MASJID KUNO NAJASHI DI ETHIOPIA UTARA DIRENOVASI

Ilustrasi Raja Najashi di Habasya (Ethiopia). (Foto: Wikipedia)
Ilustrasi Raja Najashi di Habasya (). (Foto: Wikipedia)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Masjid Najashi di Ethiopia adalah salah satu masjid paling awal di dunia, dibangun pada abad keempat oleh para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengasingkan diri dari kaum kafir Quraisy di Makkah, Arab Saudi.

Para sahabat datang ke Ethiopia, mereka mendapat perlindungan dan sambutan hangat.

Terletak di kota Wukro di negara bagian Tigray, Ethiopia utara, sekitar 800 kilometer dari ibukota Addis Ababa, monumen Islam ini sekarang bisa direnovasi berkat bantuan Lembaga Koordinasi dan Kerjasama Turki ().

“Kami senang memiliki kesempatan untuk memberikan renovasi yang layak pada monumen Islam ikonik ini,” kata Ismail Durhat, Koordinator Nasional TIKA untuk Ethiopia kepada Anadolu Agency.

Rencana untuk merenovasi Masjid Najashi sudah ada sekitar empat tahun yang lalu, adapun proses renovasi yang sebenarnya dimulai tahun lalu.

“Rencana ini dilaksanakan dalam dua tahap yang dijadwalkan akan selesai pada 2016,” katanya.

Ada 15 makam sahabat Nabi Muhammad SAW di sekitar Masjid Najashi, negara bagian Tigray, Ethiopia. (Foto: Tek Ethiopia Tours/Aziz Ahmed)
Ada 15 makam sahabat Nabi Muhammad SAW di sekitar Masjid Najashi, negara bagian Tigray, Ethiopia. (Foto: Tek Ethiopia Tours/Aziz Ahmed)

Di situs ini terdapat 15 makam sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang sangat berjasa memperkenalkan Islam kepada bangsa Ethiopia. Oleh karenanya, TIKA nantinya akan membangun tanda di dekat setiap makam yang menjelaskan sejarah masing-masing sahabat.

Sesudah renovasi nanti, situs bersejarah yang selama ini menjadi museum Islam, difungsikan sebagai masjid,  di mana umat Islam dapat beribadah termasuk melakukan shalat lima waktu.

Renovasi juga mencakup pembangunan jalur halus untuk memudahkan akses bagi jamaah yang cacat. Sejumlah bangunan tambahan akan dibangun, termasuk akomodasi untuk tamu, ruang tunggu dan toilet pengunjung.

Menurut Ismail Durhat, biaya renovasi ditanggung sepenuhnya oleh TIKA.

Renovasi ini dipimpin oleh insinyur Turki dan Ethiopia, dengan tujuan untuk memastikan arsitektur asli masjid tetap utuh.

“Seluruh proyek ini bertujuan untuk melestarikan warisan Islam,” kata Durhat. “Mudah-mudahan, masjid akan menjadi tujuan utama bagi pariwisata syariah.”

Presiden Dewan Tertinggi Urusan Islam negara bagian Tigray, Sheikh Adem Abdulkadir mengatakan, pemerintah negara bagian dan penduduk setempat, senang dengan adanya renovasi ini.

“Ramadhan adalah bulan rahmat,” katanya. “Jadi kita dua kali lipat diberkati dalam upaya merenovasi masjid kuno yang telah lama menjadi museum Islam ini.”

“Raja Ethiopia Najashi adalah seorang raja yang baik hati yang telah menyelamatkan sahabat Nabi dari penganiayaan ketika mereka tiba di negerinya,” kata Sheikh Adem. “Sejarah Najashi dan masjid kuno Najashi berarti banyak bagi Ethiopia dan dunia.”

Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga pembangunan luar negeri Turki TIKA sangat aktif di Ethiopia, di mana lembaga ini telah memberikan dukungan di bidang kesehatan, pendidikan dan pelestarian warisan bersejarah.

Selain merenovasi Masjid Najashi, TIKA juga baru saja melakukan renovasi bangunan era Ottoman di negara bagian Harari, Ethiopia.

Lembaga ini juga telah membangun sekolah di beberapa negara bagian di negara itu, termasuk negara bagian Afar, Oromia dan Benishangul Gumuz.

Perlindungan Raja Najashi

Pada masa awal-awal dakwah Islam di Makkah, sejumlah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarikan diri ke Habasyah (kini Ethiopia) untuk mendapatkan perlindungan Raja Najashi yang beragama Kristiani. Mereka dikejar oleh pihak Quraisy yang diketuai oleh Amr bin Ash.

Tugas Amr bin Ash yang dikenal sebagai tokoh Quraisy yang cerdas adalah untuk mempengaruhi Raja Najashi supaya menyerahkan orang-orang Islam kepada mereka.

Amr bin Ash yang pada ketika itu belum memeluk Islam, meminta Raja Najashi supaya menanyakan apa yang dikatakan Al-Quran mengenai Nabi Isa. Kononnya, menurut Amr bin Ash, Islam memburuk-burukkan Nabi Isa di dalam kitabnya (Al-Quran).

Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Ja’far bin Abu Talib, yang memimpin pelarian rombongan para sahabat ke Habasyah, memberikan jawaban atas pertanyaan itu kepada Raja Najashi.

“Nabi Isa adalah hamba Allah, utusan Allah, Ruh (suci dari) Allah serta kalimah-Nya yang diturunkan kepada Maryam yang merupakan seorang perawan (gadis) yang tekun bersujud (kepadaNya),” jawab Ja’far.

Raja Najashi kemudian mengambil sebatang lidi yang berada di atas lantai sambil berkata kepada Ja’far, “Apa yang kau katakan mengenai Isa tidak berselisih (dengan apa yang kita katakan), kecuali hanya sebesar lidi ini.”

Pada masa itu, ada perbedaan pendapat di kalangan orang Kristiani sendiri mengenai kedudukan Nabi Isa ‘Alaihissalam. Ada yang menganggap Al-Masih sebagai manusia utusan Allah dan ada juga yang menganggap sebagai Tuhan dan ada juga sebagai sekutu Tuhan.

Raja Najashi kemudian berkata kepada orang Islam, “Silakan kalian pergi dengan aman. Saya tidak sanggup menerima emas walaupun segunung, sebagai hadiah untuk megganngu salah seorang dari kalian.”

Dengan kata-kata itu, maka para sahabat diberi perlindungan dan hidup tanpa diganggu di Habsyah.

Adapun utusan kaum Quraisy diantar pulang bersama hadiah yang mereka bawa.

Diriwayatkan, Raja Najashi sendiri akhirnya memeluk agama Islam, tetapi secara rahasia. Ketika beliau meninggal, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melakukan shalat jenazah secara ghaib untuknya. (T/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0