Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
إِنَّا بَلَوْنَٰهُمْ كَمَا بَلَوْنَآ أَصْحَٰبَ ٱلْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا۟ لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ
Sesungguhnya Kami telah mencoba mereka) Kami telah menguji orang-orang musyrik Mekah dengan paceklik dan kelaparan (sebagaimana Kami telah mencoba pemilik-pemilik kebun) atau ladang (ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya) akan memetik buahnya (di pagi hari) di pagi buta, supaya orang-orang miskin tidak mengetahuinya. (QS: Al-Qalam: 17).
Kisah Pemilik Kebun
Baca Juga: Ustadz Hidayaturrahman: Lima Langkah Mentadaburi Al-Qur’an Dengan Metode Tathbiqi
Kisah tersebut benar terjadi di Yaman, diceritakan dalam Al-Quran dan sebagai pelajaran. Ada beberapa ulama berbeda pendapat tentang hal tersebut. Kisah ini diungkap dalam QS Al-Qalam:17-33. Syahid bin Zubair berkata, mereka itu penduduk desa bernama Drowan yang letaknya sekitar 6 mil dari kota Sanaa.
Tetapi ada yang mengatakan bahwasannya mereka itu adalah penduduk Habasah. Bapak mereka adalah orang-orang yang sholeh. Ia meninggalkan warisan berupa kebun untuk keluarga. Mereka termasuk keluarga ahli kitab.
Al-kisah, ada seorang pemilik kebun yang dermawan. Ia selalu membagikan hasil panen kebunnya kepada fakir miskin. Ia memiliki rumus, sepertiga untuk modal (investasi), sepertiga untuk keluarga dan sepertiga lainnya untuk fakir miskin. Karena sifat kedermawanannya, ia dicintai masyarakat, kebunnya pun tumbuh subur dan bekembang dengan baik.
Akan tetapi, ketika Sang Ayah sudah meninggal dan diwarisi oleh anak-anaknya (Ia memiliki tiga orang anak). Mereka kemudian enggan berbagi hasil panennya kepada fakir miskin. Mereka berkata: “Bapak kita ini bodoh, kenapa? hasil kebun kenapa mesti diberikan kepada orang-orang miskin, kalau tidak kita bagi, niscaya kita akan jauh lebih kaya lagi”.
Baca Juga: Islam Memuliakan Kaum Perempuan, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Meski ada saudara mereka (yang tengah) sempat memberi nasehat kepada kakak dan adik mereka, namun nasihat itu tidak dihiraukan. Akhirnya mereka memutuskan, hasil panen tidak ada yang dibagikan kepada fakir miskin.
Untuk mengelabuhi fakir miskin, mereka pergi ke kebun untuk memetik hasil panennya pada waktu pagi hari sebelum orang-orang bangun tidur agar tidak dilihat orang. Mereka sengaja merencanakan untuk tidak disisakan bagi fakir miskin.
Maka, ketika pada pagi buta mereka sampai di kebun, Mereka kaget karena kebun mereka telah hancur. Tidak ada lagi sisa buah-buahan yang bisa dipanen. Bencana telah menghancurkan dan meleburkan kebun sehingga tidak menyisakan sama sekali sedikit pun.
Setelah melihat kebun yang sudah hancur, mereka berkata “sungguh kita telah tersesat, ini bukan kebun kita”. Akhirnya mereka menyesali perbuatan mereka.
Baca Juga: Ketika Umat Islam Diberi Anugerah Kekuasaan Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Shalat Tahajud Penyebab Kemenangan dalam Jihad Melawan Musuh