Logika Persatuan Umat Islam

Oleh: , Mahasantri di Ma’had Aly Darun Nuhat, Lamongan, Jatim, Anggota Komunitas Literasi Aqsa Writing Forums (AWF)

Manusia adalah makhluk sosial. Tentu saja siapa pun tahu itu. Itu adalah salah satu dasar unsur yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena secara logika manusia memiliki banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi. Ada sandang atau pakaian, ada pangan atau makanan, dan ada papan atau tempat tinggal.

Spesies manakah yang paling baik dalam memenuhi kebutuhan seorang manusia kecuali manusia lain? Maka tidak dipungkiri bahwa seorang manusia pasti membutuhkan manusia lain.

Ketika sekumpulan manusia berkumpul, maka terciptalah perkumpulan manusia atau yang biasa kita sebut sebagai masyarakat. Dalam masyarakat yang sehat, satu manusia memenuhi kebutuhan manusia lainnya.

Ada yang membuat makanan, ada yang membuat pakaian, ada yang membuat tempat tinggal, dan seterusnya. Pembuat roti membuat roti untuk si penjahit, si penjahit membuat baju untuk si tukang bangunan, si tukang bangunan membuat toko roti untuk si pembuat roti.

Semua berputar dalam lingkaran yang sempurna. Satu manusia memberi manfaat bagi manusia lainnya, dan mendapatkan manfaat dari manusia lainnya. Namun dalam setiap susunan masyarakat ada potensi kejahatan. Akan ada manusia yang merampas hak manusia lainnya. Baik secara moral, materi, kebebasan, dan lain sebagainya. Perampokan, pencurian, pemerkosaan, hingga pencemaran nama baik. Pencurian menguntungkan si pencuri namun merugikan orang yang barangnya dicuri. Maka untuk mengantisipasi itu dibutuhkan aturan.

Baca Juga:  Politik dan Pendidikan Islam

Aturan yang ditetapkan dalam sebuah masyarakat (terlepas dari jenis apa pun aturan itu) pasti ditetapkan untuk memenuhi kesejahteraan dan keamanan masyarakat itu sendiri. Siapa pun tidak boleh mencuri. Barang siapa yang mencuri akan dikenakan sanksi yang berat sehingga si pelaku tidak akan mengulanginya lagi dan semua manusia yang mengetahuinya tidak akan mencoba-coba untuk mencuri.

Aturan yang ditetapkan akan mencegah berbagai potensi perbuatan yang akan merusak keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Namun dari aturan ini akan lahir kecurangan dan penghindaran dari aturan tersebut. Akan ada manusia yang berusaha mencurangi peraturan demi urusan pribadi. Akan ada manusia yang menghindari aturan tersebut demi kepuasan diri. Maka untuk berjalannya aturan, dibutuhkan seorang pemimpin.

Seorang pemimpin akan menengahi permasalahan yang ada di masyarakat. Dia akan mengadili siapa pun yang mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Dan dia akan menjaga keamanan dan kesejahteraannya.

Setelah ada pemimpin yang mengatur semua urusan yang ada dalam sebuah tatanan masyarakat, dia tidak bisa berjalan sendiri. Bayangkan saja seorang pemimpin yang mondar-mandir membereskan segala sesuatu agar sesuai dengan aturan. Repot bukan? Maka dengan tujuan aman dan sejahteranya sebuah tatanan masyarakat yang mengikuti peraturan dengan seorang pemimpin dibutuhkan ketaatan.

Baca Juga:  Ini Kekuatan Media Online di Era Digital

Ketaatan atas seorang pemimpin bukan hanya slogan atau konsep belaka, namun juga sebuah kewajiban sebagaimana peraturan yang wajib dilaksanakan. Karena tanpa ketaatan, seorang pemimpin tidak mungkin menegakkan peraturan. Dan tanpa peraturan, sebuah masyarakat akan hancur. Dan ketika sebuah masyarakat hancur, maka kebutuhan setiap individu tidak akan terpenuhi.

Sederhananya, kebutuhan manusia bisa terpenuhi oleh adanya masyarakat. Masyarakat akan aman dan sejahtera dengan adanya peraturan. Peraturan bisa tegak dengan pemimpin. Pemimpin bisa merealisasikan aturan dengan ketaatan masyarakat.

Dengan kata lain, ada 4 aspek penting dalam kehidupan manusia:

  1. Masyarakat
  2. Aturan
  3. Pemimpin
  4. Ketaatan

Lalu, apa peran Islam dalam hal ini? Apa peranan besarnya sehingga Allah menurunkan Al-Quran dan mengutus seorang Nabi kepada manusia?

Bila kita teliti lebih dalam, Islam mengatur kehidupan manusia secara sempurna. Dan seluruh isi aturan dalam keduanya menjaga fitrah manusia sebagai manusia itu sendiri. Siapa pun yang mengikuti Al-Quran dan sunnah akan terjaga kemanusiaannya. Dan barang siapa yang tidak mengikuti Al-Quran dan sunnah akan menjadi orang yang rusak dan merusak.

Sebuah tatanan masyarakat bisa saja aman dan sejahtera tanpa Islam. Hal itu bukanlah mustahil. Namun bisa dijamin bahwa sebuah tatanan masyarakat yang berdiri tanpa didasari Al-Quran dan sunnah akan terus terancam oleh kehancuran dan kekacauan.  Pemberontakan, kudeta, penggulingan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme, bunuh diri, kekerasan dalam rumah tangga. Semua hal buruk itu akan memuncak kemungkinannya bila sebuah tatanan masyarakat tidak didasari oleh Al-Quran dan sunnah.

Baca Juga:  Mahasiswa Generasi Baru di AS Beri Harapan kepada Palestina

Islam menawarkan tujuan yang agung dan besar yang akan diperoleh melalui kehidupan yang baik bagi diri sendiri dan orang lain. Kalau pun ada masyarakat yang bisa berdiri tanpa Islam, seaman apa pun dan sesejahtera apa pun masyarakat tersebut, keamanan dan kesejahteraannya akan terasa hampa.

Seorang manusia yang hidup di dalam tatanan masyarakat tanpa didasari Al-Quran dan sunnah hanya akan berputar di antara makan, minum, tidur, dan bekerja. Hal-hal duniawi yang fana. Baginya tidak ada perbedaan antara besok masuk kerja dan bunuh diri hari ini.

Maka, Islam dibutuhkan agar keempat aspek tersebut bisa terlaksana dengan berkah. Dan berkah tak lain dan tak bukan adalah tambahnya kebaikan. Semakin berkah sebuah masyarakat maka semakin baik pula masyarakat itu jadinya.

Semakin aman dan semakin sejahtera. Sebuah masyarakat yang berjalan atas asas Islam yang didapat dari Al-Quran dan sunnah akan Allah jaga dan lindungi dari arah darat, laut, udara, atas, bawah, kanan, kiri, depan, serta belakang.

Wallahu a’lam bish showwab. (A/osa/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.