Manajemen Waktu

Oleh Imaamul Muslimin, K.H. Yakhsyallah Mansur, M.A.

وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (القرآن سورة العصر [١٠٣]: ١-٣

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-Ashr [103]: 1-3)

Penjelasan

Mengomentari surat ini Imam Asy-Syafi’i berkata, “Seandainya manusia seluruhnya sudi merenungkan surat ini, sudah cukuplah itu baginya.”

Menurut Syaikh Muhammad Abduh telah menjadi kebiasaan orang Arab, apabila hari telah sore, mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal kehidupan dan cerita-cerita orang lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari, karena banyak percakapan yang melantur, keraplah kejadian pertengkaran, sakit hati, sehingga menimbulkan permusuhan.

Lalu ada yang mengutuk atau menyalahkan ashar. Mereka mengatakan waktu ashar waktu yang celaka, naas dan bahaya. Maka datanglah surat tadi yang mengingatkan, bukan waktu ashar yang salah tetapi manusia yang menggunakan waktu itu yang salah. Mereka menggunakannya untuk bercakap-yang tidak tentu ujung pangkalnya, sehingga menimbulkan silang sengketa dan pertengkaran.

Berangkat dari latar belakang ini, “Al-Ashr” pada surat ini diartikan dengan waktu ashar, waktu petang ketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang dari badan kita, sehingga masuklah waktu shalat ashar.

Pada tafsir lain, kata “Al-Ashr” diartikan dengan masa yaitu waktu yang dilalui oleh seluruh makhluk dalam hidupnya.

Pada surat ini Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan “masa” sebagai sumpah. Hal ini menunjukkan tentang pentingnya waktu. Menurut para ahli tafsir, apabila Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka itu untuk menjadikan pandangan manusia tertuju kepadanya dan mengingatkan mereka akan manfaatnya yang besar dan pengaruhnya yang abadi.

Mengingat pentingnya waktu tersebut, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan manusia dengan sumpah, agar menggunakannya dengan baik sehingga tidak jatuh dalam kerugian karena kehidupan manusia ditentukan oleh peredaran waktu.

Apabila waktu tidak dimanfaatkan maka hanya rugi yang didapati. Sehari sejak lahir di dunia. Di hari dan sehari itu usia kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun, dari muda ke tua hanya kerugian yang didapati. Orang yang tidak memanfaatkan waktu pasti merugi, mengingat waktu memiliki karakter sebagai berikut:

  1. Cepat Berlalunya

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا (القرآن سورة النازعات [٧٩]: ٤٦

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (Q.S. An-Nazi’at [79]: 46)

  1. Yang Telah Berlalu Tidak Dapat Kembali dan Diganti

Hasan Bashri, seorang tokoh tabi’in yang tutur katanya seperti Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, “Tidaklah fajar hari ini terbit melainkan dia memanggil, “Hai anak Adam aku adalah ciptaan yang baru dan akan menjadi saksi atas pekerjaanmu. Maka mintalah bekal kepadaku, karena aku tidak akan kembali lagi hingga hari kiamat apabila aku telah berlalu.”

  1. Barang Termahal yang Dimiliki Oleh Manusia

Hal ini akan dirasakan orang yang melalaikan waktu ketika menghadapi sakaratul maut. Dia berkata:

وَأَنْفِقُوْا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيْبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (القرآن سورة المنافقون [٦٣]:١٠

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh? (Q.S. Al-Munafiqun [63]: 10)

Selanjutnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa ada orang-orang yang tidak akan merasakan kerugian, yaitu:

  1. Orang yang Beriman

Karena orang yang beriman semua amalnya akan dibalas oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan balasan yang berlipat ganda sehingga mereka tidak mungkin rugi. Sebagaimana firman Allah:

وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَىٰ آمَنَّا بِهِ ۖ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا (الجن [٧٢]: ١٣

“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.” (Q.S. Al-Jinn [72]: 13)

  1. Orang yang Beramal Shalih

Amal shalih artinya kerja yang baik yang memenuhi hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hak manusia. Sebagaimana orang yang beriman, orang yang beramal shalih tidak akan rugi bahkan selalu untung. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ طُوْبَىٰ لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ (القرآن سورة الرعد [١٣]: ٢٩

“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 29)

  1. Orang yang Saling Berpesan dengan Kebenaran

Nyatalah bahwa hidup yang beruntung benar adalah hidup bermasyarakat (berjama’ah). Hidup sendiri-sendiri adalah hidup yang sangat rugi. Maka agar terjaga kehidupan bersama sangat diperlukan adanya saling menasehati, berpesan-pesanan dan mengingatkan apa yang benar. Agar yang benar dijunjung bersama dan yang salah dijauhi bersama. Oleh karena itu benarlah apa yang disampaikan Shallallahu Alaihi Wasallam:

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد

“Berjama’ah itu rahmat dan berfirqah-firqah itu adzab.” (H.R. Ahmad)

  1. Orang yang Saling Berpesan dengan Kesabaran

Memang tidak cukup jika hanya saling berpesan dengan kebenaran. Karena hidup di dunia ini bukan jalan datar saja. Seringkali harus naik turun, berkelok-kelok dan banyak hambatan. Kesulitan terkadang sangat banyak. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya kesabaran. Banyak orang yang rugi karena tidak sabar menghadapi kesulitan. Dia rugi karena mundur atau tidak berani maju, atau berhenti di tengah jalan. Di sinilah diperlukan nasehat orang lain agar orang tersebut tetap sabar sehingga tidak mengalami kerugian.

Ibnul Qayyim menyatakan ada empat martabat mencapai kesempurnaan hidup:

Pertama, mengetahui kebenaran.

Kedua, mengamalkan kebenaran tersebut.

Ketiga, mengajarkannya kepada orang-orang yang belum mampu melaksanakannya.

Keempat, sabar dalam menyesuaikan diri dengan kebenaran dan mengamalkannya serta mengajarkannya. Semoga kita memahaminya.

Dari surat ini kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa dalam kehidupan ini kita tidak akan rugi, apabila kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menghargai waktu secara maksimal
  2. Memiliki iman yang kuat
  3. Selalu melakukan hal-hal yang baik (amal shalih)
  4. Hidup secara berjamaah
  5. Saling memberi nasehat dengan kebenaran dan keshabaran

Agar dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, marilah kita renungkan syair penyair Islam terkenal dari Pakistan Muhammad Iqbal:

Umur bukan hitungan tahun

Hidup bukan bilangan masa

Sehari hidup singa di rimba

Seribu tahun hitungan domba

Wallahu A’lam bis Shawwab

(R05/R02)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.