Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب
Artinya, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah [94] ayat 7-8).
Sebulan lamanya sudah, kaum Muslimin menjadikan Ramadhan sebagai masa latihan bersabar, beramal saleh serta mendekatkan diri kepada Allah dan menekuni Al-Quran.
Sebulan masa latihan dan menghimpun bekal itu ibarat batu baterai yang disaluri energi untuk digunakan selama sebelas bulan berikutnya. Karenanya, ketika baterai energi amal saleh itu mulai dipakai dan praktikkan, maka di bulan Syawwal-lah seharusnya buah latihan itu sangat terasa.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Semangat kerja seharusnya lebih meledak di bulan Syawwal. Di bulan ini pula seharusnya orientasi umat Islam dalam bekerja sudah berbeda dari masa sebelum bulan suci Ramadhan.
Jika dulu, bekerja demi mencari uang untuk menikmati hidup, kini bekerja disamakan sebagai amal saleh. Sehingga, semangat kerja dan berproduksi terjaga dalam semangat ilahiyah. Bekerja karena Allah, Rasul-Nya dan untuk kejayaan Islam.
Dengan semangat bekerja yang dilandasi oleh keyakinan beramal saleh, secara fisik hasil pekerjaan dan hubungan relasi dengan pemilik modal akan baik, dan secara rohaniah, hubungan vertikal antara hamba dengan Rabb-nya tetap terjaga pasca-Ramadhan.
Sebagai hamba yang berkeyakinan bahwa di hari raya Idul Fitri semua seperti terlahir kembali tanpa beban dosa, sudah semestinya seorang Muslim tampil dalam semangat hidup yang lebih tinggi, bukan hanya sebagai penonton dan peran pembantu dalam lakon kehidupan, tapi juga sebagai bintang yang melahirkan berbagai karya terbaik demi memperkuat Islam dan Muslimin itu sendiri.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Terkait arti kata “syawwal”, apakah benar berarti “peningkatan” atau bukan, memang terjadi pro dan kontra di kalangan para ahli ilmu.
Namun, seiring telah dilaluinya sebulan masa penggemblengan langsung oleh Allah kepada para hamba-Nya, seiring telah berlalunya masa liburan lebih dari sepekan, khususnya Muslim di Indonesia, maka sudah sewajarnya bulan Syawwal menjadi masa melampiasan dan pengerahan energi dan kreatifitas yang sempat tertidur sejenak.
Pada bulan ini pula, pikiran-pikiran negatif dan semangat-semangat pesimis harus dipangkas. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada bulan ini menghancurkan keyakinan negatif masyarakat jahiliyah.
Sebelum Islam muncul di Jazirah Arab, nama “syawwal” sudah ada. Pada bulan ini, onta-onta betina menaikkan ekornya, karena tidak mau dikawini oleh para pejantan. Hal itu membuat masyarakat jahiliyah berkeyakinan bahwa menikah di bulan tersebut akan memberi kesialan kepada mereka.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Di sisi lain, pada bulan ini pula, orang-orang Arab sering menggantungkan alat-alat perang mereka, disebabkan sudah dekat dengan bulan-bulan haram, terutama bulan Dzulhijjah.
Namun, di bulan ini, keyakinan takhyul masyarakat jahiliyah dihancurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan cara beliau menikah di bulan itu. Dan di masa kenabian pun, beberapa perang dilakoni oleh kaum muslimin untuk berjihad, seperti Perang Bani Qainuqa, Perang Uhud, Perang Khandaq, dan Perang Hunain.
Dalam hal ketakwaan, bulan Syawwal menjadi barometer untuk menilai keberhasilan puasa seorang Muslim selama Ramadhan. Karena hasil latihan untuk menjadi orang yang bertakwa akan dilihat di masa sesudah latihan. Keberhasilan itu akan terlihat jika tadarrus Al-Quran tetap berjalan usai Ramadhan, rajin sedekahnya terus terpelihara di bulan-bulan berikutnya, salat malam di bulan Syawal tetap ditegakkan menggantikan salat tarawih, dan salat berjemaah di masjid pun selalu ditunggu-tunggu waktunya.
Terlebih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengungkapkan jenis pahala yang akan diberikan kepada orang-orang yang melanjutkan semangat Ramadhan di bulan Syawwal.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه
Dari Abu Ayyub Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun”. (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasaa-i dan Ibnu Majah).
Maka, jika seorang Muslim menjadikan seluruh pekerjaannya sebagai bagian dari amal salehnya, maka mereka patut berbahagia dengan janji Allah.
وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُۖ ڪُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡہَا مِن ثَمَرَةٍ۬ رِّزۡقً۬اۙ قَالُواْ هَـٰذَا ٱلَّذِى رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَـٰبِهً۬اۖ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٲجٌ۬ مُّطَهَّرَةٌ۬ۖ وَهُمۡ فِيهَا خَـٰلِدُونَ
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun
Artinya, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 25).
Semoga semangat kerja bulan Syawwal dapat kita raih. Aamiin. (RI-1/RS2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina