Mengapa Israel Ingin Segera Menganeksasi Tepi Barat?

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Semua partai politik di Israel saat ini sedang terlibat dalam pembicaraan masalah baru soal keputusan aneksasi tanah wilayah Palestina, di Tepi Barat, yang sudah diumumkan PM Benjamin Netanyahu dalam perencanaan dengan pemerintah AS Donald Trump.

Netanyahu sedang terburu-buru untuk segera mencaplok sebagian besar tanah di Tepi Barat, Lembah Jordan hingga Laut Mati.

Menurut beberapa wartawan dan pengamat politik, Netanyahu tidak yakin tentang kemenangan Trump di putaran kedua pemilihan presiden AS, yang akan diadakan pada tanggal 20 November mendatang.

Ahmed Hazem, seorang wartawan di Nazareth mengatakan, Netanyahu hendak menyelesaikan masalah aneksasi ini segera selagi Trump masih berkuasa.

Pandangan lainnya, seperti dikemukakan Lembaga Penelitian Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv, menyatakan dalam sebuah analisis politik, yang diterbitkan pada tanggal 10 Juni 2020, bahwa rencana Israel untuk mencaplok wilayah-wilayah besar di Tepi Barat justru akan mengarah pada pembatasan berbagai manfaat bagi Israel.

“Pemaksaan kedaulatan adalah perumusan aneksasi Israel secara sepihak atas wilayah-wilayah di Tepi Barat, dan ini adalah langkah mengubah aturan permainan di arena Israel-Palestina,” analisis lembaga itu.

Aneksasi hanya akan meningkatkan eskalasi perselisihan publik yang meluas, baik secara lokal Palestina, regional kawasan Arab dan hingga skala internasional.

Di tingkat lokal, ini jelas seperti analisis National Research Research Institute, yang menyebutkan, Israel akan menanggung sendiri bertanggung jawab atas 2,7 juta warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan.

Dampak lainnya, masalah ini akan mempengaruhi sifat Negara Israel dalam hal demografi manusia, dan pembalikan keseimbangan bagi mayoritas Arab. Situs di Israel, Panet menyebutkan.

Terlebih negara-negara Arab, baik di Organisasi Liga Arab yang dipimpin Mesir maupun Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang dipimpin Arab Saudi, jelas-jelas menolakan keputusan aneksasi.

Bahkan negara-negara kaya di kawasan Teluk yang terus dilirik Israel dalam persiapan untuk membangun hubungan diplomatik, ikut serta menentang aneksasi.

Misalnya, Uni Emirat Arab (UEA) yang pernah mengajukan gagasan perlunya komunikasi dengan pemerintah Israel. Namun kali ini, Emirnya, Youssef Al-Otaiba, dalam sebuah pernyataan di surat kabar Yedioth Ahronoth beberapa hari lalu menyatakan, menentang rencana Israel untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat.

“Rencana aneksasi akan mengarah pada akhir dari setiap pemulihan hubungan antara Israel dan negara-negara di kawasan Teluk,” ujar Emir UEA.

Raja Yordania, Abdullah II, yang pemerintahnya memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, selain Mesir, bersikap sama, akan menentang secara permanen untuk menghadapi aneksasi.

Dia bahkan berkampanye sevcara terbuka menentang rencana Israel untuk mulai mencaplok permukiman Tepi Barat dan wilayah Lembah Jordan.

Abdullah II di hadapan anggota parlemen AS dalam pertemuan yang diadakan melalui teleconference, mengatakan akan melangkah lebih jauh untuk memperingatkan Israel.

“Rencana Netanyahu untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat hanya akan membahayakan kemampuan Israel untuk menormalkan hubungan dengan bagian lain kawasan itu.”

Sanksi Uni Eropa

Di kawasan Uni Eropa, mereka sependapat, “Aneksasi itu tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga akan bertentangan dengan kepentingan keamanan seluruh wilayah,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Jean Asselborn, yang dianggap sebagai diplomat veteran di Uni Eropa.

Ia menganggap pencaplokan sama dengan mencuri bagian dari Tepi Barat.

Negara-negara anggota Uni Eropa yang saat ini duduk di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (24/6/2020) pun secara resmi sudah meminta Israel untuk membatalkan rencana aneksasinya terhadap Tepi Barat, Palestina.

Lima anggota DK PBB tersebut adalah Jerman, Belgia Perancis, Estonia, Irlandia, ditambah Inggris dan Norwegia menyatakan keprihatinan serius atas hal itu.

“Kami menyerukan kepada Israel untuk meninggalkan rencana aneksasinya,” kata negara-negara tersebut dalam pernyataan bersama yang disampaikan oleh Jerman pada pertemuan virtual DK PBB tentang Timur Tengah. Seperti dilaporkan Quds Press.

“Kami memandang pencaplokan Israel atas Tepi Barat yang diduduki, besar atau kecil, itu akan merupakan pelanggaran yang jelas terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB, serta resolusi Dewan Keamanan PBB,” bunyi pernyataan itu.

https://minanews.net/anggota-uni-eropa-di-dk-pbb-minta-israel-batalkan-aneksasi/

Bahkan di Inggrris, yang negaranya dulu memberikan mandat Palestina kepada Yahudi Israel, kini ikut menentang rencana Netanyahu itu.

Paling tidak, disampaikan oleh lebih dari 100 tokoh di Inggris yang terdiri dari anggota parlemen, pejabat serikat buruh dan tokoh-tokoh terkemuka dalam masyarakat sipil, yang menyerukan kepada dunia untuk menentang rencana aneksasi Israel atas Tepi Barat, yang bertentangan dengan hukum internasional.

Penandatangan pernyataan termasuk oleh Stephen N.Kinnock (anggota Parlemen, Partai Buruh), Jeremy B.Corbyn (anggota Parlemen, Islington North), Lord Peter Hain (anggota Parlemen, Neath), Leonard D.McCluskey (Sekjen Unite of Union), Mary W.Bousted (National Education Union), novelis Philip Pullman, aktris Maxine Peake dan musisi Brian Eno.

Mereka juga menyerukan langkah-langkah efektif oleh semua negara untuk menghentikan aneksasi ilegal Israel. MEMO melaporkan, Rabu (10/6/2020).

Sebelumnya, sebuah surat yang ditandatangani oleh hampir 150 anggota Parlemen telah dikirim ke Perdana Menteri Boris Johnson pada 1 Mei 2020. Isinya mendesak pemerintah untuk membuat pernyataan publik bahwa setiap aneksasi wilayah Palestina yang diduduki “akan memiliki konsekuensi berat, termasuk sanksi”.

Pernyataan baruitu dikoordinasikan oleh Kampanye Solidaritas Palestina (PSC), yang berupaya mendorong isu pencaplokan itu ke agenda politik di Inggris dan di tempat lain.

Anggota masyarakat juga diminta menandatangani dan mempromosikan inisiatif tersebut.

https://minanews.net/ratusan-tokoh-di-inggris-kecam-aneksasi-israel/

Negara Eropa lainnya, diwakili Parlemen Belgia yang juga mengeluarkan statemen terkini pada Jumat (26/6/2020) yang isinya mendesak pemerintahnya memberlakukan sanksi terhadap Israel jika bergerak secara sepihak menganeksasi bagian-bagian Tepi Barat, Palestina.

Seruan sanksi ekonomi juga agar diberlakukan oleh negara-negara Uni Eropa secara luas terhadap Israel jika tidak memenuhi tuntutannya. Demikian i24News melaporkan.

Resolusi Parlemen Belgia “mengenai aneksasi Israel atas wilayah-wilayah pendudukan di Palestina” disahkan dengan 101 suara mendukung dan 39 abstain. Tidak ada anggota parlemen yang menentang resolusi tersebut, Times melaporkan.

Mosi mendesak pemerintah Perdana Menteri Sophie Wilmès untuk menyajikan “daftar langkah-langkah efisien yang diarahkan untuk menanggapi secara proporsional terhadap setiap pencaplokan Israel atas wilayah Palestina yang diduduki.”

https://minanews.net/parlemen-belgia-serukan-sanksi-jika-israel-aneksasi-tepi-barat/

Maka, tidak ada cara lain kecuali memang Benjamin Netanyahu yang sudah terpojok, ditentang di hampir seluruh negara-negara belahan dunia, dan dalam kegalauan administrasi Trump, harus menghentikan rencana aneksasi tersebut.

Persatuan nasional Palestina pun tampak semakin kokoh menghadapi musuh bersama, didukung negara-negara kawasan Teluk, Liga Arab dan OKI. Termasuk Indonesia tentunya, yang secara konsisten dan dipandang berani secara diplomatik menentang Israel yang didukung AS. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)