Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komunike Civil 20 Summit 2022: Antara Harapan Versus Realitas

sajadi - Senin, 24 Oktober 2022 - 11:17 WIB

Senin, 24 Oktober 2022 - 11:17 WIB

4 Views

Oleh: Direktur Jaringan Strategis dan Kerjasama Institut Inisiatif Moderasi Indonesia (InMind Institute), Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

Sebagai bagian dari entitas masyarakat sipil (civil society) di Indonesia, Institut Inisiatif Moderasi Indonesia (InMind Institute) telah berpartisipasi aktif dalam rangkaian acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sipil 20 Indonesia 2022 (Civil 20 Summit Indonesia 2022) yang berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada 5-7 Oktober 2022.

Konferensi internasional C20 Summit Indonesia 2022 ini dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Rabu, 4 Oktober 2022, lalu ditutup oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Republik Indonesia (RI), Airlangga Hartanto, Kamis, 6 Oktober 2022.

Kedua perwakilan pemerintah Republik Indonesia itu juga memberikan kata sambutan sebagai narasumber utama, keynote speaker, dalam acara ini. Kegiatan ini menjadi acara pendukung (side event) dari Group of Twenty (G20) Summit Indonesia 2022 yang akan berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 15-16 November 2022.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Konferensi ini telah disaksikan oleh 566 peserta delegasi nasional dari Indonesia dan 55 peserta delegasi internasional yang hadir secara langsung (luring) di lokasi acara, Hilton Bali Resort, Nusa Dua. Turut hadir melalui aplikasi zoom cloud meeting (daring) yakni 280 peserta delegasi nasional dan 150 peserta delegasi internasional.

Para delegasi mewakili sejumlah organisasi non-pemerintah atau masyarakat sipil dari 55 negara di seluruh dunia. Selain itu, terdapat delapan kelompok kerja (working gorups) Dalam kegiatan ini, Institut InMind diwakili oleh Direktur Jaringan Strategis dan Kerja Sama, yakni Muhamad Ibrahim Hamdani, sebagai peserta dengan akses penuh ke seluruh acara.

Adapun tema yang diangkat dalam C20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, ialah “Voicing and Realizing A Just Recovery for All” atau “Menyuarakan dan Mewujudkan Suatu Pemulihan yang Adil untuk Semua.” Sedangkan moto konferensi internasional ini yakni “You Are Heard” atau  “Anda Didengar”.

Kemudian Sherpa Civil 20 Indonesia 2022 ialah Ah Maftuchan, dengan Ketua (Chair) Civil 20 yakni Sugeng Bahagijo. Di akhir konferensi internasional ini, turut hadir dan menyampaikan kata sambutan Duta Besar (Dubes) Republik India untuk RI, Dubes Manoj Kumar Bhakti.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Hal ini wajar karena pemerintah India akan menjadi Presidensi G20 Summit 2023. Hadir pula Dubes United Mexican States (Negara Meksiko Bersatu) untuk RI, Dubes Armando Gonzalo Alvarez Reina. Ia juga memberikan kata sambutan dalam acara ini.

Selain itu, terdapat tujuh kelompok kerja dalam C20 Summit Indonesia 2022, antara lain Vaccine Access and Global Health atau Akses Vaksin dan Kesehatan Global; Gender Equality and Disability atau Gender dan Disabilitas; serta Taxation, Sustainable Finance and Debt atau Pajak, Keuangan Berkelanjutan dan Utang.

Kelompok kerja lainnya ialah Environment, Climate Justice and Energy Transition atau Lingkungan Hidup, Keadilan Iklim dan Transisi Energi; serta Sustainable Development Goals (SDG’s) and Humanitarian atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Kemanusiaan.

Ada pula kelompok kerja Education, Digitalization, and Civic Spaces atau Pendidikan, Digitalisasi dan Ruang Sipil; serta Anti-Corruption atau Anti Korupsi.

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Lebih lanjut, acara ini menghasilkan delapan poin penting dalam Komunike C20 Summit Indonesia 2022. Poin pertama berisi tentang kesadaran dan perhatian penuh organisasi masyarakat sipil global tentang pentingnya pertemuan para pemimpin negara-negara G20 dalam KTT G20 Indonesia 2022.

Konsekuensinya, masyarakat sipil global memiliki harapan yang tinggi terhadap para pemimpin G20 untuk dapat menghasilkan solusi yang tepat dan efektif dalam memecahkan krisis global yang sedang dihadapi umat manusia di seluruh dunia.

Adapun poin pertama dalam Komunike C20 Summit Indonesia 2022 ialah “The world will witness G20 Leader’s Summit 2022 in Bali on November 15-16. We have high hopes that the Summit will bring about solutions to solve the global crisis that we are facing”.

Artinya, “Dunia akan menyaksikan KTT Pemimpin G20 2022 di Bali pada 15-16 November. Kami memiliki harapan yang tinggi bahwa KTT akan membawa solusi untuk menyelesaikan krisis global yang kita hadapi.” Setelah membaca poin pertama, secara spontan penulis teringat dengan buku berjudul The Audacity of Hope: Thoughts on Reclaiming the American Dream (Keberanian Berharap: Pemikiran Tentang Merebut Kembali Impian Amerika) yang terbit pada 17 Oktober 2006.

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Buku The Audacity of Hope ditulis oleh Barack Hussein Obama II, beberapa tahun sebelum politisi dan senator Partai Demokrat asal Illinois itu menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke 44. Presiden Afro-Amerika pertama dalam sejarah AS ini mengajak seluruh warga negara untuk berani berharap terhadap perubahan yang lebih baik bagi dirinya, keluarganya, dan masa depan negaranya. Tanpa keberanian berharap, mustahil ada energi perubahan dan pergerakan dari seorang manusia untuk mencapai impian dan cita-citanya di masa depan.

Begitu pula dengan organisasi masyarakat sipil, khususnya Civil 20, yang tidak boleh berhenti berharap terhadap para pemimpin G20, betapa pun kecilnya harapan tersebut. Dengan adanya harapan, organisasi masyarakat sipil dapat memberikan saran, masukan, kritik, usul dan nasehat kepada para pemimpin G20, bahkan kalau perlu dengan tekanan sosial, pengaruh politik, dan aksi demonstrasi massa secara legal.

Kemudian pada poin kedua dalam Komunike C20 Summit Indonesia 2022, seluruh delegasi menyadari dan mengingatkan semua pihak terhadap krisis multidimensi akibat pandemi Coronavirus Desease 2019 (Covid-19) dan konflik Ukraina versus Rusia, serta konflik-konflik lainnya.

Dampaknya, jutaan orang di seluruh dunia menderita lahir dan batin akibat krisis kesehatan, makanan, energi, kemanusiaan, iklim dan finansial. Karena itu, para pemimpin G20 harus bahu-membahu dalam mempromosikan kemanusiaan dan perdamaian dunia. Caranya ialah dengan meningkatkan upaya pemulihan bersama untuk memecahkan masalah situasi global saat ini.

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Adapun poin kedua dalam Komunike C20 Summit Indonesia 2022 berbunyi sebagai berikut: “We would like to remind all of us that to date, the global crisis continues as a result of COVID-19 pandemic and conflct between Ukraine – Russia and conflct in other countries. Millions of people are suffering from multidimensional crises: health, food, energy, humanitarian, climate and fiancial. As civil society organizations across the globe, we call on G20 leaders to work hand-in-hand to promote world peace and humanity by enhancing recovery efforts to solve the current global situation.

Artinya, “Kami ingin mengingatkan kita semua bahwa hingga saat ini, krisis global masih berlanjut sebagai akibat dari pandemi COVID-19 dan konflik antara Ukraina – Rusia dan konflik di negara lain. Jutaan orang menderita krisis multidimensi: kesehatan, makanan, energi, kemanusiaan, iklim dan finansial.

Sebagai organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia, kami meminta para pemimpin G20 untuk bekerja bahu-membahu untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kemanusiaan dengan meningkatkan upaya pemulihan untuk memecahkan situasi global saat ini.”

Membaca poin kedua ini, penulis serta-merta teringat dengan sebuah peribahasa yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, yakni “Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh”.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Namun dalam praktiknya, pepatah ini sulit terwujud dalam tataran global akibat konflik kemanusiaan berlarut-larut serta timbulnya permusuhan, perang dan kebencian antar bangsa dan negara. Misalnya konflik antara Federasi Rusia versus Republik Ukraina yang telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini tentu semakin memperparah krisis global yang tejadi akibat dampak pandemi COVID-19.

Apalagi konflik antara Rusia versus Ukraina jelas melibatkan salah satu anggota G20, yakni Federasi Rusia, yang beraliansi erat dengan sekutu utamanya, Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Baik China (RRT) maupun Rusia, keduanya merupakan anggota G20 yang sangat berpengaruh dalam tataran politik global.

Di sisi lain, pemerintah AS, Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom/ UK) serta negara-negara anggota Uni Eropa (Europe Union) dengan tegas bersikap menentang dan mengecam keras aksi militer sepihak yang dilancarkan oleh Rusia terhadap Ukraina.

Bahkan kedua negara itu, ditambah Uni Eropa, telah memberikan berbagai macam sanksi ekonomi dan politik kepada pemerintah dan entitas bisnis Rusia. Kondisi ini tentu semakin melemahkan kohesi sosial, ekonomi dan politik diantara negara-negara anggota G20 yang saling berkonflik satu sama lain.

Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti

Khususnya pemerintah AS, Inggris, Rusia, China dan negara-negara Uni Eropa. Konsekuensinya, para pemimpin G20 akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, untuk menyepakati klausul bersama dalam isu-isu kunci terkait kerja sama ekonomi, kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Dengan kata lain, penyebab terjadinya krisis multidimensi tidak hanya bersumber dari faktor alam, tetapi juga akibat perilaku, tindakan dan sikap manusia yang saling berkonflik fisik dan psikis satu sama lain.

Homo Homini Lupus, demikian istilah fenomenal dalam bahasa latin yang berarti “Manusia Adalah Serigala Bagi Sesama Manusia”. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Plautus pada 195 Masehi (M), dalam karya tulisnya yang berjudul Asinaria. Istilah Homo Homini Lupus benar-benar mendeskripsikan situasi riil diantara para pemimpin G20 saat ini, khususnya negara-negara yang saling bertentangan dan bermusuhan satu sama lain dalam konflik Rusia versus Ukraina.

Selanjutnya, dalam poin ketiga Komunike KTT C20 Indonesia 2022, tertulis “We note that numerous ministerial meetings of G20 failed to produce ministerial declarations. This is a huge concern for us, as it shows that the G20 has not been able to put aside their differences, instead focus on their own interests.”

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman

Artinya ialah “Kami mencatat bahwa ada banyak pertemuan tingkat menteri G20 yang gagal dalam menghasilkan deklarasi menteri. Hal ini menjadi perhatian besar bagi kami, karena menunjukkan bahwa G20 belum mampu mengesampingkan perbedaan mereka, alih-alih fokus pada kepentingan mereka sendiri.”

Dengan demikian, kondisi ini semakin mempertegas adanya jurang perbedaan yang sangat dalam diantara sesama negara anggota G20. Penyebabnya ialah perbedaan kepentingan, dinamika kebijakan politik luar negeri, serta minimnya kohesi sosial, politik dan ekonomi diantara negara-negara anggota G20. Bahkan sejumlah negara anggota G20 menunjukkan rasa permusuhan dan kebenciannya secara terbuka diantara sesama mereka, khususnya dalam konflik Rusia-Ukraina.

Apalagi “tidak ada makan saing yang gratis, there is no such things as a free lunch,” dalam hubungan diplomatik antar negara, khususnya di bidang ekonomi. Demikian ungkapan yang sering kita dengar dalam pasar ekonomi global. Kondisi riil inilah yang terjadi dalam rangkaian pertemuan dan acara jelang KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Dalam diplomasi politik internasional, berlaku adagium “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.” Begitu pula dengan negara-negara anggota G20 yang sebagian diantaranya sedang bersitegang dan berseteru terkait konflik Rusia-Ukraina.

Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina

Sebelum perang berlarut-larut, tragedi kemanusiaan dan konflik berdarah terjadi antara Rusia versus Ukraina, negara-negara anggota G20 cenderung mampu bekerja sama untuk memulihkan ekonomi global pasca pandemi COVID-19. Apalagi pandemi COVID-19 tidak pandang bulu dalam memaksa mundur perekonomian global secara drastis dalam tiga tahun terakhir (sejak pertengahan 2019).

Namun konfigurasi dan aliansi ekonomi negara-negara anggota G20 ini segera berubah 180 derajat (drastis) pasca berkecamuknya konflik Rusia versus Ukraina. Dampaknya, negara-negara anggota G20 tidak berhasil menyepakati sejumlah isu krusial dalam pertemuan tingkat menteri di Bali, Indonesia. (AK/RE1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Internasional
Asia
Indonesia
Indonesia