik bertanya kepada mereka, Bagaimana jumlah penduduk penganut agama di Korea Selatan ini, mereka menjawab “Kami tidak hafal pasti, tapi bisa kita lihat di Wikipedia pada Google sekarang. Setelah kami buka Google bersama ternyata populasi Agama di Korea Selatan; tidak beragama (46,5%), Protestan (18,3%), Katolik (10,9%), Budha (22,8%), dan Agama lain (1,7%).”
Terus mereka mengatakan “Di Korea yang banyak Muslim adalah pekerja dari Indonesia dan Malaysia.”
Dalam diskusi makan malam ini, ada di antara mereka yang bertanya kepada saya, “Kenapa Anda memilih Islam?” saya balik bertanya kepada dia, “Maaf Anda agamanya apa?”, Dia menjawab, “Saya belum punya agama katanya.” Saya lalu melanjutkan “Baik, Saya memilih Islam adalah sama jika Saya disuruh memilih undang-undang, maka Saya akan memilih undang-undang revisi terbaru”.
“Oleh karena agama adalah merupakan undang-undang tentang hidup manusia. Di mana Islam adalah agama yang paling terbaru di antara agama-agama yang ada didunia ini, maka saya memilih ISLAM,” jelas saya kepada mereka.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
“Kenapa Anda tidak beragama?” kata saya, “Seperti Anda lihat pada Google sekitar 50% orang Korea Selatan tidak beragama,” kata dia. “Apakah anda percaya bahwa Tuhan ada?” ujar saya. Dia jawab, “Umumnya manusia percaya bahwa Tuhan itu ada dan hari kiamat akan datang. Tetapi kenapa Anda tidak beragama,” tambah saya. Dia mejawab, “Karena saya tidak yakin dengan agama Budha begitu juga dengan Kristen dan Katolik, sedangkan Agama Islam saya tidak tahu,” katanya.
Terus Saya tanya, “Apakah Anda mau tahu tentang Islam?” Dia menjawab, “Iya bagaimana cara belajar Islam.” Saya menjawab untuk belajar Islam mudah, “Pertama, Anda buka Noble Quran pada Google, pada Noble Quran, ada terjemahan Kitab Suci Al-Quran ke berbagai bahasa di dunia termasuk Bahasa Korea. Setelah itu, Anda baca perbandingan agama yang ditulis oleh orang Islam sehingga Anda tahu dari sumber aslinya, kemudian Anda bandingkan dengan perbandingan agama yang ditulis oleh orang Kristen, Katolik dan Budha. Jika Anda bingung tentang Islam, setelah membaca ini, silahkan tanya ke saya dan saya juga akan kirimkan artikel tentang Islam yang bagus untuk Anda baca.”
Kemudian seorang wanita pengusaha bertanya kepada saya, “Kenapa wanita Islam harus pakai jilbab, bukankah jilbab itu kesannya seperti terbelakang dan kurang modis serta mahal.” Saya menjawab yang wajib bagi wanita Muslim adalah menutup aurat, boleh pakai jilbab atau yang sejenisnya. Menutup aurat atau jilbab bukanlah terbelakang, yang terbelakang adalah orang yang pakaiannya sangat minim. Karena ini sama dengan orang terbelakang zaman dahulu hanya menutup aurat dan payudaranya.
“Di samping itu, menutup aurat adalah untuk keselamatan dan kebahagiaan suami. Coba Anda bandingkan kulit Anda yang selalu tertutup dengan kulit Anda yang sering terbuka, maka yang halus mulus adalah yang selalu tertutup, jika Anda menutup aurat maka seluruh tubuh Anda akan halus mulus dan ini yang disenangi oleh para suami,” kata saya.
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Dia ketawa tersipu malu tanda setuju. Di sisi lain kata saya, jika Anda buka tentang penyakit kanker kulit, maka kulit yang terkena kanker adalah yang terbuka atau terpapar matahari dan jarang kulit yang tertutup terkena kanker.
MINA: Anda tadi mengatakan bahwa Anda juga memberikan presentasi di beberapa negara tentang makanan halal, bahkan termasuk di negara tempat Islam itu sendiri dilahirkan yakni Arab Saudi, kemudian di Uni Emirat Arab, Jepang, Thailand, Malaysia. Bisa Anda jelaskan Presentasi apa saja yang anda berikan?
Yanis : Oleh karena saya adalah Dosen Kimia Makanan Halal serta saya lulusan S3 di bidang Biomedis (Ilmu-ilmu Kedokteran Dasar) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia serta penulis buku “Analisis Kajian Konsep Makanan Dalam Islam” ditambah dengan Pengetahuan Islam saya, maka lebih mudah bagi saya untuk menjelaskan Konsep Halalanthoyyiban dalam Islam menurut ilmu sains.
Maka di Jeddah Arab Saudi, Judul Presentasi saya “The Harmful of Consuming Haram Food base on Medical Aspect” atau Bahaya Mengkonsumsi Makanan Haram ditinjau dari Aspek Biomedis, mungkin ulama-ulama Arab Saudi tidak belajar atau kurang paham dengan bahaya mengkomsumsi makanan ditinjau dari Aspek Biomedis, walaupun mereka sangat paham dengan Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Pada Internationan Coference for Organization Islamic Cooperation (OIC) di Sarjah Uni Emirat Arab (UEA), saya memberikan presentasi dengan judul “One Halal Logo, One Halal Standart for OIC Countries”, kemudian di Jepang saya memberikan presentasi dengan judul: “Halal Food Issues in Indonesia and Challenge”. Di Kuala Lumpur Malaysia, saya memberikan presentasi tentang: “The Problem of Halal Logistic in Indonesia”. Di Bangkok Thailand saya memberikan presentasi “Standarization Halal Food for ASEAN Countries” sedangkan pada “International World Congress Medical Law” saya memberikan Presentasi “Halal Certification for Drugs and Cosmetics, Weather Needed or Not”.
Judul Presentasi ini diminta oleh Panitia seminar Dr. dr. M. Nasser kepada saya. Di mana di akhir tahun 2013 waktu itu baru saja terjadi polemik di Media Massa antara dr. Nafsiah Mboy sebagai Menteri Kesehatan dengan MUI. Di mana dr. Nafsiah Mboy mengatakan, Sertifikasi Halal untuk obat-obatan dan kosmetika tidak diperlukan, sedangkan MUI mengatakan sangat perlu. Maka pada presentasi saya di Seminar International yang dihadiri oleh ahli-ahli kesehatan sekitar 88 negara. Saya jelaskan secara ilmiah berdasarkan syariah Islam bahwa sertifikasi halal untuk obat-obatan dan kosmetika sangat diperlukan dan akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu pengetahuan kesehatan.
Kemudian pada Interntional Conference “Halal Issues on Pharmaceutics in ASEAN Economic Community” di Grand Preanger Hotel, Bandung, pada 8-9 Juni 2015 yang lalu saya memberikan Presentasi dengan Topik “The Role of Pharmacist to Succeed the Law of Halal Product Guarantee (LHPG) Number 33 Year 2014, RI (UU JPH, No. 33 Tahun 2014)”
MINA : Apa saja kegiatan yang dilakukan YPHI di tingkat nasional?
Yanis : Tujuan utama YPHI yang meski baru didirikan dua tahun ini adalah untuk membantu pemerintah dalam mensukseskan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) No. 33 Tahun 2014. Sebagaimana kita ketahui, untuk melaksanakan UU JPH No. 33 Tahun 2014 yang mewajibkan Jaminan Kehalalan untuk setiap produk makanan, obat-obatan dan kosmetika tidaklah mudah.
Apalagi pada UU JPH No. 33 Tahun 2014 pada Pasal 56 dan 57, ditetapkan sanksi atau hukuman untuk Pelaku Usaha yang sudah menyatakan produk mereka halal tapi tidak bisa menjaga produk mereka Halal maka diberikan Sanksi berupa denda sebesar Rp 2 miliar atau hukuman krungan selama 5 tahun, sedangkan untuk pelaksana UU JPH No. 33 Tahun 2014 yang tidak jujur dalam pelaksanaan UU JPH itu diberikan juga sanksi hukuman denda Rp. 2 miliar atau hukuman kurungan selama 2 tahun.
Di sisi lain, kita belum punya buku acuan standar untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetika. Untuk melaksanakan UU JPH No. 33 Tahun 2014.
Melihat problem yang akan terjadi dan bagaimana mengantisipasinya sejak awal, maka YPHI bersama ICMI sudah merintis untuk menyiapkan kader-kader bangsa yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan UU JPH No. 33 Tahun 2014 ini. Dalam hal ini, YPHI bersama ICMI sedang merintis pendirian Pasca Sarjana Produk Halal yang pertama di Indonesia di Institut Teknologi Indonesia (ITI).
Di samping itu, saya juga sudah mengusulkan kepada Rektor UIN Jakarta yang baru, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada agar UIN Jakarta segera membuka Pascasarjana Produk Halal untuk mensukseskan terlaksananya UU JPH No. 33 Tahun 2014 yang mewajibkan Sertifikasi Halal untuk Makanan, Obat-obatan dan Kosmetika. Alhamdulillah, Rektor UIN Jakarta sudah setuju dan meminta saya untuk membuat proposalnya segera. Proposal tersebut sekarang sedang saya siapkan.
Kemudian sebagaimana diamanatkan oleh UU JPH No. 33 Tahun 2014, bahwa untuk pelaksanaan UU JPH tersebut harus dilengkapi PP dan Peraturan Kemenag Tentang UU JPH ini, maka dalam hal ini, YPHI bekerjasama dengan Pos Bantuan Hukum Kongres Advokat Indonesia (POSBAKUM-KAI) sedang menyiapkan Draft-nya untuk disampaikan kepada Pemerintah dan Kemenag.
Di samping itu, YPHI juga sudah melakukan Training kepada pengusaha-pengusaha kecil dan menengah tentang bagaimana membuat produk Halalanthoyyiban.
Kemudian YPHI juga melaksanakan kerjasama dengan Alumni Farmasi UIN Jakarta. Pada saat ini, kami sedang menyiapkan beberapa produk, seperti sabun anti najis, produk-produk herbal hasil penelitian Farmasi UIN Jakarta dan beberapa produk suplemen makanan yang memenuhi konsep Halalanthoyyiban.
Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama lagi, akan bisa kita Launching. Kerjasama YPHI dengan Alumni Farmasi UIN Jakarta, juga akan melaksanakan berbagai kegiatan tentang produk Halalanthoyyiban seperti: pelatihan, seminar, menyiapkan Auditor Halal dan Supervisaor Halal untuk mensukseskan terlaksananya UU JPH No. 33 Tahun 2014.
Di samping itu YPHI juga telah menandatangani perjanjian kerja sama (MOU) dengan Lembaga Kantor Berita Islam Internasional pertama di Indonesia yakni Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Lembaga Berita Islam Internasional ini menggunakan jalur Online dengan websitenya mirajnews.com, Lembaga berita Internasional ini menggunakan tiga bahasa yakni Inggris, Arab dan Indonesia. Di mana MINA bersama YPHI akan selalu melakukan dan menyebarluaskan Konsep HALALANTHOYYIBAN, untuk hal ini berita MINA telah menetapkan ada kolom khusus tentang Produk Halal.
MINA : Bagaimana menurut Anda tentang UU JPH No. 33 Tahun 2014?
Yanis : Saya adalah salah seorang yang ikut membuat tentang Konsep UU JPH No. 33 Tahun 2014. Dalam pengamatan Saya, UU JPH No. 33 Tahun 2014 sudah sangat bagus. Oleh karena itu, UU ini adalah merupakan rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada bangsa Indonesia dan dunia. Sebagaimana kita ketahui. Bahwa dalam Surat Al Baqarah Ayat 168 Allah memanggil kepada seluruh umat manusia untuk mengkonsumsi makanan Halalanthoyyiban.
Panggilan Allah bukan hanya ditujukan kepada umat Islam. Di mana makanan adalah hal utama yang menentukan kesehatan dan keselamatan umat manusia dalam hidup. Bila makanannya Halalanthoyyiban maka baik dan selamatlah orang tersebut. Oleh karena itu, ketentuan dalam UU JPH No. 33 Tahun 2014 yang telah menetapkan wajib mempunyai Sertifikat Halal untuk makanan, obat-obatan dan kosmetika, sedangkan untuk makanan, obat-obatan dan kosmetika yang mengandung bahan haram, pengusaha harus menuliskan pada produk mareka tersebut “Tidak Halal”. Ketentuan ini adalah sangat tepat.
Kemudian ada sanksi yang berat bagi pelaku Industri yang tidak jujur atau pekerja yang terlibat dalam proses sertifikat Halal sebagaimana disebutkan pada pasal 56 dan 57 UU JPH No. 33 Tahun 2014.
Ketentuan ini adalah sangat tepat. Oleh karena pada Era perdagangan bebas saat ini banyak sekali pelaku usaha yang tidak jujur yang dalam Al-Quran disebut dengan Kaum Muthaffifin, sebagaimana tulisan saya pada majalah ini Tentang Merajalelanya Kaum Muthaffifin.
UU JPH No. 33 Tahun 2014 masih sangat ringkas dan hanya mengatur hal-hal pokok, Oleh karena itu diperlukan PP dan Peraturan Menteri Agama untuk dapat terlaksananya UU dengan baik. Dalam pembuatan PP dan PERMENAG untuk UU JPH ini diharapkan banyak masukan dari berbagai pihak, sehingga biaya pelaksanaannya murah dan tidak bertele-tele atau mudah dilaksanakan dan didukung dengan SDM dan peralatan yang handal.
MINA : Kenapa Anda ingin mendirikan Pascasarjana (S-2) Produk Halal di UIN Jakarta?
Yanis : Indonesia dan dunia sangat memerlukan banyak ahli atau pakar halal untuk Makanan, Obat-obatan dan Kosmetika. Apalagi akan diberlakukannya wajib Sertifikat Halal untuk produk-produk makanan, obat-obatan dan kosmetika di Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam UU JPH No. 33 Tahun 2014 Pasal 4.
Maka banyak sekali masalah tentang ini yang harus ditangani oleh ahlinya, seperti pada saat ini kita belum punya standarisasi Halal untuk Makanan, Obat-obatan dan Kosmetika, kita belum punya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Prosedur Tetap (Protap) untuk Sertifikasi Produk Halal. Kemudian pada Pasal 56 dan 57 UU JPH juga akan diberikan sanksi kepada pelaku usaha yang produknya sudah punya Sertifikat Halal tetapi ternyata mereka memasarkan produk yang tidak halal, maka diberikan sanksi berupa denda sebesar Rp. 2 miliar atau hukuman kurungan selama 5 (lima) tahun.
Hukuman atau sanksi ini juga diberikan kepada petugas yang terlibat dalam proses sertifikasi halal bila mereka membocorkan formula Produk pelaku Industri atau hal-hal lain yang seharusnya mereka rahasiakan tetapi tidak mereka rahasiakan, maka kepada diberikan sanksi berupa denda sebesar Rp. 2 (dua) miliar atau hukuman kurungan selama 2 tahun.
Jika hal ini tidak ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesional di bidangnya akan terjadi banyak permasalahan.
Dampak dari banyaknya hal-hal yang harus dilaksanakan dan permasalahan yang harus diatasi akibat pemberlakuan UU JPH ini, maka diperlukan Pascasarjana Produk Halal, di mana ilmu lulusan Pasca Sarjana Produk Halal ini lebih spesialis untuk produk Halal.
Kita sudah terlambat mendirikan Pascasarjana ini, Malaysia saja dengan penduduk Muslim sekitar 60% muslim sudah sekitar 9 (Sembilan) tahun yang lalu membuat Pascasarjana Produk Halal, seperti di Universiti Putra Malaysia, Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia. Begitu Thailand yang hanya mempunyai penduduk Muslim sekitar 7% , sudah punya Pascasarjana Produk Halal sejak 7 tahun lalu di Chulalongkorn University.
Di samping itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yakni Badan yang akan memberikan Sertikat Halal akan berada di bawah Kementerian Agama, tugas Badan ini akan sangat berat, UIN Jakarta yang mempunyai program Studi Farmasi dan Program Studi lainnya adalah sangat cocok sekali untuk membantu tugas Kementerian Agama, karena salah satu fungsi pokok UIN Jakarta adalah untuk membantu kementerian agama. (L/R05/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)