*Wawancara ekslusif MINA dengan Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia
Jakarta, 19 Syawal 1434/26 Agustus 2013 (MINA) – Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia Ustadz KH. Yakhsyallah Mansur, M.A. menyerukan pemuda-pemudi Indonesia agar berada dalam garda terdepan untuk membumikan peradaban Islam. Peradaban Islam itu tidak ketinggalan zaman.
Hal tersebut diungkapkannya dalam wawancara ekslusif dengan wartawan Kantor Berita Islam Mi’raj News Agency (MINA), Iklima Aulia Rahma di Ma’had Al-Fatah, Bogor, Jum’at (23/8). Berikut adalah petikan wawancaranya.
Mi’raj News Agency (MINA): Bagaimana menurut Anda mengenai kondisi generasi muda Indonesia saat ini?
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Ust. Yakhsallah: Jika saat ini orang mengatakan terjadi kerusakan dalam peradaban Islam, hal itu disebabkan karena datangnya kebudayaan barat sehingga kebudayaan Islam menjadi terhenti tidak berlanjut, tetapi aqidah atau kepercayaan mereka sudah kuat terhadap agama Islam. Dengan kata lain, secara pengamalan belum sempurna.
Adanya kebudayaan Barat yang masuk ke Indonesia tidak secara menyeluruh mempengaruhi kalangan generasi muda, seperti di beberapa daerah tertentu Aceh misalnya, infiltrasi peradaban yang sifatnya sosial tidak terpengaruh. Aceh adalah daerah yang sejak dulu menetapkan wajibnya memakai jilbab bagi semua perempuan dan hingga saat ini, hal itu tetap dilaksanakan tidak terpengaruh oleh masuknya budaya Barat.
Disamping itu, kerusakan peradaban Islam di kalangan generasi muda memang sengaja dirusak orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Berbagai upaya mereka lakukan untuk merusak peradaban Islam yang belum kuat melalui generasi muda.
Mi’raj News Agency (MINA): Kebanyakan generasi muda di Indonesia adalah Muslim, tapi kenapa generasi tersebut jauh dari cerminan Islam?
Yakhsyallah Mansur: Menurut hemat saya, belum tuntasnya para dai dalam menyampaikan Islam, pengaruh datangnya pemikiran Kristen (budaya Barat) ke Indonesia sehingga peradaban Islam di Indonesia terganggu atau terhalangi dengan datangnya Kristen. Dengan masuknya budaya Barat dan berbagai upaya mereka untuk merusak generasi muda sehingga jauh dari cerminan Islam.
Dahulu, mereka orang-orang Kristen mendirikan sekolah-sekolah Kristen, ini merupakan upaya untuk merusak aqidah generasi muda atau merusak peradaban Islam. Namun, hal tersebut tidak berhasil karena pertambahan umat Kristen tidak signifikan. Kemudian, melalui pendirian rumah sakit dengan menawarkan bantuan gratis, ini juga menjadi upaya mereka untuk merusak peradaban Islam di Indonesia, serta melalui pendirian partai politik atau organisasi-organisasi.
Selain itu, melalui budaya, dahulu kalangan remaja tidak mengenal group musik (band), namun dengan masuknya budaya Barat, sekarang band jadi populer. Dahulu, misal di daerah Jawa Barat hanya mengenal angklung, alat musik ini tidak sebebas saat memainkan band. Kemudian dengan datangnya model pakaian yang beraneka ragam, pernikahan antar agama, mereka sengaja membuat program menikahi orang Islam khususnya anak-anak tokoh agama, dan yang terakhir budaya Barat merusak generasi muda dengan obat-obatan terlarang dan miras (minuman keras).
Mi’raj News Agency (MINA): Berbagai seminar digelar mengangkat tema tentang peradaban Islam tapi hal itu sekedar slogan, menurut Anda, bagaimana agar peradaban Islam tidak sekedar slogan-slogan kosong?
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Yakhsyallah Mansur: Dalam Islam dikenal kata Mudzakaroh (mengingatkan), namun di setiap seminar yang membahas peradaban Islam kurang ada follow up (tindak lanjut), maka ada istilah orang Barat sudah sampai ke bulan, sementara kita orang Indonesia tulisan-tulisan seminarnya yang sampai ke bulan.
Menurut hemat saya, seminar-seminar saja penting, yang paling penting adalah aplikasi, contoh dari orang tua. Sebenarnya, kenakalan remaja itu bisa dihindari dengan adanya peran orang tua. Anak adalah cerminan dari orang tua. Peradaban lahir dari orang tua.
Mi’raj News Agency (MINA): Bagaimana menurut Anda agar generasi muda dapat menerapkan akhlak-akhlak Islam?
Yakhsyallah Mansur: Pertama, kita harus mengenal karakter anak muda, seperti dalam sebuah hadis dari Sayyidina Ali Radhiyallahu ‘anhu, yang artinya “Berbicaralah sesuai kadar akal mereka.” Kita berbicara dengan remaja berbeda ketika kita berbicara dengan orang tua, harus menyesuaikan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam juga melakukan hal demikian, beliau tidak anggap semua manusia sama.
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Kedua, hendaknya yang langsung bersentuhan dengan tingkat kebutuhan mereka, seperti berbicara akhirat, jangan katakan “Jika kamu tidak memakai jilbab, kamu akan masuk neraka”, tapi sampaikanlah secara perlahan seperti “Jika kamu memakai jilbab di kehidupan dunia akan aman, dan lain sebagainya.”
Ketiga, hendaknya argumentatif jangan dogmatik (harus diterima sebagai kebenaran) dan doktrinal, kenapa? Karena mereka sedang dalam masa pencarian.
Keempat, perlu kesabaran, jangan melakukan justifikasi, untuk lebih menyadari bagaimana pentingnya peradaban Islam.
Mi’raj News Agency (MINA): Negara Selandia Baru adalah negara diurutan pertama sebagai negara Islami dan urutan kedua adalah Luxemburg. Bagaimana pandangan Anda jika dibandingkan dengan Indonesia yang mayoritas umat Islam tetapi tidak Islami?
Yakhsyallah Mansur: Yang dimaksudkan Islami adalah nilai-nilai Islam, bukan dari segi kuantitas, seperti yang dikatakan Muhammad Rasyid Ridho, “Saya mendapatkan agama Islam di Mesir akan tetapi saya mendapatkan ajaran Islam di Eropa.” Jadi, masyarakat di dua negara tersebut tidak menganut agama Islam tapi nilai-nilainya menerapkan nilai Islam, seperti di Luxemburg adalah negara paling pertama memberlakukan perekonomian Islam. Ada pun di Selandia Baru menerapkan nilai-nilai Islam dari ketertiban transportasi, lingkungan yang bersih dan lain-lain. Jika Indonesia berbicara soal nilai-nilai Islam, sebenarnya malu dengan negara lain.
Seperti waktu saya berbicara Islam di Singapura, mereka mengatakan, “Tuan tidak perlu berbicara Islam di sini, karena apa? Karena Islam tidak terbukti, kami ingin bukti, justru negeri kami ini yang menerapkan apa yang Tuan sampaikan itu, Islam itu bersih, tapi mana negeri di Asia ini yang lebih bersih daripada di Singapura.”
Mi’raj News Agency (MINA): Kemudian dari mana mereka tahu nilai-nilai Islam jika mereka tidak menganut agama Islam?
Yakhsyallah Mansur: Islam itu adalah yang sesuai fitrah, seandainya mereka tidak belajar Al-Quran yang sesuai dengan fitrah itu Islam, seperti halnya kebersihan, antri dengan tertib itu merupakan fitrah yang ada dalam hati setiap orang. Itu disebut dengan ma’ruf yaitu kebaikan yang dapat diterima secara universal seperti berbakti kepada orang tua.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Mi’raj News Agency (MINA): Apa peranan generasi muda Muslim terhadap peradaban Islam?
Yakhsyallah Mansur: Pertama, generasi muda Muslim itu seharusnya berada di garda depan, membuktikan bahwa peradaban Islam tidak ketinggalan zaman bahkan lebih maju dari zaman yang sudah ada.
Kedua, harus mempunyai keyakinan, bahwasannya peradaban Islam adalah yang terbaik, sehingga tidak terpengauh dengan budaya atau peradaban lain.
Ketiga, karena yang mereka hadapi adalah dunia maka mereka harus siap dengan segala kemungkinan artinya harus dengan kesungguhan, karena pada hakikatnya melebarkan peradaban Islam merupakan bagian dari jihad.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Mi’raj News Agency (MINA): Bagaimana menurut Anda cara meningkatkan ghiroh (semangat) dalam memperjuangkan peradaban Islam yang semakin mundur?
Yakhsyallah Mansur: Harus lebih banyak menggali dengan membaca dan membaca, jangan kalah dengan orang Barat yang tekun membaca, dengan membaca akan meningkatkan penghayatan mereka terhadap peradaban Islam. (L/P013/P02).
Mi’raj News Agency (MINA)